Drei und Zweigzig - 23

43 6 11
                                    

Kita berada dalam lingkaran dan putaran yang sama. Kesedihanku juga bagianmu begitu pula sebaliknya. Jadi, jangan berprasangka kita berbeda.

Ata menginjak remnya, sedikit bernafas lega karena akhirnya orang yang ia cari bisa ia temukan, Ata berbalik melihat ke jok belakang untuk mengambil payung dan saat ia hendak turun menjemput Echa, tubuhnya kembali menegang. Matanya melotot setelahnya ia memukul stirnya keras.

Sial, batinnya.

"Lo lagi lo lagi! Mau apa sih lo! Ck." Desis Ata.

Pintu mobil hendak dibuka oleh Ata, namun ia urungkan saat melihat Roy duduk di samping Echa mengelus-elus rambut Echa lalu menaikkan sedikit wajah Echa, menatapnya lama sambil tersenyum sinis.

Sementara itu Ata sudah berdiri di samping mobilnya, hujan yang turun bukan masalah besar baginya, tapi yang menjadi masalah adalah Roy. Bukan masalah lagi tapi bencana. Roy hendak membawa pergi Echa!

BUG.

Satu pukulan tepat mengenai perut Roy. Pukulan kedua dapat ditepis oleh Roy dan justru berbalik mengenai pipi kanan Ata.

"Mau lo apa?! Ha?" Ata mendorong bahu Roy.

"Apa lo gak sadar? Lo udah buat Echa menderita dan tersakiti! Lo bego apa gimana?" balas Roy.

"Lo gak tau apa-apa soal gue, mending lo diem!"

Sekali lagi Ata memberikan bogem ke Roy. Roy hanya tersenyum sinis.

"Selamat tinggal." Roy berlalu pergi.

CRAK!

"Awas!" Teriak Echa sambil mendorong Ata menjauh.

Tak sampai dua detik dahan pohon yang ada di atas halte patah dan tepat mengenai kaki Echa. Ata langsung menolong Echa dan membawanya menuju mobil. Mereka berdua terkaku bisu di dalam mobil hingga tiba di apartement Ata.

**

"Ayo turun."

Echa keluar dari mobil Ata dengan kesusahan. Kakinya seperti tak mau digerakkan. Ata menghampiri Echa lalu dengan cepat mengendongnya hingga ke apartement. Di apartementnya, Ata menurunkan Echa tepat di sofa ruang keluarga. Echa masih terperangga dengan keadaan apartement Ata yang berantakan.

"Gue mau ngomong, Ta." Ucap Echa sambil menggigit bibirnya takut-takut.

"Mending obatin luka lo dulu baru lo cerita."

Dengan sigap Ata mengambil obat merah dan kapas lalu mulai membersihkan luka lecet di kaki Echa. Sebaliknya, yang diobati justru bercerita walaupun di sela-sela ceritanya terhenti karena rintihan dari Echa.'Echa menceritakan semua hal yang terjadi pada waktu itu. Kemudian Ata beralih mengambil handuk di meja menaruhkannya di atas kepala Echa yang duduk di sampingnya.

"Keringin rambut lo, gue takut lo sakit. Gue gak bisa liat malaikat gue sakit." Echa terperanga mendengar ucapan Ata barusan. Ata memaafkannya?

"Biar gue obatin luka lo." Ucap Echa refleks.

Echa dengan tangan super cepat mengambil obat merah dan kapas lalu segera mengobati pipi Ata yang lebam. Echa terdiam sejenak. Pandangan mereka bertemu. Mata mereka menjelaskan bagaimana permintaan maaf yang diterima dengan lapang. Mereka berdua tersenyum.

"Jangan lama-lama natap gue, nanti ganteng gue bertambah, kan repot."

"Aw." Ata mengaduh karena Echa menempelkan kapas yang sudah basah oleh obat merah.

"Gemes gue ama lo."

"Makasih, emang gue gemesin kok."

"Bisa gak sih gak buat gemes terus ama lo? Lo itu nyebelin, bawel, suka ngelawak, suka bikin baper, suka-"

"Diem kek."

Pelukan Ata berhasil membuat Echa terdiam. Pelukan tulus pertama kali dari seorang Ata.

"Gue kangen lo, tolong jangan lepas dari gue lagi. Gue beneran takut. Maaf gue bukan batman atau superman yang bisa ngelindungin lo tapi gue superhero yang selalu datang diwaktu dan tempat yang tepat. "

"You're always in right time babe." Gemas Echa mencubit pipi Ata.

"Gue mandi bentar yak." Ata bangkit dari sofa menuju kamarnya.

Echa hanya mengganguk. Sesudah Ata menghilang, Echa justru terdorong utuk membereskan apartement Ata. Semuanya sudah beres namun satu yang belum, kertas-kertas coretan. Kertas-kertas itu seperti memanggil meminta untuk dibaca. Echa terhenti pada satu coretan.

Kapan mentari datang?

Sepercik kenangan selalu menghantui

Entah kapan waktunya

Mengusik batin, mengigit hati

Memusingkan otak

Rindu ini

Sudah 365 hari berputar di dalam benak

Berharap mentari segera tampak

Bersama engkau yang tak kunjung kembali

Nathara Arjuna-

**

Author Notes:

608 kata untuk part ini

Gimana dapet gak feel nya? Greget gimana gitu gak?

Kasih saran jangan lupa ya

Hope you like it:)

Say SomethingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang