Naima hanya memandang bakso yang ada didepannya dengan lesu. Selera makannya sudah menguap beberapa minggu ini. Padahal biasanya bakso adalah salah satu pencipta kebahagiaan di hari buruknya. Pikiran Nai terlalu kusut untuk menikmati makanannya. Tangan Nai tak lepas dari gawai yng sedari tadi hening tanpa ada notifikasi yang biasa selalu muncul tiap satu jam sekali. Nai kembali menghela nafas seakan tahu ini akan dilalui lagi.
Malam ini hujan kembali datang, dan itu membuat Nai makin larut dalam pikiran rumitnya. Tama tidak menghubunginya lagi. "Dia berubah." Hanya itu yang terlintas di pikiran Nai saat ini. Sudah 1 bulan Tama semakin menjauh dari Nai.
Nai tahu kesibukan Tama bertambah banyak semenjak ada 2 pekerjaan yang dia lakukan. Menjadi barista di salah satu kafe milik temannya dan editor lepas. Tama sudah menjelaskan tentang semua ini dan berjanji akan tetap ada waktu untuk Nai setiap hari. Tapi nyatanya hanya Nai yang akan ada waktu untuk Tama tidak sebaliknya.
Dari dulu mereka selalu berusaha saling mengerti kesibuka masing-masing. Karena pekerjaan Nai yang juga sering membuat waktu Nai habis tersita. Mereka akan tetap berkomunikasi singkat di setiap Nai jeda atau sebelum tidur. Sampai sering Nai tertidur saat mereka tengah mengobrol.
Nai coba mengerti Tama dan segala kesibukannya. Mengerti akan perubahan jadwal chat mereka yang tadinya setiap ada jeda menjadi semakin jarang lalu menghilang berhari-hari. Mengerti bahwa Tama tidak lagi bisa menelponnya setiap malam untuk sekedar mebacakan puisi atau mengobrol tentang hari mereka. Mengerti untuk mengobati rindunya Nai hanya bisa mendengar rekaman suara Tama saja. Nai harus bersabar kalau Tama perlu waktu berhari-hari untuk membalas pesan yang Nai kirim dengan alasan sibuk atau tidak sempat beli pulsa.
Tapi kini Nai sudah sampai titik dimana dia hilang dan tak paham kenapa dia rela menunggu Tama berjam-jam bahkan berhari-hari hanya untuk tahu apa Tama sehat? Apa Tama tidak terlambat makan? Apa Tama tidur nyenyak? Apa Tama begini? Apa Tama begitu? Nai tidak mengerti kenapa tanpa kabar Tama dia merasa kurang. Padahal Tama sepertinya biasa saja tanpanya.
Tama akan selalu bilang dia percaya Nai akan jaga diri dengan baik dan memahami semua kesibukan Tama.
Tapi apa Tama tahu bahwa Nai butuh kehadiran Tama walau hanya lewat chat atau telpon sejenak? Untuk membagi kabar atau melepas rindu?
Mungkin memang Tama adalah salah satu kebutuhan Nai dan Nai sudah terlalu terbiasa dengannya. Sementara Tama tak terlalu membutuhkan Nai dalam hidupnya. Karena Nai hanya salah satu baris di buku hidup Tama yang penuh dengan barisan kata lain yang lebih Tama suka.
Kuingin marah melampiaskan.
Tapi kuhanyalah sendiri disini.
Ingin kutunjukkan pada siapa saja
yang ada bahwa hatiku KECEWA
(BCL-Kecewa)

KAMU SEDANG MEMBACA
Eyewink
Short StoryKumpulan flash fiction Dari jatuh hingga patah Dari patah jadi terikat Dari biasa saja berubah menjadi luar biasa Bukan cuma tentang kekasih Ini juga tentang setiap sisi Kisah sekali tamat. Setiap bab tidak berhubungan satu sama lain. Enjoy...