This Is My Life

78 9 16
                                    

Yonseul P.O.V

Hidupku tak mengalir dengan mudah. Lahir dengan kekurangan fisik, aku tumbuh dalam duniaku sendiri. Yang penuh dengan kesunyian, membiarkan imajinasiku melayang-layang bebas dalam benak pikiranku yang sepi. Membayangkan bagaimana suara-suara yang biasa hidup disekitarku terdengar. Membayangkan bagaimana suara gesekan biola yang hampir setiap hari ku mainkan dengan bangga di depan kedua orang tuaku.

Yahh... berbicara tentang kedua orang tua... appa dan eomma...

Kedua orang tuaku, mereka meninggal saat aku baru lulus dari sekolah menengah pertama ku. Sosok yang paling ku kenang diantara dua makam orang tuaku itu adalah....

Sosok wanita tangguh yang telah terbaring damai disana.

Sosok eomma adalah pejuang hebat untukku. Sebelum meninggal, eomma sibuk dengan pekerjaan serabutannya. Eomma bekerja sebagai pelayan di restoran masakan china, ditambah juga menjual jasa menjahit di rumah.

Meskipun begitu, aku juga selalu membanggakan sosok appa yang pekerja keras. Setiap bulan, ia memberiku dua puluh lima ribu won untuk tunjangan pendidikan.

Appa ku bukanlah seorang dengan gaji yang di atas rata-rata layaknya menteri, pejabat, atau yang seangkatan lainnya.

Appa ku hanya bekerja di pabrik kertas. Meskipun begitu, dia tidak pernah merendahkan atau menyayangkan uangnya. Dia terlihat senang ketika berkumpul bersama keluarganya ketika makan malam sambil mencuil bolu coklat khusus buatan eomma.

Appa lebih dulu meninggalkan kami karena kecelakaan taxi yang ditumpanginya bertabrakan dahsyat dengan bis kota saat perjalanan pulang ke rumah. Aku tidak akan pernah lupa kejadian itu karena insiden itu terjadi saat hari ulang tahunku. Benar-benar hadiah ulang tahun yang mengejutkan dari Tuhan.

Sementara diriku, berusaha memikul sedikit penat mereka dengan bekerja paruh waktu atau mengerjakan pekerjaan yang bisa dikerjakan di rumah saat liburan.

Seperti saat liburan musim panas tahun lalu, aku bekerja paruh waktu mengetuk mesin kasir di supermarket. Selain itu juga aku mulai membuka kesempatan untuk bekerja sebagai guru les privat bagi anak-anak yang masih duduk di bangku sekolah dasar.

Aku pun tidak pernah mengeluh di depan eomma. Eomma juga memahami keadaanku yang juga ingin meringankan bebannya sedikit setelah kepergian appa. Dengan begitu, aku bisa melakukan semua pekerjaan paruh waktu itu dengan membusungkan dada.

Namun takdir bicara lain. Aku harus kehilangan eomma, dan itu membuat keadaan ku memburuk sampai beberapa waktu. Hingga meninggalkan semua pekerjaan atau apapun itu yang biasa nya menyibukkan keseharianku.

Bagaimana tidak? Eomma meninggal disaat-saat ia sibuk dengan pekerjaannya.

Restoran kecil yang menjadi tempatnya bekerja, mengalami musibah kebakaran.

Waktu itu aku sangat nekat hingga menerobos masuk melalui orang-orang yang berkerumun. Tepat saat aku tiba, restoran itu sudah di selimuti api besar.

Aku hanya bisa termangu dengan air mata yang terus mengalir deras menatap api yang berkobar.

Sosok yang selalu kubanggakan, sosok tangguh yang anggun, terbakar tepat di depan mataku bersamaan dengan kobaran api yang melahap habis restoran itu. Di duga api muncul dari dalam dapur, di karenakan minyak tanah yang tumpah ke seluruh lantai hingga api mudah menyebar luas sampai seisi restoran.

Seminggu sesudah insiden menyakitkan itu terjadi, aku mendapat kabar bahwa aku diterima di SMA Multi Arts School yang terkenal se Namyang berkat program beasiswa.

Your Voice [Seventeen Hoshi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang