4; telfon

254 50 19
                                    

"Gak diangkat?"

Anin memalingkan wajah ke arah lain. Ia tidak ingin ada seseorang yang bertanya saat ini karena kepalanya sudah terasa berat memikirkan haruskah ia mengangkat telfon dari laki-laki itu atau tidak.

Sebagian dari hatinya memaksa untuk menekan tombol hijau, namun sebagian lain memaksa untuk melempar handphone-nya keluar dari pesawat.

Anin tertawa sinis, "Should I?"

"Gue gak tau sih apa masalah lo, tapi angkat aja siapa tau penting dan..., gue ada di sini."

Anin menoleh ke arah Luke. Ditatapnya mata biru laki-laki itu, mencari kesungguhan di sana dan Anin memang menemukannya. Luke akan menemaninya.

Anin mendesah kemudian ia segera bangkit untuk menuju ke toilet. Ia masuk ke dalam dan menatap pantulan dirinya yang terlihat kacau di cermin. Panggilan telah terputus, dan Anin hanya harus menunggu untuk tersambung lagi.

Satu.

Dua.

Tig-

Handphone-nya berdering. Anin menatap layarnya dan menarik napas dalam-dalam sebelum jempolnya menarik tombol hijau. Gadis itu mendekatkannya ke telinga dan terdengar suara dari laki-laki itu.

Baru 3 jam, gue udah kangen.

Naif banget sih.

"Ya." Anin mencoba tegas, namun yang terdengar malah seperti suara tikus tercekik.

"Maaf."

Anin menggigit bibir bawahnya. Genangan air di pelupuk matanya semakin tak terbendung yang akhirnya sukses meluncur. Tidakkah laki-laki itu mengerti jika kata 'maaf' sangat Anin benci?

"Aku gak bisa pertahanin kamu. Aku sayang kamu, Nin, tapi udah terlambat."

Anin hanya diam, tidak menyahut barang sedikitpun. Gadis itu terlalu lemah hanya untuk mengeluarkan suara. Yang ia inginkan hanya sambungan telfon ini cepat berakhir.

"Anin, aku tau kamu masih di situ. Maaf sekali lagi, aku harus pergi. Istri aku udah nunggu." sambungan telfon terputus.

Kepala Anin mendongak, membiarkan air matanya semakin bebas mengalir. Kenapa dirinya harus selemah ini? Kenapa ia tidak bisa membalas kalimat laki-laki itu dengan kata-kata sinis? Kenapa ia hanya bisa diam dan meratapi nasib?

Istri.

Laki-laki itu ke Australi untuk menikahi gadis lain.

Janji yang sudah lama mereka berdua bangun, untuk saling percaya, untuk saling menjaga, untuk saling mencintai selamanya, dilanggar begitu mudahnya oleh laki-laki itu.

Anin mengusap air matanya dengan kasar kemudian membuka pintu toilet dan terkejut saat melihat Luke sudah berdiri di depannya.

Tatapan laki-laki itu terlihat sedikit sendu. Sebelah tangannya terangkat untuk mengusap jejak air mata di pipi Anin.

"Need a hug?" Luke merentangkan kedua tangan.

Tanpa pikir panjang, Anin segera masuk ke dalam pelukan Luke yang lebih nyaman dari kasurnya sekalipun. Dan ia bersumpah, pelukan dari Luke membuatnya merasa dilindungi.

++

double update bcs why not?

nih request dr sebluke yg minta apdet

pesawat • lrh ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang