Dendam Lama

3K 30 1
                                    

Surya menerangi seluruh peradaban yang maju itu. Sang raja memimpin adil. Ke elokan alam begitu memukau mata siapapun juga. Beberapa pendatang dari ujung lain dunia dan beberapa lagi diujung lainnya terpukau melihat betapa Sang raja yang melebihi ke angkeran raja – raja manapun dimuka bumi. Tata kota nya begitu kompleks, di beberapa bagian terdapat candi – candi yang menghadap ke timur, bangunan lain pusat pemerintahan terletak di samping jalan utama. Di candi utama tempat bersemayam Sang raja terlihat beberapa orang hilir mudik membawa sembahan berupa hasil bumi, tapi raut itu bukan karena keterpaksaan melainkan raut ikhlas dari setiap warga. Para pendatang asing itu terus berjalan hingga ke Candi utama. Kerajaan itu adalah kerajaan Hindu yang masih bertahan, padahal saudara dekat mereka beberapa telah berpindah ke agama Buddha, dan dibalik hutan lebat itu tengah dibangun sebuah Candi yang megah. Sang raja hanya diam di persemayamannya. Para pendatang itu tiba di muka Candi utama, beberapa patung prajurit garang menyambutnya dengan mata menyala. Mereka menaiki anak tangga hingga tiba di depan gerbang yang megah. Di dalam gerbang itu terdapat taman yang begitu luas, padang rumput yang tertata rapi di dalam sebuah tembok bata merah yang menjulang tinggi, di sisi lainnya nampak kolam dengan wanita – wanita cantik sedang mandi dengan kain yang bercorak aneh di mata para pendatang itu, aneh namun menakjubkan. Di tengah taman terdapat Candi yang begitu besar untuk satu orang di dalamnya. Pengawal pendatang itu memberhentikan mereka yang sedang terperangah dengan apa yang mereka lihat

“Tunggu disini” Dua pengawal bergada berjalan menunduk ke dalam candi, menunjukkan hormat mereka pada sang raja hingga tak tampak lagi di telan candi besar itu, hingga tak lama mereka keluar kembali.

Para pendatang itu digiring masuk ke dalam candi. Mereka takjub. Terperangah. Seketika berlutut memberi hormat. Sang raja, Rajasanagara telah bangun dari pertapaannya untuk menyambut mereka. Ia memiliki pesona yang tiada di dunia ini raja yang memilikinya, bahkan peradaban sumeria sekalipun. Di sampingnya berdiri angkuh Sang patih amangkubumi Gajah Mada. Guratan bekas perang menambah ke angkeran wajahnya walau kerut – kerut di wajah besarnya itu tampak terlihat, maklum saja ia telah menduduki posisi penting dalam kurun tiga pemerintahan berbeda,tapi  kekuatan sesungguhnya merupakan kekuatan terkuat sejagat ini. Sang raja mengisyaratkan pendatang untuk berdiri, di sekeliling mereka beberapa pekerja kerajaan sedang menyelesaikan beberapa patung dan relief untuk di pasang di beberapa pelosok kota. Tak lama berdatangan kaum paria membawa beberapa hasil bumi. Itu di sembahkan untuk tamu Sang raja. Mereka semua mulai berbincang mengenai struktur kota. Para pendatang merupakan menteri – menteri utusan kerajaan masing – masing.
“Bagaimana baginda bisa membuat kota semegah ini, kota ini bukan seperti dibuat oleh ras kita” Menteri Sumeria menyampaikan pesan yang di bawanya dari raja, dan beberapa pertanyaan. Mereka adalah bangsa yang takluk.

“Karena kasta kami merupakan kasta tertinggi, tidak ada alasan untuk bangsa kami tertindas bahkan untuk kaum Sudra. Itulah mengapa kota ini begitu megah”

“Tapi apa hubungannya kasta dengan kemegahan yang baginda buat ?” Menteri kerajaan Maya mencoba mencari arti kata – kata Sang raja yang begitu indah dilantunkan

“Karena sudah jelas bukan, Kasta dalam pemerintahan sangat penting mendukung kehidupan dan pembangunan. Pejuang dan Pekerja, mereka punya tugas masing – masing, hingga satu sama lain tidaklah harus bekerja tumpang tindih yang bisa menyebabkan kekuatan tidak tertular sepenuhnya. Selebihnya itu adalah urusan spiritual yang kalian tak akan dapat bayangkan”

Para pendatang lainnya yang ikut dalam iring – iringan mengangguk tanda mengerti arti ucapan Sang raja. Di ujung iring – iringan terdengar suara samar seorang pemuda bermata sipit dengan rambut hitam panjang, Ia dari suku Mongol. Musuh lama. Ia membawa pedang yang melengkung dengan warna kuning keemasan.

“Lalu bagaimana kalian hingga saat ini belum dapat menyatukan Nusantara”
Para pendatang menoleh pada pemuda Mongol yang berdiri di ambang pintu.

MajapahitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang