Sepanjang koridor menuju lapangan utama sekolah, Alif, lelaki itu terus berlari dan sekali-kali kepalanya menoleh ke belakang dengan tertawa kecil seperti meledek seorang perempuan yang sedang berlari—mengejarnya. Semua warga sekolah sudah tau siapa Alif dan siapa perempuan yang sedang mengejarnya itu. Alif akan selalu seperti ini, mengerjai, meledek, dan membuat wakil osis itu emosi.
Perempuan berambut sepunggung itu sudah kelelahan mengejar Alif. Sudah kalah telak pastinya. Tenaga lelaki sama perempuan dan yang sudah pasti menang lelaki yang fisiknya jauh lebih kuat daripada perempuan. Wajahnya memerah ia kelelahan, atau mungkin bisa jadi perempuan itu sedang menahan emosinya sehingga membuat wajahnya jadi memerah seperti itu.
Mata perempuan itu tidak lepas dari buku bersampul cokelat yang Alif bawa berlari-lari. Matanya seperti memincing ke arah buku itu dan Alif sepertinya memang sengaja memancingnya.
"Ambil, nih buku lo!" Teriak Alif sambil melambaikan buku milik Caca. Alif sempat terhenti hanya untuk meledek Caca yang sedang berhenti sejenak. Tenaganya sudah terkuras habis. Bayangkan saja dari lantai tiga di bawa lari menuruni anak tangga sampai ke lantai satu, lalu di bawa menuju koridor utama.
"Tapi kalau bisa!" Lanjutnya sambil tertawa, tentu saja Caca tidak bisa tinggal diam. Dia kembali berlari mengejar Alif dan Alif sengaja tidak berlari karena dia tau kalau perempuan itu sudah tidak sanggup lagi mengejarnya.
"Lambat lo! Kaya siput!" Ejek Alif dan saat Caca menambah kecepatan larinya Alif pun hanya mengangkat satu alisnya.
"Kuat juga nih cewek," gumam Alif pelan sambil tersenyum miring.
Semua mata siswa yang duduk di koridor kelas sepuluh hanya bisa melihat kejadian ini yang sudah sering terjadi. Dan mereka tidak akan terkejut lagi.
"Sialan lo, Lif!" Maki Caca yang masih terus mengejar Alif yang kini sudah berlari kembali.
"Balikin buku gue woy!" Caca berteriak seperti berada di hutan saja. Napasnya juga mulai tersenggal-senggal mungkin kalau bisa Caca akan merequest di pesankan satu tabung oksigen.
Atau tidak satu cowok ganteng yang siap bersedia memberinya napas buatan jika, napasnya sudah habis."Ah, anjing lo Lif!" Caci Caca pelan dan terus mengejar Alif yang kini malah naik ke atas sisi kolam ikan berukuran kecil di pinggir lapangan.
Alif berdiri sambil menggoyangkan buku milik Caca dan berteriak memanggil Caca.
"Sini ambil buku lo!!"
Tiba-tiba saja ada seseorang yang memanggil namanya membuat lelaki itu dengan spontan menoleh ke asal suara tersebut.
"Aliff!!"
Plung
Great!
Buku itu tercebur ke kolam. Caca yang melihat bukunya tercebur ke kolam sempat kaget tidak jauh beda juga dengan Alif yang sama kaget saat buku Caca tercebur ke kolam. Perempuan itu tambah emosi dan dengan langkah yang menghentakkan, perempuan itu menghampiri Alif. Kalau dalam film-film fantasi mungkin sekarang tubuh Caca sudah mengeluarkan kobaran api yang merah menyala dan panas.
"Yah, si anjing acigala manggil lagi! Jadi nyemplung kan tuh buku orang!" Gerutu Alif.
Alif loncat dari atas kolam saat Caca sudah ada di dekatnya dengan cengirang khas plus wajah pura-pura polosnya tentu saja membuat darah Caca mendidih.
"Aliff!!" Geram Caca membuat Alif mengerutkan keningnya.
"Kenapa Ca?" pertanyaan polos yang Alif lontarkan membuat Caca mengepalkan tangannya di udara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alca [Pending]
Teen FictionI love you, but, She's did't love me. Copyright 2017, itsbilja