Bab 3

16 4 0
                                    

Untuk pagi hari ini Errol melihat wajah sepupunya yang cukup berseri. Biasanya, wajah perempuan itu akan kusut seperti benang layangan yang berbelit-belit, tapi kali ini wajah sepupunya itu terlihat bahagia dan senyuman yang hanya di mengerti oleh Errol saja membuat lelaki itu menautkan alisnya. Bingung.

"Tumben lo?" Caca yang mendengar pertanyaan itu langsung menaiki satu alisnya dan sedikit senyuman yang tadi bahagia jadi kikuk.

Errol cuek, tidak ingin bertanya ia lebih memilih melanjutkan membacanya dengan lagu yang sudah tersambung dari headset yang ia sambungkan ke ponselnya.

Caca langsung menaruh ranselnya ke meja dan duduk di sebelah Errol. Ia sebenarnya masih penasaran dengan pertanyaan Errol barusan.

Satu lengan ranselnya ia selipkan ke belakang kursi dan menaruh buku yang Alif kasih di atas meja, membuat perhatian Errol jatuh ke buku bersampul cokelat itu dengan nama yang membuat Errol berspekulasi.

Muahammad Shadan.

"Buku Shadan kenapa ada di elo, Ca?" Caca lsngsung berdehem sebahai jawaban otomatis dari pertanyaan tiba-tiba dari Errol.

Errol menunjuk buku Shadan dengan lirikan mata. "Ohh," jawab Caca dengan senyum tipis.

Errol menunggu jawaban dari Caca seperti menunggu jawaban calon pacar.

"Buku gue kan yang kemarin di cemplunggin sama Alif, tuh, nah, terus tadi tuh, si kunyuk dateng ke gue, gue kira dia mau ngajakin gue berantem lagi," Errol hanya menjadi pendengar setia. "Eh, tau-taunya dia dateng ke gue ngasih bukunya Shadan, katanya sih, dia minta maaf sama gue,"

"Terus lo percaya Alif minta maaf sama lo beneran?" Caca mengedikkan bahunya tidak tahu.

"Ya, elo tahu kan Alif kaya gimana? Hari ini bisa aja dia bilang maaf sama gue, palingan juga nanti bikin masalah lagi sama gue," Errol hanya mengangguk mengerti.

"Eh, tapi ya," kini posisi Caca sudah berubah, kini tubuhnya sedikit menyerong ke kiri, menghadap ke sosok Errol yang sedang sibuk dengan novel klasiknya.

"Hem,"

"Tapi, kenapa bukan Shadan nya aja yang langsung kasih ke gue? Kenapa harus si biang kerok itu?" Tanya Caca pada Errol.

Errol yang mendengar sempat menatap Caca dengam datang lalu kembali menatap buku sambil mengedikkan bahunya.

Caca membenarkan posisinya jadi menghadap ke papam tulis menaruh perhatiannya lurus ke arah pintu masuk dengan sebuah gumaman.

"Aneh,"

Ia menopang wajahnya dengan tangan, meja yang menjadi sanggahan siku tangannya. Errol menatap Caca dari samping yang seperti sedang berpikir dan Errol hanya bisa menatap perempuan itu dengan hati yang menerka-nerka.

Tidak lama kemudian guru jam pembelajaran pertama memasuki kelas, Errol memasuki novelnya ke kolong meja dan Caca sudah tersadar. Errol menatap sekeliling kelasnya sebelum akhirnya ia menyiapkan kelas.

"Siap!" Ia memberi jeda.

"Memberi salam!"

Semua serentak mengucap salam dengan semangat kecuali perempuan di sampingnya.

"Selamat pagi, Bu!"

Dan Errol menatapnya bingung dengan perubahan perempuan di sampingnya ini. Tadi ia bersemangat, lalu sekarang ia seperti kehilangan semangatnya.

《 A l c a 》

Errol sudah terlebih dahulu di kantin, ia sedang menunggu Caca dengan siomay yang sudah tidak hangat lagi, dengan batagor miliknya sudah ludes hanya tertinggal bumbu kacangnya saja.

Alca [Pending]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang