Part 1

207K 10.5K 130
                                    

Ajeng masih sibuk dengan jari-jari panjangnya yang menari lincah di atas keyboard computer, matanya sibuk memperhatikan deretan angka yang berjejer rapi di layar computer yang tepat berada di depannya. Kepala Ajeng terasa pusing memikirkan banyaknya pekerjaan yang menumpuk dikarenakan dia kemarin harus izin untuk pergi ke rumah mertuanya selama dua hari.

"Mbak ayo makan siang dulu," ajak teman sekantor dan seruangan Ajeng. Mira yang sudah berdiri di samping mejanya, sudah siap dengan tas tangan dan senyum cerahnya.

"Iya bentar aku beresin ini meja dulu Mir," Ajeng bergegas membereskan semua kertas yang berserakan di atas meja yang memang sudah penuh dengan tumpukkan map. "Aduh Mir liat sepatu aku gak?" tanyanya kepada Mira dengan posisi yang sibuk mencari sepatu yang sempat dikenakannya tadi. Yah, kebiasaan Ajeng adalah nyeker di dalam ruangan.

"Ketemu mbak?" Mira pun juga sibuk mencari-cari sepatu yang entah mental kemana.

"Udah aku pakai sandal jepit aja," tak ingin membuang waktu akhirnya Ajeng lebih memilih mengenakan sandal jepit berwarna hijau yang memang selalu ada di bawah mejanya.

"Hai Mira! Ajeng!" sapa seorang teman sekantor mereka yang kebetulan bertemu di depan lift.

"Hai Ila," Ajeng dan Mira kompak menyapa balik Ila dengan lambaian tangan sedikit centil.

"Ehem," dehaman berat yang terdengar dari arah belakang saat itu membuat seluruh badan ketiganya tegang, aura tegas yang terpancar membuat nyali mereka menciut.

"Selamat siang Pak," kompak Ajeng, Mira dan Ila menyapa atasan mereka yang sepertinya bersiap akan pergi makan siang.

"Siang," jawabnya singkat, padat dan jelas. Dalam hati Ajeng merutuki sifat atasannya yang membuat aura dingin terasa menusuk hingga ke tulang.

"Bukannya peraturan di perusahan bahwa setiap karyawan wajib menggunakan sepatu?" ujarnya dengan tatapan tajam yang mengarah kesepasang kaki indah milik si cantik Ajeng.

"Maaf Pak itu tadi saya nyariin sepatu saya tapi gak tau mental kemana," uajar Ajeng kalem, dia tak takut sama sekali dengan bosnya yang bernama lengkap Zio Indra Aditama.

"Alasan saja," Ajeng mendengus kesal begitu mendengar jawabannya. Sedangkan kedua temannya yang berdiri di kiri dan kanan Ajeng sibuk menyikut-nyikut pinggang perempuan itu.

"Maaf Pak ini akan menjadi pertama dan terakhir kalinya," Ajeng mengalah dan meminta maaf dengan nada sedikit kesal, dan saat itu pula pintu lift terbuka.

Ketiganya pun masuk duluan ke dalam lift disusul Zio yang berdiri di depan lift dengan kedua tangan dimasukkan ke dalam kantong celana bahannya. Sedangkan Mira dan Ila sudah berada di pojok kanan dan kiri lift sedang mengkeret memperhatikan Zio.

Lift berhenti di lantai 3 dan masuklah segerombolan perempuan-perempuan bahenol perusahan. Mereka tersenyum genit ke arah Zio yang membuat Ajeng harus menggeram tertahan. "Kenapa Jeng?" Ila bertanya karena melihat Ajeng agak kesal dan sudah siap meledak di tempat. Ajeng hanya menaikkan bahunya tak acuh berusaha untuk tidak begitu memperdulikan pertanyaan Ila.

Ting..

Lift telah sampai di lantai dasar, Zio bergegas keluar diikuti para karyawan yang satu lift dengannya termasuk ketiga perempuan itu.

"Aduh Pak Zio ganteng banget ya."

"Ih aku mau deh jadi jasnya supaya setiap hari bisa nempel terus."

"Eh besok waktu arisan kita ajak Pak Zio aja."

Begitulah bunyi kicauan yang terlontar setiap karyawan perempuan saat melihat Zio berlalu. Gila aja, mana mau Zio diajak arisan, sama tante-tante macam mereka lagi. Ajeng mendumel tak jelas di dalam hati karena tak sengaja menguping krasak-krusuk mereka.

Secret (Dreame)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang