Awalnya ia menganggap semua yang barusan terjadi adalah ingatan yang muncul ketika ia pingsan akibat ulah Asia, tapi kenyataannya berbeda dari dugaannya.
Freaze langsung menurunkan Asia dan memarahinya, "Kalau kau memang membenciku, lawan aku dengan cara jujur, jangan bermain kotor seperti tadi. Kau paham," menunjuk Asia, "Mana pekerjaan paruh waktu yang kuminta sesuai kesepakatan awal?"
"Kau ini ngomong apaan, sih?"
"Kau diam-diam entah bagaimana kau melakukannya tapi caramu cukup kotor membuatku pingsan dengan memanfaatkan situasi seperti ini, Gadis Aneh."
"Apa-apaan ini? Pingsan katamu? Kau terus menggendongku dari awal sampai sekarang bahkan sampai masuk kafe tadi, bodoh."
"Ah, apa ini cara licikmu yang lain?"
"Kau bener-benar keterlaluan," Asia berteriak namun tidak terlalu kencang, "Kau aneh, rambutmu putih perak, dan setelah kulihat tubuhmu sangat tinggi seperti anak SMA, aku juga melihat cahaya biru di kantung jaketmu, aku yakin usiamu bukan 12 tahun, 15-bukan- lebih dari 16 tahun," ia menambahkan, "Kau juga pikun. Jelas-jelas kau sudah mendapat kerja paruh waktu di kafe tadi," Asia melanjutkan, "Kau-kau ini sebenarnya siapa, Freaze?" Asia akhirnya diam setelah mengeluarkan semua keluh kesalnya, tapi ia tiba-tiba menangis dan berkata, "Apa yang kau mau sekarang?"
Perkataannya menjadi pukulan telak untuk Freaze. Ia terdiam sambil memikirkan apa yang dikatakan Asia dan kejadian yang dialaminya barusan itu. Yang ia tidak mengerti, bagaimana bisa kejadian abu-abu itu terjadi begitu saja dan kejadian yang sekarang terus berlanjut tanpa disadarinya. Ia benar-benar bingung.
Ia mulai menyadari kemungkinan kejadian beda waktu itu saling berhubungan. Saat Freaze melihat dirinya bekerja di sebuah kafe dan di kejadian yang sedang berlangsung ia mendapat kerja paruh waktu di kafe. Jika dugaannya benar, berarti rumah yang dilihatnya di kejadian abu-abu itu juga ada.
Ia sudah tidak sabar membuktikan dugaannya, tapi tidak secepat itu. Asia masih menangis sampai terisak-isak. Freaze hanya bisa diam dan melihatnya. Ia tidak tau harus berbuat apa. Bukan karena merasa bersalah, tapi ia merasa kasihan pada gadis itu, tentu rasa kasihan yang mengejek.
"Jadi, kau bisa melihat wujud asliku? Wah, berarti penyamaranku tidak berguna untukmu ya,"
Freaze berjongkok membelakangi Asia dan menepuk punggungnya sambil berkata ia harus memenuhi kesepakatan yang telah dibuatnya.
Gadis aneh itu tidak menghiraukan ucapan Freaze. Ia berhenti menangis dan berjalan mendahuluinya.
Freaze mengejar dan memaksanya naik ke punggungnya, bagaimanapun kasarnya dia. Sebuah janji-ya-janji yang harus ditepati.
Asia tidak bisa mengelak kuatnya lengan remaja pria itu. Ia dengan terpaksa mau digendong oleh anak yang dibencinya. Selama perjalanan ia terus membenamkan wajahnya ke tubuh si anak baru. Harus diakuinya, tubuh si anak baru sangat harum dengan wangi ... buah?
Freaze menanyakan alamat rumah Asia. Pastinya, gadis aneh itu bingung kenapa ia malah menanyakan alamatnya. Tanpa berpikir panjang Asia langsung memberitahunya karena ia tidak ingin bertemu lagi dengan si anak baru.
Sesampai di rumah Asia, di Jalan Lexiata I. Freaze menurunkan gadis itu dan terus melanjutkan perjalanannya tanpa meninggalkan sepatah katapun. Freaze mencoba mengingat-ingat jalan menuju rumah di kejadian abu-abu tadi.
Ia semakin jauh dari rumah Asia, dan jalan semakin ramai dengan penduduknya. Ia bisa melihat puncak pohon pinus di sebelah kanannya. Petanda ia semakin dekat dengan rumahnya. Freaze mengikuti arah puncak pohon pinus itu dan seketika kalung es peraknya mengeluarkan cahaya biru.
Freaze tidak tau apa yang terjadi dengan kalungnya, tapi cahayanya semakin terang dan ia melihat sebuah cahaya yang mirip dengan miliknya. Freaze yakin cahaya itu berasal dari rumah di kejadian abu-abu. Ia langsung menujunya.
Freaze terkejut, ia tidak menyangka rumah itu benar-benar ada begitu juga dengan dinding cahayanya. Ada satu hal yang membuatnya takut sekaligus bingung. Pada saat kejadian abu-abu itu tubuhnya terpental jauh saat menyentuh dinding cahaya, tapi bukan. Hal itu adalah cahaya dinding rumah ini sama dengan cahaya di rumah pohon hutan Lexiata dan begitu juga cahaya miliknya.
Entahlah semua kejadian hari ini membuatnya bingung. Ia langsung menuju dinding cahaya itu. Tidak peduli jika ia akan terpental lagi. Sudah di garis akhir, ia harus mengetahui rumah siapa sebenarnya ini.
Kalung es peraknya berhenti mengeluarkan cahaya. Perlahan menyentuh dinding cahaya dengan satu jarinya hingga ia berhasil memasukinya tanpa terpental lagi. Rumah ini terlihat begitu sederhana dengan satu lantai. Ia menuju pintu, tapi sialnya terkunci.
Ia tertawa mengejek, "Wajar jika terkunci, bukan? Rumah ini belum tentu ada hubungannya denganku."
Sekuat apapun ia mencoba membuka pintu itu mulai dari mendobraknya, menendangnya sampai merusak dengan pisau belati es peraknya, pintu itu tetap tidak terbuka.
Terlintas ide iseng di pikirannya. Ia melepaskan kalung es perak yang memiliki charm dengan bahan sama. Kemudian memasukkan charm kalungnya ke lubang pintu dan memutarnya. Suara klik terdengar setelahnya.
Ia terkejut sambil tertawa tidak percaya. Ia membuka pintu itu matanya terbelalak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Breath of Odd Tree for The Blue Mist
FantasiFreaze Ivander, usianya baru 16 tahun tapi ia sudah mendapat status menjadi seorang mantan narapidana kelas berat sekaligus mantan pemimpin kota Velone. Keangkuhan dan rasa dengki hatinya membawanya ke kota Lexiata untuk mengambil kembali tahtanya...