A Complicated Love [2]

237 22 10
                                    

Enjoyed~

A complicated love [2]

Seorang gadis kecil menangis dipojokan kelas sendirian, sedang temannya yang lain asik bermain selayaknya anak TK normal. Sebenarnya suara tangis gadis itu seharusnya cukup menarik perhatian, tapi suasana kelas yang gaduh tetap tak terpengaruh. Seorang wanita dengan balutan kemeja khas guru memasuki kelas dengan senyuman terbaiknya. Dia tampak tak perduli dengan kegaduhan kelas ataupun kelasnya yang berantakan.

“Ayo, anak-anak. Sekarang waktunya pelajaran menggambar, ada yang mau menggambar?” Suara lembut wanita itu agak sedikit keras, hingga bisa menarik perhatian anak-anak dalam kelas itu.

“MAUUUU” Mereka berteriak kegirangan sambil berlarian ke kursi masing-masing. Wanita itu tersenyum puas, kemudian mulai membagikan kertas ke tiap anak. Namun langkahnya terhenti, dia melihat ke arah gadis kecil itu yang masih menangis dipojokan kelas.

“Ambil kertasnya disini, ya anak-anak.” Wanita itu menaruh kertas di meja paling depan, kemudian langsung berjalan cepat ke gadis kecil itu.

Wanita itu berjongkok dihadapan gadis, sehingga kepala mereka sekarang setara. “Chesya, kenapa menangis?” tanya wanita itu.

Chesya semakin menangis begitu mendengar kata-kata wanita itu. Wanita itu agak kaget, tapi kemudian segera mengelus rambut Chesya dengan sayang. “Cup..cup… sayang, nggak boleh nangis ya. Nanti kalau nangis terus, air matanya bisa habis lho. Kalau habis, nanti harus diganti sama air sumur. Chesya mau?”

Chesya menggeleng, kemudian menghapus air mata dipipinya dengan tangannya. Wanita itu tersenyum begitu melihat Chesya akhirnya bisa berhenti menangis.

“Yaudah yuk, sekarang kita menggambar saja?” bujuk wanita tadi, masih dengan senyuman menenangkan. Chesya menggelengkan kepalanya dengan matanya yang masih berkaca. “Kenapa kok nggak mau, sayang? Chesya suka menggambar kan?” dengan sabar, wanita itu bertanya.

“Bu Mita,” Panggil Chesya dengan suara seraknya. “Selingkuh itu apa sih?”

Terang saja Mita langsung terbatuk pelan mendengar kata-kata anak asuhnya itu. HEI! Anak ini bahkan belum tepat 6 tahun, dan dia sudah mendengar kata ‘selingkuh’? Mita mengelus rambut anak itu lagi, mencoba berfikir bagaimana menjelaskan kata itu pada anak sekecil Chesya. “Selingkuh itu adalah saat Chesya sudah punya 1 mainan, tapi Chesya masih bermain dengan mainan lainnya.”

Mata berkaca Chesya menatap Mita seakan berfikir, “Berarti Papa Chesya selingkuh ya, Bu?” ditodong pertanyaan begitu, Mita semakin bingung. Namun dia memberikan senyum terbaiknya, kemudian membawa Chesya dalam gendongannya.

“Kenapa Chesya bisa berfikir begitu, sayang?” tanya Mita ketika sudah mendudukan Chesya ke bangkunya.

“Soalnya Papa sering banget ganti-ganti mainan, Bu.” Mita mengerutkan keningnya kebingungan. “Tetangga Chesya sering bilang kalau perempuan yang bareng Papa itu mainannya Papa, berarti Papa selingkuh kan Bu?”

Mita terdiam sesaat, tapi kemudian dia mengacak rambut gadis kecil itu. “Papa kamu belum tentu selingkuh, sayang. Bisa jadi itu bukan mainan Papa kamu, itu mungkin hanya temannya kan?” jawab Mita dengan sabar.

Chesya menggeleng dengan matanya yang kembali berkaca. “Chesya denger tetangga Chesya bilang kalau Papa itu main selingkuh.” Mita terdiam mendengar kata-kata anak berusia 5 tahun ini. Jadi Ibu Chesya sudah tidak ada? Anak seusia dia, harus ditinggal Ibunya? Astaga.

“Chesya nggak usah dengerin kata tetangga Chesya. Yang tahu gimana Papa Chesya kan hanya Chesya sendiri, iya kan?” Mita tersenyum lembut pada gadis itu, yang kini mengangguk-angguk. “Sekarang…” Mita memutar pandangannya ke seisi kelas, dan menemukan masih ada sisa kertas kosong di meja terdepan. Diambilnya kertas itu, kemudian ditaruh di meja Chesya. “Sekarang kita menggambar yuk?”

A little bitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang