1:Aku Luna

73 6 3
                                    

Tidak ada waktu seindah matahari tenggelam saat senja. Saat itu ada pelajaran hidup yang berharga, bahwa setiap yang dimulai  juga akan diakhiri.

       Cahaya perlahan hilang mengekori sang bola besar. Aku Luna yang selalu menemani senja di pinggir pantai. Menikmati alam yang sedang berbicara. Kicau burung terdengar merdu tenangkan senja. Ombak yang tanpa henti menerjang karang yang ku duduki. Semilir angin membelai lembut rambut panjangku juga menerjang tubuhku, hingga terasa dingin. Nyiur melambai memanggil bulan juga bintang. Sepi sekali, hanya aku sendiri disini di atas karang. Diam, menikmati senja,sedang memikirkan banyak hal. Seperti ini adalah kebiasaanku sejak kecil. Aku sangat suka sunset. Kedua orang tuaku tidak keberatan mengenai hal ini. Aku Luna, usiaku 15 tahun bulan depan.  aku menyukai sunset. Ada banyak hal yang aku simpan sendiri. Setiap aku diam menikmati sunset, ada yang terjadi. aku mampu berbicara dengan alam. Saat matahari sempurna menghilang. Baru aku beranjak pulang dan berkata. "Wahai matahari terbitlah besok membawa mimpiku."
     
      Rumahku tidak jauh dari pantai, hanya sekitar 100 meter. Rumahku
jauh dari rumah-rumah penduduk lainnya. Rumahku nyaman, sejuk, juga bersih. Di sekeliling terdapat taman yang dipenuhi bunga warna-warni, kebanyakan bunga anggrek. Mamaku yang merawat bunga tersebut. Di samping rumah ada lapangan basket tempatku bermain basket bersama kakak atau papa. Aku pulang dari pantai naik sepada gunungku yang berwarna putih. Aku mengayuh sepeda memikirkan kejadian tadi pagi. Masih mengiang dikepalaku. Tanpa sadar aku melewati batu kecil yang membuatku jatuh dari sepeda. Lututku terluka dan berdarah. Tapi untungnya sepedaku tidak lecet. Aku tetap diam tidak berbicara ataupun mengeluh. Hanya sedikit menggerang sakit. Aku kembali mengayuh sepeda melewati jalan setapak yang telah gelap dan sepi. Hanya ada beberapa lampu yang menerangi.
      
       Sampai rumah, rumah masih gelap belum ada yang hidupkan lampunya. Itu berarti Papa, Mama, dan kakak belum pulang dari kota. Mereka ke kota karena nenek sedang sakit, dan aku disuruh tetap dirumah menjaga rumah. Awalnya aku yang ikut bukan kakak, tapi karena tadi terakhir PTS (Penilaian TengahSemester) Ganjil jadi aku harus tetap masuk sekolah. Awalnya aku sebal,tapi aku percaya apa yang Mama putuskan itu demi kebaikanku. "Sayangkan PTSnya kan tinggal satu hari selesai. Mama janji mama akan pulang bawa oleh-oleh untuk putri mama yang tercantik, "Ya, sayang. Jaga dirimu baik-baik selama kami pergi. Ingat jangan keluar rumah lewat jam 8 malam!" begitulah mama membujukku saat di bandara.
 

   Aku buka pintu yang masih terkunci. Lalu aku masuk menghidupkan lampu. Nampak Si Meong( kucing peliharaanku) telah tidur nyenyak di atas sofa ruang tamu. Mungkin dia kelelahan sehari ini aku ajak bermain. Setelah bersih-bersih badan, aku ke kamar. "Aduh!" lulaku baru terasa. Kemudian aku obati kaki ku.  "Hanya luka kecil gini kok perih ya," aku melangkah ke kursi kamar. Aku lihat diriku dari bayangan cermin.  "Aku sudah besar," ucapku lirih. Ponselku hanya tergeletak diatas meja. Aku sengaja tidak buka media sosialku. Karena aku tidak mau sakit dengan status- status mereka.
 
   Aku baringkan tubuhku yang lelah ini ke atas kasur. Aku tutup mata. Sekejap suasana menjadi amat  tenang. Hingga aku mampu mendengar suara daun bunga anggrekku bergerak tertiup angin.  Angin seperti berbicara, bahwa kejadian tadi pagi adalah hal yang terbaik untukku. Tapi bagaimana mungkin, aku dikhianati sahabatku itu yang terbaik. Bukankah setiap hari aku bersamanya, curhat dengannya, bercanda bersama. Namun sekejap berubah. Namanya Efa, dia yang membuat hubungan ku dengan sahabatku, Della, jadi berantakkan. Dia mengadu domba antara aku dan Della. Della tidak percaya, hingga dia memaki- maki aku di depan kelas. Aku malu. Tapi aku hanya diam, padahal semua yang Della percaya itu tidak benar.

       Della lebih percaya kepada Efa ketimbang sahabatnya sendiri. Efa memperlihatkan foto ku dengan Rio
(Cowok yang Della suka) saat kami sedang duduk di pinggir pantai. Rio melihatku sedang sendiri yang tenggah menikmati senja, lalu Rio menghampiriku. Padahal saat itu Rio sama sekali tidak berniat menikmati sunset denganku. Tapi, niat dia tanya-tanya tentang Della. Mereka saling mencintai, juga malu. Entah siapa yang berniat buruk hingga berani mengambil foto aku dan Rio.

"Aku fikir kamu sahabatku Lun, tapi apa? Kamu penghianat. Kamu tusuk aku dari belajang. Apakah aku pernah menghianati mu, Lun?" itulah kata-kata yang keluar dari mulut Della di depan kelas. Della menangis langsung pergi entah kemana sebelum aku sempat bicara.

Hei, aku salah. Seharusnya aku menghubungi Della. Dia salah paham. Aku raih ponselku. Aku kirim pesan ke semua media sosialnya. Namun hasilnya nihil. Aduh bagaimana ini. aku tidak mau hubungan sahabatan kami pecah hanya karna salah paham.

 Saat aku tengah pusing memikirlan masalahku. Pintu kamarku terbuka sendiri. Aku kaget. Reflek aku loncat ke kasur. Menutupi tubuhku dengan selimut. Setelah beberapa detik terdengar suara  Bi Inem. Dia memanggilku. Hah, aku kira apaan. aku buka selimut. Bi Inem melangkah mendekatiku.

       Bi Inem adalah pembantu rumah tangga di rumahku. Saat aku masih kecil, dia yang menolongku ketika aku tersesat di hutan saat hujan lebat. Aku pingsan saat Bi Inem mendekatiku saat itu. Tahu-tahu aku sudah ada di kamar ditemani mama. Mama tampak cemas. Berulang kali mama mengingatkan padaku agar tidak ke pantai saat mulai petang, tapi aku tidak pernah mendengarkan perkataan mama itu. Dari kejadian itu, mama meminta Bu inem bekerja di rumahku karena mama sering keluar kota. Mama sering menitipkanku kepada Bu Inem. Aku merasa sudah akrab dengannya, saat pertama kali menjumpai Bu Inem. Bu inem selalu ada ketika aku berada dalam masalah.

      "Bu Inem benar, aku butuh bantuan Rio. Hanya dia yang mampu jelaskan semuanya. Della pasti percaya," kataku penuh semangat. Kemudian aku raih ponsel ku. Aku WhatsApp Rio.

Rio aku butuh bantuanmu, aku send
Satu menit kemudian. Ada respon.

Ada apa? apa yang harus aku bantu? Rio mengirim balasan.

Kamu masih ingat satu minggu yang lalu, kamu menghampiriku di pinggir pantai saat sunset. Kemudian kamu tanya banyak soal Della.

Tentu masih inggat, Lun. Terus masalahnya apa?

Ada yang berniat merusak persahabatan aku dan Della. Efa memberikan foto kita saat itu kepada Della, plus Efa juga yang memfitnah aku.Tadi pagi Della marah padaku di depan kelas sambil menangis. Belum sempat aku berbicara dia pergi keluar kelas. Aku susul Della, tapi percuma tidak ketemu. Apa kamu mau membantuku memperbaiki persahabatan aku dan Della?

Pasti aku akan bantu. Besok aku akan temui Della, aku jelaska semua kejadian itu sekaligus aku berniat ingin menembaknya. Sekarang apa kamu mau membantuku?

Apa? Kamu mau menembak Della. Besok? Ternyata kamu punya keberanian menembak cewek,Ri. Setelah tiga bulan terakhir kamu tanya terus soal Della.Aku bantu bagaimana?

Besok kita ketemua di tempat biasa. Aku tunggu kamu jam 2 siang.

Oke siap.

       Aku menghempuskan napas lega. Della beruntung, dicintai oleh seorang cowok yang seperti Rio. Rio adalah temanku sejak kecil, jadi aku tahu bagaimana sifat Rio. Aku mulai menguap, sedangakan Bu Inem sudah lelap tertidur di sampingku. Aku lihat jam di ponselku. Waktu menunjukan pukul 19.35 WIB. Eh, ada pesan masuk. Dari mama.

Sayang, kayaknya mama dan papa tidak bisa pulang minggu-minggu ini. Nenek masuk rumah sakit. Doaka Nenek semoga cepat sembuh. Tapi kakak besok lusa pulang.

Dugaanku benar, mama tidak akan pulang hari ini. Aku sebanarnya ingin menjenguk nenek tapi bagaimana, aku harus tetap dirumah. Aku hanya bisa doakan nenek dari sini, rumahku. Beberapa menit kemudian aku sudah berada dalam mimpi yang kemarin belum selesai. Aku tidak tau aku berada dimana dalam mimpi itu. Seperti kerajaan. Tapi tidak di bumi.






Cie... digantungin😁

SunsetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang