Prologue

45 7 0
                                    

Bandung, 06.30

"Non Mulan, sarapan dulu Non. Udah bik Sumi siapin" ajak seorang pembantu setelah membuka pintu kamar majikan kecilnya.

"Iya bik. Bentar nih, masih meriksa. Barangkali ada yang kurang rapi" kata seorang gadis di dalam ruangan secara lembut.

"Tapi non, nanti sarapannya dingin. Trus, kalo non Mulan terlambat ke sekolah gimana?"

"Iya juga sih.."

"Non, bentar. Itu kepangannya non Mulan gak rapi. Bik Sumi boleh merapikan?" Kata Bik Sumi--pembantunya--yang berjalan mendekati Mulan--majikannya.

"Eh, iya bik. Makasih yaa" kata Mulan sembari tersenyum menyeringai.

Bik Sumi berdiri di belakang Mulan. Beliau sibuk mengatur posisi rambut Mulan. Dirapikannya dengan lembut oleh Bik Sumi.

"Udah non" kata Bik Sumi selesai membenahi rambut Mulan. "Sarapan yuk, Non"

"Iya deh, Bik" kata Mulan sembari menggandeng tangan kecil Bik Sumi.

Mereka berjalan beriringan menuju meja makan di luar pintu kamar Mulan.

Di meja besar tersebut, terdapat sebuah mangkuk kaca berukuran sedang berisi nasi putih, di sebeshnya terdapat semangkuk koloke asam manis, dan semangkuk sayur sop. Ditemani sebuah piring melamin berwarna putih, sendok di sisi kanan piring, garpu dan pisau di sisi kiri piring. Segelas susu vanila dengan tambahan walnut dan buah raspberry hadir di sisi kanan breakfast set-nya melengkapi isi meja makan tersebut.

Perfect

Menu sederhana yang disukai Mulan setiap sebelum berangkat sekolah selalu berhasil membuat Mulan merindukan mama, papa dan Kak Mona.

Mulan menarik kursi kayunya dan menghirup aroma masakan Bik Sumi. Mulan duduk dan mulai mengendus-endus.

Terlihat lezat sekali

Ia mulai membuat tanda salibnya dan berdoa. Setelah itu, ia mengedarkan pandangannya ke sekeliling.

"Bik Sumi, makan juga ya.." ajak Mulan lembut.

"Iya non, habis non Mulan selesai sarapan aja"

"Enggak. Bik Sumi makannya sekarang. Biar tetep semangat ngerawat Mulan"

"Iya iya Non... Bik Sumi makan bareng Non"

"Nah, gitu dong"

Cornellia Mulan Maheswari. Cukup dipanggil Mulan. Ia memiliki sifat yang hampir sama persisnya dengan tokoh karangan Walt Disney, dalam tokoh yang bernama sama. Mulan. Bersifat tegas, percaya diri, pemberani, namun agak keras kepala.

Mulan bersekolah di SMA Bina Cempaka. Dulunya, bersekolah di SMP Bina Cempaka. Yayasan sekolahnya termasuk sekolah favorit dan termasuk dalam jajaran sekolah most wanted bagi remaja di Bandung. Bukan sekolah internasional, namun gedungnya dan pendidikannya berfasilitas bintang lima, berjualitas tinggi.

Disini ada dua tipe siswa. Siswa yang memiliki otak yang encer, ber-IQ tinggi, dan difasilitasi beasiswa. Bisa dipastikan, Mulan anak yang supercerdas dan hobi berkutik dengan berbagai rumus matematika dan IPA. Tipe kedua ialah, tipe kaya sejagad raya. Biasanya, anak tipe kedua ini ber-IQ rendah, brokenhomes, anak berandalan, dan anak-anak pejabat.
Beruntung, sekaya-kayanya Mulan, Mulan tetap mengusahakan beasiswa.

Mulan merupakan anak kedua dari keluarga Rahardi. Ia anak bungsu. Sejak tahun 2009 lalu, orangtuanya sibuk bekerja di London, Inggris. Sehingga, kak Mona--kakak Mulan-- dan Mulan harus tinggal hanya berdua dengan Bik Sumi pembantunya.

