Selama tujuh belas tahun dihidupnya, hal yang paling disesali seorang Angkasa Dirgantara adalah bertemu dengan Tanuga Putra, yang mengaku sebagai pecinta paha mulus girlband korea, dan cowok ter-ribut yang pernah dia temui.
Angkasa, yang biasa dipanggil Aga ini, adalah cowok penganut ketenangan nomor satu. Yang dihindari dan dibencinya adalah keributan. Dan berteman dengan seorang Nuga yang sangat mengelu-elukan gadis-gadis itu, tentunya sebuah kesalahan.
Angkasa lebih suka menyendiri. Senang mengurung diri di kamar, meskipun terkadang juga ikut keluar bersama teman-temannya. Tapi sifatnya, jauh dari kata ramah. Kalau Nuga seperti buku yang terbuka, Angkasa udah kayak buku baru yang masih ada plastiknya.
Kalau teman-temannya udah ribut ngomong melantur, Angkasa sibuk memperhatikan. Matanya setajam elang, hingga kadang teman-temannya dibuat merinding. Bukan ketakutan, tapi geli.
Seperti waktu itu, Nuga lagi ngomongin cewe-cewe koreanya, Angkasa ngedengerin. Emang udah dasarnya matanya kaya elang minta dicolok, ya Nuga jadi merinding dan langsung bilang. "Ga, sadar astaghfirullah. Mata lo kayak om-om pedo jangan perkosa anak perjaka inii."
Angkasa sih diam aja, temen-temennya yang lain udah biasa. Yang gak biasa itu kalau Angkasa tiba-tiba ikut ngegosip kayak kelima temannya. Awalnya memang aneh, lima cowok ribut dan satu cowok gagu. Waktu tahun pertama mereka di SMA juga, Angkasa risih gak mau di deketin. Ujung-ujungnya, Angkasa temenan sama lima cowok ribut ini.
"Ga, udah ngerjain tugas Geografi belum?" Yoga, temannya yang mungkin bisa dibilang paling waras, bertanya.
Angkasa yang sedang duduk menyender di dinding melirik, belum sempat menjawab ketika Nuga yang duduk disebelahnya berceletuk,
"Lo nanya Aga, pecah dunia kalo dia ngerjain tugas." sahut Nuga.
Yoga berdecak, tersadar. Lalu matanya melirik Angkasa lama, kepalanya menggeleng pelan. Bersimpati. Yang ditatap hanya mendengus, lalu menendang kursi didepannya dengan keras.
"Mati aja lo." sumpah Angkasa, yang dibalas Yoga dengan kikikan yang menggelora. Cowok itu lantas kabur, sebelum kena pukulan maut dari Angkasa.
Saat ini jam istirahat, dan dua jam pelajaran setelah ini, kosong. Jadilah murid kelasnya terhambur. Biasanya Angkasa akan memilih tidur di pojokan kelas dengan tenang, atau terkadang main game ditemani Nuga yang lagi nonton korea.
Tapi kali ini, cowok itu duduk selonjor di pojok kelas, dipaksa oleh Nuga untuk ikut menonton korea.
"Yang ini namanya Rose. Cantiknya mak, uh. Tapi muka-muka ibu tiri, untung masih cantik. Kalo gue sih sukanya Lisa aja. Gue kalo natap mata Lisa udah kayak melayang, Ga. Sumpah. Meskipun kerempeng, janji deh gue kalo di kasur gak bringas."
"Stop."
Angkasa gak kuat, lelah fisik dan batin kalau berduaan sama Nuga. Omongan Nuga tuh mulai melantur ke mana mana. Yang ada, kupingnya panas dari tadi denger Nuga nyebut nama-nama alien. Ini bukan Angkasa banget. Sejak kapan dia mau di sodorin Nuga yang macem-macem?!
"Yah, Ga! Kemana?! Ini Lisa baru mau nongol. Nih, bumbayah!! Wohoo. Tet tenenet tenenenenenet."
Dengan perasaan dongkol, Angkasa melangkah menjauh dari singgasana Nuga. Gak ngerti lagi, kenapa bisa punya temen macam makhluk astral begitu.
Langkahnya berhenti di meja terdepan, dimana keempat temannya berkumpul, Yoga yang paling waras, Arif dan Reza si dua cebol, dan Ferrel manusia termesum yang pernah Angkasa kenal.
Keempat temannya duduk berkerumun membuat lingkaran, dengan posisi Ferrel yang memegang ponsel di tengah-tengah. Baru saja Angkasa mau menegur keempatnya, terdengar suara desahan yang menguar dari ponsel Ferrel.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fangirl's Story
Teen Fiction"Gak papa gak ada pacar. Liat Taehyung atau Harry Styles juga udah kenyang." Tapi meskipun kebanyakan Fangirl bilangnya begitu, ujung-ujungnya juga bakal merana kok. Kadang suka kepikiran kapan dapet pasangan kalau kerjaannya cuma di kamar, standby...