Putra Bayu dan Anjani lahir penuh berkah Siwa. Hadiah dari sang dewa yang datang melalui angin. Bidadari terbuang dari kayangan yang mendapat cinta tulus sang dewa yang menyamar. Karunia Siwa itu lahir sebagai ras kera. Mereka menamakannya Hanoman. Sang titisan dewa yang lahir di semenanjung india. Rupanya adalah kera putih yang perkasa. Tetapi sang Hanoman kecil tidak se – mengerikan itu. Ia seperti manusia yang agak abnormal dengan bagian mulut seperti struktur tulang mulut seekor kera. Ras yang begitu terhormat dalam agama hindu. Bahkan dalam ras ini terdapat kerajaan tersendiri. Sang raja ras kera itu adalah Sugriwa, dan pewaris tahta kerajaan Anggodo. Tetapi Hanoman ada di pihak dan lingkungan yang berbeda. Ia berada dalam lingkungan suci sang Siwa. Tetapi sebagai takdirnya, ia menjadi pelindung kerajaan Sugriwa, bersama dengan pewaris tahta Anggodo. Mereka adalah militer yang sangat kuat, di semenanjung India. Berdua menaklukan Tiongkok hingga diusir lagi oleh para pejuang Mongol yang pada akhirnya kembali terusir oleh Dinasti Tiongkok di masa damai berkat bantuan pasukan Bhayangkari Majapahit. Akan tetapi mereka berdua punya watak yang benar – benar berbeda. Anggodo adalah ras kera yang sangat kuat namun tidak dapat mengontrol emosinya. Ia menghancurkan desa hingga langit memerah seperti bulunya. Hanya sang kera putih Hanoman lah yang dapat menghentikan amukannya. Ia disegel di kuil Siwa jauh di dalam tanah. Dalam pertempuran sengit di gunung meru, Hanoman dengan gada emasnya menghantam badan kekar Anggodo yang begitu berapi – api. Semuanya hancur lebur oleh pertarungan itu, bahkan hentakan kaki Anggodo melenyapkan puncak gunung meru. Namun dengan ketangguhan cara bertarung Hanoman, Ia memenangkan pertarungan dengan memasukan Anggodo kedalam guci suci yang disegel dan ditanam di gunung meru. Walau pertarungan itu berakhir, tetapi ras kera hampir punah karena ulah Anggodo. Kasta Sudra tewas semua oleh Anggodo. Perkampungan mereka dihancurkan dengan senjata gada api besar miliknya. Hanya tinggal kaum brahmanalah yang tersisa. Para kaum ksatria juga tewas saat menghadang Anggodo. Sugriwa pada akhirnya memilih menyatukan ras kera dengan ras manusia. Ia tetap menjadi raja.
----------
Tiga pemuda itu saling mengayunkan pedangnya menghabisi musuh yang lebih besar badannya. Mereka semua memakai pakaian yang sama, kain merah yang dilapisi rompi besi. Sementara lawannya pasukan berkuda dengan pedang yang lebih besar ukurannya. Perang itu adalah perang antara pasukan Majapahit dengan pasukan Ranggalawe. Decitan pedang yang saling beradu terdengar hingga menembus lebatnya hutan Bromo. Sebuah savana yang luas kini berwarna merah dengan darah yang mengucur dari prajurit yang gugur. Tiga pemuda majapahit bertarung di garis depan dengan berani. Mereka adalah Prabu Hayam Wuruk, Rama dan Laksamana. Sementara disisi lain pertarungan itu, Sang Patih Gajah Mada mengejar Ranggalawe sang pemimpin pasukan. Prabu Hayam Wuruk memakai cadar merah menutupi mulutnya dan kain merah lain menutup kepalanya. Ia jadi tampak berbeda dengan prajurit lain Majapahit. Bersama dua temannya mereka menghabisi garis depan pasukan Ranggalawe. Pasukan Majapahit juga banyak berkurang. Banyak dari mereka yang gugur di savana suci Bromo dikaki gunung yang kerucut dan subur. Ketiga pemuda itu mengejar para pasukan berkuda yang melindungi pemimpin pasukan mereka hingga kedalam lebatnya hutan lereng Bromo. Diikuti prajurit Bhayangkari yang tersisa, mereka yang tersisa adalah para pemanah jitu, tetapi keahlian mereka tidak terlalu terpakai di hutan yang lebat ini. Harapan terakhir adalah tiga pemuda tanggung yang berlari di depan mereka. Sang patih yang mengejar Ranggalawe sudah tidak terlihat lagi, kuda – kuda yang di tunggangi prajurit Ranggalawe juga tidak terlihat, senja menyambut. Pasukan majapahit yang tersisa memutuskan untuk menghentikan pengejaran.
“Kalian para pemanah tentu sudah tahu apa yang harus kalian lakukan” Prabu Hayam Wuruk dengan kharismanya mengisyaratkan para pemanah untuk bersembunyi di semak dan atas pohon sekitar tiga pemuda pemimpin garis depan itu.
Mereka berjarak seratus meter dari tanah terbuka diantara pohon – pohon jati yang besar tempat tiga pemuda garis depn itu ber – istirahat. Mereka bertiga membuat perapian untuk memberi kehangatan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Majapahit
Historical FictionSebuah cerita pangeran majapahit dengan dua temannya menghalangi kekuatan jahat yang akan menguasai dunia