Chapter 23 : Midnight

282 37 26
                                    

Angelo's PoV

Kalau aku ingat-ingat kembali, yang membuatku mengetahui adanya vampir di dunia ini adalah Deola. Waktu itu, dia menghisap darah kucingnya sendiri. Waktu itu juga ada Aya. Dia terlihat marah saat melihat Deola berantakan oleh darah kucing.

Aku pikir mereka hidup hanya untuk darah. Tapi tidak semua mereka hanya membutuhkan darah. Mereka juga harus belajar untuk menjadi seorang vampir yang sebenarnya untuk bisa hidup berdampingan dengan manusia tanpa adanya ancaman dari manusia yang anti terhadap vampir.

Di sekitarku, di mana pun aku berada, tidak semuanya orang-orang yang bersamaku adalah manusia. Mereka, para vampir, hidup berdampingan dengan manusia yang tidak mengetahui akan adanya vampir.

***

Tepat jam setengah dua belas malam, Mama dan Papa pulang ke rumah. Tentu mereka bisa melihat Aya karena kami duduk di ruang tamu. Mereka langsung melempar tas kerja ke sofa dan melesat mendekati Aya. Mereka sangat bersemangat.

"Kamu yang namanya Aya, kan? Suara yang ada ditelepon waktu itu?" tanya Mama.

"Iya," jawab Aya singkat. Wajah Aya kaku sekali. Dia memang seperti itu, namun terlihat kebingungan harus berekspresi seperti apa ketika bertemu dengan orang tuaku.

"Kamu cantik!" puji Papa kepada Aya.

"Jadi, aku gak cantik, nih?" rengut Mama membuatku dan Papa meledakkan tawa. "Oh iya, Aya, ini hadiah dari kami berdua. Makasih udah jaga Angelo, ya! Maaf ngerepotin kamu."

"Iya, gak pa-pa. Makasih, Tante. Paman juga," kata Aya sambil menerima hadiah yang dibungkus dengan tas kado berwarna biru.

"Sama-sama! Jadi, menurut kamu Angelo itu gimana?" Mama mulai menginterogasi Aya. Aku jadi ikut penasaran dengan jawaban Aya. Sambil berpura-pura tidak mendengar, aku memasang kuping lebar-lebar.

"Dia baik," jawab Aya.

"Terus? Ada lagi yang buat kamu sampai sekarang temenan sama Angelo?" tanya Mama lagi kayak lagi mewawancarai seorang artis dadakan.

"Ada," jawab Aya. Jawabannya selalu saja singkat.

"Apa?"

"Rahasia."

Yah, ternyata Aya punya rahasia dari pertanyaan Mama mengenai diriku. Mungkin nanti dia akan menjawabnya jika aku yang bertanya? Entahlah.

"Kalau kamu, Angelo?" Papa menoleh ke arahku.

"Eh? Apa, Pa?" tanyaku balik.

"Menurut kamu, Aya itu orangnya gimana?" tanya Mama. Ternyata aku juga ditanya.

Aku berpikir sambil melihat Aya. Kalau dari pendapatku, ada banyak yang ingin aku sebutkan. Jika aku beritahu, apa Aya akan marah padaku? Semoga tidak. Mata abu-abunya melihat ke arahku. Dia juga menunggu jawabanku.

"Kak Aya itu ... misterius. Saat aku melihatnya, aku jadi berpikir bagaimana Kak Aya itu. Setelah lama ini aku mengenal Kak Aya, ternyata dia orang yang sangat baik dan perhatian. Dia enggak mau ada temannya yang mendapat masalah, dengan kata lain dia menyukai kedisiplinan," jawabku sambil menatap ke arah Aya. Dia juga menatapku. Kami saling memberikan pandangan. Tapi, dia yang lebih dulu memutuskan kontak mata.

"Jadi," Mama mendekatkan mulutnya di depan telingaku, membisikkan sesuatu, "apa kamu suka sama dia?"

"Maksudnya?" tanyaku pura-pura tidak mengerti. Padahal aku ngerti maksud Mama.

"Duh, jangan sok gak tahu gitu, Angelo. Kasian Ayanya penasaran sama jawaban kamu," jawab Mama jahil kepada kami berdua.

Aku melihat Aya yang tak menatapku lagi. Wajah itu tetap terlihat berekspresi biasa saja seperti biasanya, tapi bagaimana bisa wajah Aya itu membuatku tak bosan melihatnya? Eh?!

He is MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang