PANDANGAN seolah memaku jalanan oleh cemas yang tersirat. Mencuri pandang dengan cara yang sama pada Min Gyu di sisiku. Kedua retina pria itu enggan teralih dari kemudi barang sedetik. Aku tahu, khawatir yang Min Gyu rasakan jauh lebih banyak, di banding cemasku pada sosok pria bermarga Kim itu. Gurat khawatir, marah, dan lainnya, bercampur secara jelas dalam air muka Min Gyu. Belum lagi, kecepatan kendaraan ini tak lagi berada dalam batas wajar.
Setelah Miki menelepon tadi, umpatan kecil Min Gyu layangkan lantas diam sampai sekarang. Bibirnya terkatup rapat, membuatku enggan bertanya-tak mau memecah fokus kemudinya pula. Dalam sunyi aku hanya berharap, agar tidak ada hal buruk yang terjadi. Tidak ada yang berharap hari manis seperti sekarang, berakhir buruk, 'kan?
"Aku membuatmu takut, ya?" Akhirnya, suara berat Min Gyu memecah suasana. Irisnya melirikku untuk beberapa saat, membuatku sedikit terkejut, kemudian mencoba memasang senyuman terbaik.
Sekenanya aku menjawab, "sedikit."
"Maaf, ya," ucapnya.
Laju mobil melambat, berbelok pelan ke sebuah gang sempit, belakang pertokoan. Berhenti sempurna tepat di hadapan mobil lain, yang sudah tak asing bagiku. Min Gyu tak banyak bicara lagi, ia mematikan mesin lalu beranjak keluar. Aku mengekorinya dari belakang, berjalan sedikit lebih cepat guna menyamai langkah Min Gyu. Pintu depan Audi keluaran terbaru kepunyaan si pria Tuan, terbuka dan Min Gyu menghentikan langkah.
Embusan napas kencang dari Min Gyu, serta senyuman tipis yang merekah di bibir memberi isyarat, bahwa semua baik-baik saja. Tidak lama setelahnya, sosok lelaki yang kukenal muncul dari balik mobil, diekori satu anak perempuan keturunan Jepang. Tak ada luka berarti secara fisik, bahkan Mark kelewat biasa saja. Berbanding terbalik dengan Miki, wajahnya pucat pasi tanpa ada ekspresi.
"Ayo pulang, ini sudah larut, akan lebih membahayakan jika kita tetap di sini." Mark memecah sunyi yang sempat menyelimuti.
Min Gyu mengangguk, "Mark Hyung benar, ayo pulang. Aku akan mengantar Miki dulu, baru kau." Ia memberiku isyarat tangan agar kembali masuk ke dalam mobil.
Mark menyela, "aku akan mengantar Jeolla pulang."
Kurasa, Mark memang berbakat memecah suasana, pula membekukan keadaan. Min Gyu menatap si sumber dalam diam, seperti meminta alasan kuat-sebelum aku menolakmu mentah-mentah.
"Rumahku dan Jeolla satu arah, kami semua lelah, Gyu kautahu itu. Pulanglah, aku akan mengantar Jeolla, jika dia mau." Pernyataan panjang Mark, diakhiri dua tumbuk tatapan oleh dirinya dan juga Min Gyu. Cukup kuat mendorong benakku untuk menyetujuinya. Terutama fakta tentang iris sayu Min Gyu, yang memberitahu bahwa sang empunya lelah. Ditambah Miki yang sedari tadi hanya diam memperhatikan dengan lesu, tak peduli atau mungkin pasrah.
"Itu merepotkanmu, Hyung." Min Gyu menolak.
"Mark benar, Gyu. Pikirkan Miki, dia baru saja mengalami penerbangan panjang, 'kan?" Hela napasku lolos, satu langkah pendek membawa raga pada Min Gyu. Tangan terulur guna mengusap wajah tegas pria itu. "Mark akan mengantarku, bawalah Miki pulang, ya?"
Sebagian diriku berharap agar dia menyetujuinya, karena aku sangat tahu bagaimana Min Gyu berusaha menyenangkanku seharian. Namun, sebagian lainnya meminta agar tetap bersama Min Gyu, bersama Mark bukanlah sesuatu yang menyenangkan.
Min Gyu diam, sesekali manik cokelat itu memandangi adik sepupunya yang membeku bak boneka porselin. Desahan berat meluncur dari bibir Min Gyu. Tangan kekar miliknya, mengusap puncak kepalaku, disematkannya satu kecup singkat di sana. Pandang kami beradu, bibir Min Gyu berucap kemudian, "maaf, aku tidak bisa mengantarmu, Jeolla."
Senyuman simpul terlukis pada bibir, sambil berujar, "jangan khawatir, pulanglah dengan selamat, Gyu" Ia terangguk dengan singgung tipis terbentuk di bibirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
STIGMA
FanfictionKepingan masa lampau bagai tali pengikat, yang dengan sukarela membelenggu tiap-tiap ciptaan nyata. Membutakan, kadang pula menghancurkan. Mengikis lapisan dalam diri yang mencoba lepas darinya. Terikat secara kuat dalam stigma, yang membentuk luban...