Hari ini adalah hari dimana kelas Vigel yaitu XI IPA 1 melaksanakan pelajaran olahraga tetapi karena pak Ahmad berhalangan hadir, akhirnya digantikan oleh pak Anto sekalian dengan kelas X IPA 2 yaitu kelas Karin.
Suara Pak Anto telah menginterupsi untuk segera mengganti pakaian olahraga.
Kini giliran Rina- teman sekelas Karin untuk mengoper bola voli dengan cara mempassingnya ke arah Karin tapi karena meleset bola itu mengenai kepala Karin dan ia akan merasa kepalanya pusing lalu seketika semuanya gelap tetapi seakan ia tidak terjatuh dan seseorang menggendongnya ke UKS ala bridal style itu membuat para kaum hawa menjerit histeris, pasalnya cowok yang menggendong Karin termasuk dalam urutan cogan.
Ya cowok itu adalah Vigel, ia pun bingung sendiri dengan sikapnya yang seperti ini bahkan sahabatnya, Brian juga bingung apa yang dilakukan oleh sahabatnya itu biasanya Vigel bersikap cuek dan tidak peduli sekitar.
Vigel juga termasuk orang yang dingin apabila bicara terhadap orang mungkin bisa dihitung pakai jari terkecuali saat ia sedang bersama Brian ataupun berbicara dengan guru.
(di UKS)
Vigel membaringkan tubuh mungil Karin di brankar yang sudah disediakan pihak sekolah. Vigel menyuruh penjaga UKS untuk memberikan Karin minyak kayu putih.
Samar-samar terlihat mata karin terbuka ia merasakan sakit di kepalanya,ia melihat ke sekeliling dia berada di UKS dan ia melihat seorang lelaki yang ia ketahui sedang duduk sambil tidur di kursi UKS.
Pandangannya masih buram, namun Karin bisa melihat siapa yang ada di kursi tersebut.
Dia.
Yang meninggalkan Karin tanpa alasan. Pergi dengan membawa separuh hati Karin bersamanya. Vigel.
Karin tersentak ke belakang. Rasa nyeri seketika langsung menyerang kepala Karin. Ia meringis tertahan.
Mata Vigel terbuka mendengar ringisan Karin. Ia menatap lembut gadis di depannya."Kamu enggak apa-apa?" Vigel bertanya.
"Bukan urusan lo." ketus Karin.
Pandangan Vigel semakin melembut mendengar jawaban Karin.
"Kamu pacar aku. Hal kayak gini pasti jadi urusan aku juga." tutur Vigel.
"Baru sadar kalo lo punya pacar? Kemana aja?" ketus Karin.
"Aku ninggalin kamu bukan tanpa alasan."
"Dan lo baru balik saat gue terluka lagi. Apa gue harus mati biar dulu lo tetap sama gue?" alis Vigel terangkat sebelah.
"Bukan gitu, rin." Karin menahan setengah mati dorongan untuk menampar cowok di depannya.
"Terserah lo mau gimana"
Karin bangkit dari brangkar tempat ia duduk. Ia berjalan meninggalkan Vigel dalam diam.
"Don't leave me." ucap Vigel.
"You leave me first." ucap Karin sedingin sembilu.
Karin meninggalkan Vigel yang masih terdiam di tempatnya.
Bibir Vigel terkatup rapat. Seakan sadar dengan apa yang telah ia lakukan.
Ia terlambat.
Hati Vigel tertusuk dengan kenyataan yang baru saja menamparnya. Ia telah meninggalkan Karin.
Menanamkan rasa benci yang teramat dalam di hati Karin. Mungkin saja cinta Karin untuknya sudah terkikis habis.
I leave her with pain and hatred, batin Vigel berbisik.
***
Karin sudah menapaki kakinya di kantin. Perutnya sudah mulai mengadakan konser dadakan di dalam sana.
Matanya menyapu detail kantin yang sedang ramai. Gelak tawa pengunjungnya menggelegar diikuti dengan pukulan keras ke meja kantin.
Matanya bertubrukan dengan mata seseorang. Karin memergokinya sedang menatap dalam diam di sudut kantin.
Dia adalah Vano Dirgantara. Kakak kelas yang super cuek dan dingin. Punya kebiasaan membuat orang di sekitarnya kicep hanya dengan tatapan maut miliknya.
Begitu pun Karin yang dibuat merinding dengan tatapannya. Ia sudah lama memperhatikan Karin. Tepatnya saat MOS.
Vano menyelamatkan Karin dari amukan ketua osis yang ingin menghabisinya saat itu.
Karin langsung membeli makanan yang ia inginkan. Lalu, duduk di depan Vano. Entah kesambet setan mana, sampai Karin berani duduk di depan Vano.
Vano memperhatikan Karin dengan tatapan paling lembut yang ia miliki.Terbesit sedikit rasa simpatik di matanya.
"Makan, kak. " Karin tersenyum. Vano kaget dengan ucapannya.
"Kamu ngomong sama saya? " Karin mendengus geli.
"Ada orang selain kakak di depan saya?" Karin menaikan sebelah alisnya.
"Enggak ada. Apa kabar?" Vano menundukkan pandangannya.
"Sejauh ini masih dinyatakan hidup, sih."
"Kamu ini bisa aja..." Vano tersenyum.
"Coba kakak pertahanin deh yang kayak begitu." Vano bingung mendengarnya.
"Yang kayak mana?"
"Senyum manis gitu, loh. Enak dilihat soalnya." Karin menyelipkan poninya ke belakang telinga.
Vano merasakan sentakan jauh di dalam hatinya. Ia merasakan hatinya sudah menghangat. Tersentuh oleh tulusnya senyum Karin.
Hari - harinya yang kelabu seakan dipenuhi warna semenjak Karin datang ke hadapannya.
Ada harapan sekaligus resiko sakit hati yang ia lihat selama ini. Cowok dengan hobi photography itu hanya diam menatapnya.
Entah kenapa, foto Karin semakin melimpah ruah di kamar Vano. Menghiasi scrapbook milik Vano, yang selama ini hanya diisi dengan pemandangan alam yang Vano tangkap.
"Kakak tuh senyumnya cuma di depan saya doang. Kenapa, sih?"
"Karena kamu alasan saya tersenyum."
***

KAMU SEDANG MEMBACA
The Past
Roman pour Adolescents"Kenapa lo pergi tiba-tiba dan tanpa alasan dan kenapa lo datang tiba-tiba saat gue udah mulai lupain lo." -Karina Gabriella Darmawan "I leave her with pain and hatered and i'm regret it." -Vigel Brawijaya Antariksa