1

13 7 4
                                    

ANGIN yang berhembus cukup kencang tidak membuat gadis dengan potongan rambut sebahu berpindah dari tempatnya. Deburan ombak menghiasi sunyinya malam—mencoba menemani sang gadis yang sedang menatap rembulan di hadapannya.

Tangan gadis itu terangkat, dalam genggamannya ada sebuah liontin berwarna perak dengan bandul berbentuk bintang. Gadis itu membalik bandul tersebut, matanya menatap sendu pada sebuah ukiran kecil dengan inisial "R". Jari mungilnya menyentuh ukiran tersebut, tanpa sadar air mata sudah menggenang di pelupuk matanya.

Sesak yang menhimpit dadanya membuat dirinya berulang kali menghela nafas, mencoba untuk menghilangkan rasa sakit tak kasat mata yang membuat dirinya menderita.

"Harusnya, kamu nggak ninggalin aku seperti ini, Raf," lirihnya pelan.

Isak tangin pun mulai terdengar, gadis itu mendongak—matanya terpejam seiring dengan air mata yang mulai membasahi pipi tembamnya.

Tanpa gadis itu sadari, seseorang tengah berdiri di belakangnya dengan tatapan lurus. Namun ada satu yang tidak terlihat dari tatapan itu jika hanya dilihat sekilas. Ada tatapan rindu yang terbesit pada mata cokelat itu.

***

Pagi ini SMAN 7 Jakarta digemparkan oleh kabar dari salah satu siswi yang di-DO (*drop out) dari sekolah karena ketahuan tengah mengandung selama 5 bulan. Kabar itu pun dengan cepat tersebar ke seluruh sekolah. Terutama di kelas XI IPA 2—karena siwsi yang di keluarkan secara tidak hormat itu berasal dari kelas tersebut.

"Gila, gue nggak nyangka banget kalau Veronica bisa ngelakuin hal kayak gitu," ujar seorang gadis berambut panjang menyentuh punggung. Di sebelahnya, gadis dengan potongan rambut sebahu hanya melirik sekilas dan kembali sibuk dengan novel fiksi yang berada di hadapannya.

"Ken, lo kenapa diam aja?"

Yang ditanya pun kembali memalingkan pandangannya dari novel fiksi tersebut, menatap pada sahabatnya, Fani, yang memandangnya heran. "Terus gue harus gimana?" tanyanya.

Fani yang mendengar pertanyaan Kenya mendengus. "Ya seenggaknya... lo kasih saran ke kita-kita, gimana caranya biar nama kelas kita ini bersih dari kabar beritanya Vero," ucap Fani yang sedikit kesal karena "ketidak pedulian"nya sifat Kenya.

"Selagi dia nggak membuat nama baik gue berubah jadi buruk, gue nggak akan peduli. Lagian kan cuma nama kelas aja yang jelek, nanti juga bersih sendiri," jawab Kenya singkat dan sedikit "nyelekit" bagi Fani yang mendengarnya.

Fani yang baru aja pengin menjawab, langsung dipotong oleh Rina. "Fann..." ingatnya pelan. Akhirnya Fani hanya bisa menghela nafasnya dan berhenti berbicara, sedang Kenya kembali membaca novel fiksinya dengan tenang.

Kenya memang dikenal sebagai gadis yang tidak pernah peduli dengan apapun di sekolah ini. Gadis itu seperti seorang manusia yang tidak memiliki perasaan, hanya terfokus pada hal yang menurutnya tidak memerlukan rasa pedulinya atau apapun.

Sebagai seorang sahabat, Fani dan Rina sering kali mengingatkan Kenya untuk tidak bersikap seperti itu, namun apa daya jika omongan mereka hanya dianggap angin lalu oleh gadis itu. Jadi mau tidak mau, mereka berdua hanya bisa membiarkan sikap "abadi" Kenya menetap pada diri gadis itu.

Bel tanda masuk akhirnya berbunyi, Kenya menutup novel fiksinya dan memasukannya ke dalam tas. Sebelumnya, gadis itu sempat melirik pada Fani yang sedang memasang wajah cemberut kepada dirinya. Tapi, Kenya hanya menatapnya sebentar sebelum akhirnya mengeluarkan buku pelajarannya. Disusul oleh masuknya Pak Ramzi, guru Bahasa Inggris yang menjadi pelajaran pertama mereka.

Sedangkan Fani hanya bisa mendesah pasrah melihat Kenya yang tidak peduli terhadapnya.

***

Bel tanda berakhirnya kegiatan belajar pun berbunyi keras. Beberapa murid dalam kelas XI IPA 2 bersorak cukup kencang karena pelajaran telah berakhir dan waktunya mereka untuk kembali ke rumah masing-masing.

The AttentionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang