7; senja

212 43 10
                                    

Anin menguap, kemudian mengerjapkan kedua matanya agar bisa terbuka sepenuhnya. Saat sudah terfokus pada apa yang dilihatnya, gadis itu nyaris memekik saat menangkap wajah Luke yang hanyak berjarak beberapa senti dari wajahnya. Anin sontak mundur, mendengus kesal.

"Ngapain sih?" tanya Anin ketus. Yang ditanya bukannya menjawab, namun malah menyentuh sudut bibir Anin.

"Ada liur di bibir lo," celetukan Luke sukses membuat Anin naik pitam. Gadis itu menepis tangan laki-laki di sampingnya dan mengusap-usap bibirnya sendiri dengan kasar.

Luke tertawa, "Bercanda, kok."

Anin terkejut. Ia menonjok lengan kiri Luke. "Gak lucu!"

"Aduh, sakit banget tau!" Luke mengelus lengan kirinya bekas ditonjok Anin, "ternyata kekuatan lo besar juga."

Anin tertawa sombong, "Iya dong, jangan kira gue cewek lemah yang gak bisa melawan cowok kurang ajar macem lo!"

"Kalo kurang ajarnya gini bisa ngelawan gak?"

Belum sempat Anin bertanya, Luke sudah mendaratkan kecupan singkat di hidung Anin. Kedua mata Anin melebar, menatap Luke dengan sangat kaget. Fungsi otot dan sarafnya mendadak mati setelah mendapat sentuhan dari bibir Luke Hemmings pada hidungnya.

Anin merasa seperti tersengat ribuan volt listrik, menghantarkan getaran aneh yang membuat darahnya mendidih, ciptakan rona merah pada wajahnya. Memompa kerja jantungnya menjadi dua kali lebih cepat.

"Tuh, 'kan, lo gak bisa melawan," cibir Luke, masih tetap menghadap ke arah Anin. Laki-laki itu menyunggingkan senyum manis semanis madu.

"Gue...," Lidah Anin mendadak kelu. Gadis itu mengutuk dirinya sendiri karena tidak bisa berbuat apa-apa. Sebagian dari hatinya ingin merasakan kembali bibir Luke, namun sebagian yang lain menolak keras-keras.

Astaga...,

Gue butuh tabung oksigen.

Tabung gas sekalian kalo bisa.

"Gue suka sama lo." Luke tiba-tiba melontarkan kalimat yang sama sekali tak pernah Anin duga akan keluar sebelumnya.

Maksudnya, hey, ini bahkan baru empat jam mereka mengenal di pesawat. Dan kemungkinan besar juga setelah ini mereka tidak akan bertemu karena sibuk mengurus hidup masing-masing. Anin dengan kuliahnya, Luke dengan restoran neneknya.

Namun jauh di lubuk hati kecil mereka, terselip do'a. Do'a semoga entah kapan dan dimana, mereka bisa bertemu kembali. Karena Anin sudah menaruh kepercayaan pada orang asing yang duduk di sampingnya di pesawat ini. Orang asing yang menawarkan sapu tangan merah marunnya yang kini berada di kantung celana jeans-nya, orang asing yang memberikan pelukan agar ia merasa tenang, orang asing yang memberikan cokelat agar ia merasa kembali senang.

Orang asing yang secara magis perlahan-lahan mampu menyingkirkan bayang-bayang seseorang yang menyakitinya.

"Udah mau malam," kata Luke, membuyarkan lamunan Anin. Laki-laki itu menatap keluar jendela, melihat langit berwarna oren kemerahan yang indah.

Anin mengukir senyum, gadis itu ikut melihat keluar jendela. Senjalah yang menjadi saksi tumbuhnya perasaan suci di dalam hati kedua insan ini.

"Luke?" panggil Anin, senyumnya tak pernah pudar.

Luke menoleh, menatap mata Anin dengan lembut. "Iya?"

"Makasih. Makasih karena udah membuat gue merasa tenang di pesawat ini."

Dengan senyum selembut sutera, Luke pun membalasnya, "Mulai sekarang, udah menjadi tugas gue untuk membuat lo tenang."

++

3 part lagi abis yayy!!

pesawat • lrh ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang