BAB 2

83 12 2
                                    

"Pagi yang cerah, tapi tak secerah perasaanku."

[]

Kuamati terus raut wajahmu, tampak lebih gelisah dari biasanya. Hingga tanpa kau sadari bunga yang ada digenggamanmu menjadi korbannya. Sedangkan aku, seperti biasa. Harus menjadi orang yang munafik di depanmu, yang berpura-pura menyemangatimu dan menenangkanmu. Padahal diri ini ingin menangis, rasanya begitu sakit. Kau yang sudah menggenggam hatiku terlalu kuat, hingga tanpa kau sadari kau menghancurkannya.

"Kamu tenang aja, semua akan baik-baik aja," ujarku berusaha menenangkannya.

"Semoga aja."

Jika saja kali ini kau sedang gelisah, maka perlu kamu tau. Aku lebih gelisah lagi. Jika saja waktu bisa diputar, mungkin aku ingin meloncati hari ini. Memang hari ini matahari lebih berbaik hati, karena ia bersinar begitu terang. Tapi sayangnya perasaanku tidak secerah cahaya dipagi hari ini. Aku hanya menunggu waktu, waktu dimana aku akan hancur sehancurnya. Aku tak bisa harus berpura-pura seperti ini, ada kalanya aku akan menyerah dengan keadaan. Keadaan yang memaksakanku untuk menjadi seseorang yang kuat. Dan hari ini lebih tepatnya, mungkin aku akan mengakhiri masaku menjadi orang yang sok kuat.

[]

Aku pikir aku akan hancur sekarang, tapi sepertinya keadaan membuatku untuk tetap kuat. Karena saat ini bukan aku yang hancur, tapi kamu. Aku sempat tidak menyangka sebelumnya, tapi apalah daya. Memang kata itulah yang keluar dari mulut Adin; perempuan beruntung yang sudah masuk terlebih dahulu dihatimu.

"Kalian tau rian, nggak?" tanyaku kepada beberapa anak yang melintas di depanku.

"Aku juga enggak tau, Den."

Aku terus mencari-cari keberadaanmu. Mungkin kejadian tadi akan membuatmu jatuh sejatuhnya, aku hanya tidak tega melihatmu yang terlihat begitu lemah tadi. Apakah aku salah jika aku bahagia saat ini, disaat orang yang aku cinta merasakan patah hati. Aku antara bahagia dan juga sedih ketika melihatmu begitu kecewa. Aku pikir saat ini akulah yang ada diposisimu, tapi kenyataannya kamulah yang merasakan apa yang kupikir akanku rasakan. Terkadang apa yang kita duga tidak seperti kenyataan. Aku tidak pernah berpikir jika kamu akan ditolak olehnya, mengingat kemarin baru saja dia curhat kepadaku jika ia juga memiliki perasaan yang sama denganmu. Lalu mengapa hari ini dia menolakmu, semua itu tidak masuk akal bagiku.

"Rian.."panggilku lirih.

"Ngapain kamu kesini? Aku lagi ingin sendiri," usirnya halus. Tapi sayangnya aku tidak ingin pergi dari tempat ini, membiarkanmu sendirian dalam kegelapan. Aku hanya ingin menjadi cahaya saat dirimu berada di kegelapan, menjadi sandaran ketika dirimu runtuh, serta menjadi tangan yang membantumu bangkit. Tapi, akankah kamu menerima itu?

"Mungkin dia memang bukan yang terbaik untukmu," ucapku lalu ikut duduk disebelahnya.

"Kamu tidak tahu apa-apa, jadi jangan bicara."

Kudengar kalimat itu, berusaha memahaminya. Memang aku tidak tahu apa-apa tentang ini, karena sejujurnya akupun masih bingung dengan rencana Tuhan kali ini. Apa ini artinya Tuhan masih memberiku kesempatan untuk memperjuangkan rasa ini, atau justru Tuhan memiliki rencana lain?

"Aku emang nggak tahu apa-apa. Aku disini cuma mau menenangkan, dan mengingatkan. Enggak selamanya cinta itu harus memiliki, cinta itu tentang seberapa besar pengorbanan kamu selama ini."

C U R S E

CurseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang