Work?

34 2 0
                                    

Happy reading! 

Maaf, typo.

***

Malam yang dingin di bulan Maret. Nikmatnya, memanjakan diri dengan bergelung nyaman di bawah selimut tebal demi mencari kehangatan. Seperti halnya sepasang manusia yang mencari kehangatan di bawah selimut yang sama dan saling mendekap satu sama lain. Hujan rintik di luar, seakan menambah suasana romansa yang terjadi diantara mereka.

Edmund menelusupkan tangannya di bawah payudara Emily, memeluknya dengan erat seakan dia tidak ingin kehilangan kehangatannya. Emily menggeliat di bawah pelukan Edmund kemudian menoleh ke belakang dan melihat Edmund tersenyum lembut padanya.

"Hei, belum tidur?" sedikit mendongakkan wajahnya agar bisa melihat wajah Edmund.
"Kenapa terbangun, apa aku menganggu tidurmu?" mengabaikan pertanyaan Emily, Edmund mengecup lembut puncak kepala Emily.
"Tidak, hanya saja aku merasa berat ketika kakimu yang besar itu membelit kakiku!" seperti anak kecil yang merajuk Emily memanyunkan bibirnya membuat Edmund tidak tahan untuk mengecupnya.

Cup! 

Emily membeliakkan matanya terkejut karena tindakan pria di sampingnya. Emily diam ketika Edmund menatap dalam mata hitam kelamnya memajukan wajahnya perlahan hingga akhirnya benda kenyal itu mendarat di bibirnya. Mengecapnya dengan lembut. Emily memejamkan matanya merasakan nikmatnya bibir Edmund yang memegang kendali. Memberinya rasa manis yang sama seperti saat pertama kali pria itu mencuri ciuman pertamanya.

"Bergeraklah, Emily, bersamaku." setelah mengatakan itu Edmund kembali memagut bibir Emily. Semakin lama ciuman Edmund semakin menuntut, sedikit lebih kasar daripada sebelumnya. Emily mengikuti intruksi dari Edmund, mencoba menggerakkan bibirnya membalas ciuman pria itu mengikuti nalurinya.

Emily mencengkeram kaos yang dipakai Edmund, berusaha mencari pegangan di tengah gelombang dahsyat yang menggelitik perutnya. Edmund terus menghisap bibir wanita di dekapannya hinnga ia menggeram kemudian melepaskan ciumannya melihat wanita itu hampir kehabisan napasnya.

"Kau tidak apa-apa?" melihat wajah wanita ini memerah, Edmund memastikan keadaan Emily, dia berpikir apakah ciumannya tadi terlalu kasar?  Sepertinya tidak, buktinya Emily juga menikmatinya. Mungkin, dia hanya gugup.

"Y-ya, aku baik-saja." Emily tidak berani mengangkat kepalanya setelah apa yang baru saja terjadi dia berusaha menyembunyikan wajahnya yang memerah.

Edmund mengangkat dagu Emily supaya dia bisa melihat wajahnya. Dia memperhatikan dengan seksama wanita di hadapannya. Entah kenapa jantungnya berdebar ketika melihat wajah polos Emily dan tatapan teduhnya. Membuatnya terlena, ia ingin selalu menatap binar indah itu. Memberinya rasa asing pada sebagian hatinya, ada sesuatu hal yang tidak bisa ia jelaskan dengan logikanya. Yang dia tahu perasaannya tenang dan damai ketika melihat wanita itu bersamanya.

Apakah hanya sebatas itu?

Soal pernyataan Edmund tadi siang ketika wanita di depannya ingin mendapatkan maaf darinya, dengan tak tahu malunya ia berkata ia akan memaafkan Emily jika saja wanita itu mau tidur dengannya. Haha, itu bukan dirinya sekali. Dia tidak suka memanfaatkan kesusahan orang lain dengan membuat orang itu menderita. Apalagi untuk kepuasannya tersendiri. Namun, mengapa dia berkata demikian?

Entahlah.

Tapi, pada akhirnya dia menyuruh Emily untuk tidur bersamanya. Hanya tidur, tidak lebih.

"Edmund?" Emily bingung, kenapa pria ini menatapnya begitu intens. Apakah wajah memerahnya menganggu pandangannya.

"Tidurlah, sayang." Edmund berbisik lirih kemudian mengecup kening Emily dan kembali membawa gadis itu ke dalam pelukannya.

Oh, Rain Drop ! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang