Sudah sebulan diriku terbaring lemah di rumah sakit. Ruangan berdominan putih biru lengkap dengan wewangian bunga-bungaan mewakili keadaaan kamar tempat dimana aku dirawat.
Seperti biasa, setiap pukul 10 pagi, seseorang tak dikenal selalu mengunjungiku dengan setangkai bunga edelweis di tangannya.
Tersenyum, lalu menggenggam tanganku, lalu menciumnya.
Dia pacarku, xiumin.
---
Amnesia akibat kecelakaan membuatku melupakan hampir separuh dari memori-memoriku. Ibu bilang, betapa beruntungnya diriku akan orang yang masih setia mengunjungi walau diri sendiri tetap tak ingat.
Bahkan ibu pernah bilang, ketika aku masih sekarat, xiumin berjanji akan tetap menjagaku.Hari ini hari kedua dimana aku telah sadar. Kemarin, aku menyaksikan sendiri kedatangan xiumin dengan bunga yang selalu di bawanya. Sudah 28 bunga dengan kondisi agak layu tertumpuk di samping tempat tidurku. Kata ibu, itu semua pemberian xiumin.
Hari ini, aku benar-benar tidak sabar dengan kedatangannya. Aku merindukan perlakuannya yang sangat membuat hatiku hangat, walau aku masih belum bisa mengingatnya dengan benar.
Pukul 10 tepat, ia belum datang.
Akupun meminta bantuan ibuku untuk bangkit dari tempat tidur. Aku bangkit sekedar mengecek keadaan rumah sakit, dan berharap untuk bertemu dengannya di pelataran rumah sakit.
Untuk pertama kalinya, aku keluar ruangan tempat aku dirawat tanpa kursi roda.
Aku berjalan pelan, menyusuri tiap lorong rumah sakit yang lumayan ramai.
Ramai, mulai dari pasien-pasien yang sedang keluar kamar untuk menghirup udara segar sepertiku, suster-suster yang terlampau sibuk, hingga para pengunjung yang mondar-mandir rumah sakit.
Saat sedang berjalan-jalan di lorong, tiba-tiba aku menemukan sebuah pintu dengan papan nama "XIU MIN - Ahli Bedah"
Xiu..min?
Terlampau penasaran, aku menyentuh knop pintu dengan pelan, penasaran dengan ruangan tersebut.
Tiba tiba, sebuah tangan menyentuh tanganku yang juga sedang akan membuka pintu.
Aku terkejut, lalu menatap sipemilik tangan yang langsung menggenggam tanganku dengan hangat. Sementara tangan satunya lagi sedang memegang setangkai bunga edelweis.
"Kenapa disini? Aku baru saja ingin menjengukmu di kamar"
Wajahnya tampak khawatir.
"Sudah lewat jam 10" kataku menunduk pelan.
Xiumin menatapku pelan. Ia tersenyum mendengar jawabanku barusan. Raut wajahnya mengatakan 'aku minta maaf, aku baru saja mengoperasi seorang pasien'.
--
Xiumin mengajakku ke taman rumah sakit. Angin sepoi-sepoi menerbangkan rambutku yang sedikit menutupi wajah. Xiumin merapikan rambutku, menepikannya ke telingaku.
Aku menatap wajahnya senduh, marah akan diri sendiri kenapa sampai bisa melupakan orang sepenting dia.
Perasaan hangat masih menyelimuti diriku, nyaman akan keberadaannya, diri seperti dilindungi oleh dirinya.
Aku dan xiumin duduk di salah satu bangku taman. Sekedar mencari angin segar, menikmati angin sepoi-sepoi yang menghangatkan hati kami satu sama lain.
Tiada percakapan selama 5 menit hingga aku mencoba untuk memulai percakapan dengannya.
"Xiumin-ssi?" Kataku pelan sambil menatap langit yang saat itu agak mendung.
"Hm?"
"Maafkan aku, tidak bisa mengingatmu" ucapku lagi pelan.
Xiumin menatap mataku senduh. Ia membelai rambut hitamku dengan lembut. Laku menggenggam tanganku. Ia tersenyum.
"Aku merindukanmu" ucapnya pelan.
Ia memelukku, dalam.
Jika semesta mengizinkan, bisakah kau kembalikan ingatanku tentang xiumin?
Angin berhembus pelan menelisik setiap bagian dari semesta.
Namun, dinginnya angin sepoi-sepoi saat itu tak bisa menghilangkan hangatnya pelukan dokter ini kepadaku.
Terlalu nyaman."Bantu aku" ucapku pelan.
Xiumin mengeratkan pelukannya, lalu menatap wajahku lagi.
"Aku mencintaimu, dan aku akan membuatmu kembali mencintaiku" katanya lagi.
Aku mengangguk pelan. Lalu xiumin mengecup keningku pelan.
Ajari aku untuk mengingatmu lagi, mencintaimu lagi
![](https://img.wattpad.com/cover/71645598-288-k955276.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
IMAGINE EXO (series)
Fanfic'Kau cantik' Mataku membelalak secara spontan saat park chanyeol tersenyum dan mengatakan itu padaku. Namun, ia langsung melaju bersama para member exo lain setelah sekedar lewat dan mengatakan itu padaku. Sendirian, di belakang panggung. Perlahan...