Sayangnya dua tahun kemudian, kak Mona lulus seleksi pertukaran pelajar di ITB. Ia lulus ke Universitas Harvard, Boston, Massachusetts. Yaitu, universitas besar yang termasuk di Ivy League. Lalu, ia mendapat tawaran beasiswa dari Harvard. Mona-pun menerimanya. Ia memutuskan untuk melanjutkan kuliah dan kehidupannya di Boston.

Mulan akhirnya tinggal sendirian. Dan Bik Sumi, menjadi perawat sekaligus ibu palsunya untuk saat ini.

Seusai sarapan, Mulan buru-buru merapikan dinner-set nya. Melipat alas makan, meletakkan sendok-garpunya dengan posisi terkatup.

"Bik Sumi, Mulan berangkat ya.." kata Mulan sembari meneguk susu vanila spesialnya sampai tandas.
Ia bergegas menghampiri Bik Sumi di dapur dan mencium tangannya.

"Eh, iya non. Lancar ya, MOS-nya"

"Iya bik.. Sampai Jumpaa!! " kata Mulan sedikit berteriak karena kebisingan dapur dan melambaikan tangannya kepada Bik Sumi. Agak berlari.

Bik Sumi membalasnya dengan senyum dan lambaian pelan tangannya.

Mulan berlari menuju taman depan rumah. Setelah bertemu Pak Wira--sopir pribadi keluarga Rahardi--,
Mulan berteriak untuk memintanya segera diantar menuju sekolahnya.

Begitu mobil piccanto berwarna silver keluar dari garasi, Mulan membuka pintu mobilnya dan bergegas duduk. Dengan nafasnya yang masih tersengal, ia berusaha menghela nafas. Ia mengambil botol air minumnya yang berwarna putih dan meneguknya sedikit.

"Pak Wira, jalan sekarang ya" instruksi Mulan masih dengan sisa-sisa tersengal.

"Siap Non"

Mobil piccanto melaju dengan kecepatan sedang menuju cepat. Lagu-lagu Soundtrack dari film 'Beauty and the Beast' menemani perjalanan Mulan menuju sekolahnya. Alunan melodi teralun halus. Suara merdu Celine Dion membuat lagu "How does a Moment Last Forever" semakin menjiwai orkestra-orkestra lembut dalam lagu itu.

Sometimes our happiness is captured
Somehow, our time and place stand still
Love lives on inside our hearts and always will
Minutes turn to hours, days to years then gone
But when all else has been forgotten
Still our song lives on

Potongan lirik itu mampu menyentuh hati Mulan menjadi berlinang air mata. Ia teringat dengan keluarganya. Mereka meninggalkan Mulan. Dari situ, sempat tersirat kata benci.

Benci.

Masih terdengar asing memang. Namun sudah lama rasanya, bertahun-tahun lalu. Ia merayakan paskah dan natal bersama tetangga. Tidak pernah makan malam, saling bertukar kado di bawah pohon natal, memasak bersama mama, menonton film spesial natal di ruang keluarga atau home theatre di atas.

Ia kesepian. Kian lama, air matanya menderu deras di pipinya.
Kenangannya berlalu terlalu cepat. Bersama keluarga. Ia seperti tak punya 'rumah'.

Rumah yang memberi kehangatan dalam pelukan. Rumah yang bisa mendengarkan celoteh-celotehan. Kalau boleh memilih, antara Indonesia atau London, ia memilih London. Untuk sekarang, hidup atau mati, ia memilih mati. Namun, ia belum bisa membahagiakan keluarganya. Dan sangat sedih tak bisa kumpul keluarga.

Di sekolahpun, memang dia mudah bergaul. Punya banyak teman. Dari sekian banyak temannya, masih belum ada yang bisa ia panggil sahabat.

Walaupun ada bik Sumi, ia tetap kesepian. Dan tetap berharap, semoga papa, mama, kak Mona cepat pulang ke Bandung. Rumah keluarga Rahardi

****

Young Forever!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang