Prolog

514 13 3
                                    

LANGKAH kecil kali ini membawa diriku menyusuri jalan setapak pada pinggiran sungai Han. Pemandangan damainya perairan, berpadu semilir sang angin yang sesekali menerpa adalah camilan manis sore hari. Semangkuk kecil es krim stoberi berada dalam genggamanku, siap disantap guna menambah lengkap kegiatan ringan sekarang.

"Apa yang kau lamunkan?" Seorang pria berwajah tampan menginterupsi pikiranku, sedikit berhati-hati saat melingkarkan tangan kekarnya di pundakku-takut menjatuhkan es krim yang sedang kupegang.

Kusodorkan sesendok es krim untuk lelaki bernama lahir Kim Min Gyu, mengabaikan pertanyaan tadi. Kepala Min Gyu yang terangguk jadi tanda setuju, lantas bibir favoritku terbuka. Kening Min Gyu berkerut, setelah mengecap rasa kecut serta manis oleh stoberi yang khas.

"Kau suka?"

"Ini enak."

"Mau lagi?" Kembali kusodorkan sesendok es krim, Min Gyu mengangguk antusias.

"Beli sendiri!" Es krim yang kutawarkan untuk si pria, kulahap sendiri. Min Gyu mendesis, memandangku dengan mata yang menyipit. Tawa renyah pemuda yang terikat secara istimewa olehku itu lolos, membiarkan kedua gigi taring kesukaanku terekspos. Beralih mendekap lebih erat, melancarkan kecupan di pipiku berkali-kali.

"Awas saja kau, Nona Kim!"

Nona Kim? Kucubit gemas tangan kekarnya yang membalut tubuhku. "Margaku masih Lim ... jangan menggantinya!"

Min Gyu mencibir, bibirnya Mengerucut tanda kesal, memasang wajah marah ke arahku. Namun, yang terjadi justru membuat lucu wajah dewasa sang pemuda Kim. Cukup mengundang gelak tawaku, semakin menambah tekuk kesal wajahnya. "Jangan tertawa!" Tangan nakal Min Gyu membalas lewat acakan asal pada rambutku.

"Jangan rambutku!"

si pria tertawa menang, beberapa saat setelah gerutu sebal meluncur dariku. Detik berikutnya, suara angin serta lembut aliran sungai lebih sering mengisi kekosongan. Kami membungkam, lebih teralih pada lintasan pikiran yang meminta diperhatikan. Min Gyu lebih dulu menarikku guna saling memandang, lekuk senyum tipis terlukis pada bibir. Membuat bibirku mengakses tiruan secara otomatis. Tak banyak kata, tiada ucapan hanya kasih yang tersirat pada iris kelam Min Gyu. Berakhir dengan kekehan tanpa alasan dari kami. Menertawakan sesuatu yang tidak diketahui pasti ...

... namun terasa begitu menyenangkan.



◇◆◇



Mentari tergelincir pada sudut barat, memilih beristirahat setelah seharian tersenyum demi para manusia. Senja menyerahkan tugas kepada kelam sang malam. Langit jingga yang memayungi sore tadi, bertukar posisi menjadi lautan hitam bertabur gemerlap si bintang. Han river berada di bawahku saat ini, masih tenang seperti tadi. Tenangnya mampu memantulkan benda langit dengan sempurna, bagai cermin beserta efek semunya.

Semu terlihat sama, memantulkan secara baik seolah menipu mata yang terlampau jatuh. Sempurna memuaskan indera penglihat, namun menyakiti si perasa. Layaknya memberi kesempatan pada sesuatu yang tidaklah dapat digapai. Kekeh kecil dariku mengakhiri pikiran konyol, yang memaksa otak bekerja lebih keras barusan. Embus napas pelan menguar, membiarkan uap tipis keluar dari bibir. Menggambarkan suhu rendah malam ini secara jelas.

Retina beralih ke arah sosok Kim Min Gyu, yang berdiri beberapa meter dariku, sibuk oleh panggilan penting menurutnya. Tidak terlalu menjadi masalah untukku, lagi pula dia memang selalu sibuk belakangan. Seharian bersamaku saja, sudahlah cukup bagiku-mengingat pekerjaan Min Gyu yang menumpuk.

STIGMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang