PERTAMA
Aku naif. Terlalu naif diusiaku yang menginjak dua puluh tahun. Aku jatuh cinta dan tergila-gila.
Rasanya sangat sulit mengabaikan seseorang yang menaruh perhatian lebih kepadamu, disaat tak banyak orang yang peduli kepadamu.
Jadi, saat Mas Pras hadir dalam keseharianku, yang aku tau hanya tentang keinginanku bersamanya.
Aku mengaguminya sejak aku lulus dari bangku SMA. Saat itu Mas Pras masih menempuh pendidikan D3-nya di salah satu Sekolah Tinggi Komputer.
Dia biasa saja. Bukan dari keluarga kaya raya atau bahkan tampan. Dia terlalu biasa. Kuliahpun karena beasiswa.
Yang anehnya, aku mencintai dia sepenuh hati. Tak pernah menuntut. Hanya jatuh cinta begitu saja, dengan mudahnya.Aku masih terlalu muda saat sering mencoba menghubunginya via telpon atau pesan singkat, yang hanya ditanggapinya dengan biasa saja.
Egoku terluka, jujur saja. Belum ada yang mengabaikanku sedemikian rupa hanya karena alasan sibuk dengan tugas kuliah.
Dan waktu mulai berlalu. Meninggalkan namanya dalam tumpukan memori. Dan setelah mengenalnya, aku tak cukup sampai hati menaruh harap pada lelaki lain.
Sudah hampir tiga tahun lamanya kami tak bertemu. Jangankan untuk bertemu, aku bahkan sudah lama menghapus namanya dari daftar kontak ponselku. Mengganti nomer ponselku dengan nomer baru hanya untuk menghindarinya.
Bukan karena ia tak baik.
Tapi karena ia terlalu sulit kujangkau.Meskipun ia terlalu sering beralasan sibuk, dahulu ia yang kukenal adalah ia yang saat memiliki waktu luang akan mengirimiku pesan singkat. Yang menggelikannya, pesan singkat darinya saja mampu membuat jantungku berdegup kencang.
Aku berdebar untuknya. Aku tau itu.
Namun sayangnya, aku harus memendam perasaanku lebih jauh. Bukan waktu yang tepat untuk jatuh cinta kepadanya, di saat ada wanita lain dari masa lalunya yang datang menghampiri.
Cinta semasa SMA, begitu katanya.
Aku sakit, cukup terluka mengetahui ada wanita lain. Terkadang lucu mendapati diriku merasa demikian disaat tak ada apapun yang terjalin di antara aku dan Mas Pras.
Jadi saat kuputuskan untuk menghilang dari kehidupannya selama nyaris tiga tahun, kupikir akan cukup ampuh untuk melupakannya.
Lalu aku mulai menggila karena rindu. Padahal ada lelaki lain di sisiku.
Kak Alfi, dia mencintaiku. Teramat sangat. Sampai kadang terlalu menyakitkan untukku menganggap bahwa ia bukan sesuatu yang berpengaruh dalam hidupku.
Sebanyak apapun ia mengucapkan cinta, memberi dan apapun yang berusaha ia tunjukan untuk membuatku bahagia, sebanyak itu pula aku hanya menyambutnya dengan senyuman. Terlalu berat untukku, untuk sekedar membalas kata cintanya disaat hatiku tak benar-benar bersamanya.
"Aku ganteng, kan?" katanya suatu pagi saat sedang bercermin sembari menyalur rambutnya yang tak terlalu panjang.
Aku terkekeh, masih terlalu sibuk menyiapkan sarapan untuk kami sebelum ia berangkat bekerja.
"Ayolah, sesekali puji aku. Buat aku bahagia dengan kejujuranmu."
Seketika aku tertawa mendengar kalimatnya, dia memang selalu percaya diri. Bukan hal yang aneh, mengingat banyak orang mengatakan bahwa ia adalah tipikal cowok keren dan macho.
Tubuhnya tinggi menjulang, perawakan badannya cukup besar dengan otot-otot yang sempurna. Ditunjang dengan kulit khas indonesianya yang eksotis. Yep, Kak Alfi berkulit kecoklatan yang selalu dikaitkan dengan kata macho dan gagah oleh teman-temanku.
KAMU SEDANG MEMBACA
(Not) Perfect
Romance#Chicklit #Romance #Keluarga Berceritakan tentang gadis awal usia 20 tahun bernama Luna Anastasha. Tentang keluarga, cinta, dan patah hati yang dirasakannya. Seorang gadis yang tidak diinginkan, yang merasa bahwa hidupnya telah begitu buruk dan tak...