Abortion?

473 77 32
                                    

*Rosella Bieber*

Aku meringkuh dibawah guyuran air hangat shower di kamar mandi. Ingin sekali aku mengambil razor yang digunakan Justin bercukur untuk melukai lengan serta pinggangku. Selfharm telah menjadi kebiasaanku sejak dulu, tetapi sayangnya aku telah berjanji ribuan kali pada suamiku untuk menjauhi kebiasaan terkutukku ini. Masih segar diingatanku saat Justin memakiku dan bilang jika aku seperti anak sekolahan dan tidak pantas menjadi seorang ibu, dia juga bilang padaku jika anakku sendiri tidak menginginkanku sebagai ibunya.

Air mataku pun semakin deras menuruni pipiku. Rasa sakit yang bercampur aduk dihatiku membuat dadaku menjadi begitu sesak. "Fuck my life!"

Ditambah sudah 2 hari ini Justin mendiamkanku, saling sapa saja tidak pernah apalagi memberi pelukan dan ciuman kepadaku. Dia juga tidak tidur denganku, dia lebih memilih tidur sendirian di sofa ruang tengah. Apa aku sebegitu menjijikannya sehingga Justin tidak ingin bersamaku?

Aku semakin meringkuk dan menangisi semuanya yang telah terjadi. Kenapa Jason harus datang pada keluargaku? Kenapa dia ingin membalas dendam pada Justin? Lalu kenapa juga dia memperkosaku?

Aku pegang perutku sebentar, bertanya-tanya benarkah jika aku sedang hamil anak Jason. Setelah hampir satu bulan berada di Kanada, aku pikir Kanada telah membawa perubahan bagi kehidupanku dan juga Justin. Tetapi nyatanya aku salah, beberapa mimpi buruk masih saja menghantuiku dan mengikutiku kemana pun aku pergi.

"Arghaaaahhh" aku menarik rambutku kuat-kuat dan begitu marah dengan diriku sendiri. Aku tidak ingin hamil anak dari Jason, tapi disatu sisi aku tidak mungkin menggugurkannya.
Aku merasa jijik dengan diriku sendiri.

Satu jam berada diguyuran air shower rasanya tidak akan membersihkan tubuhku dari perbuatan saudara kembar suamiku tersebut. Tetapi setidaknya inilah yang aku inginkan, sehingga aku sedikit merasa lega meskipun masalahku belumlah terselesaikan.

Perlahan pandanganku mulai kabur, ini bukan karena air shower ataupun air mata yang membasahi wajahku. Dengan kuat aku berusaha bangun dan mematikan air, tetapi usahaku sia-sia saat sakit kepalaku menyerang dan membuatku hanya dapat mengerang kesakitan tanpa ada orang yang peduli padaku.

Aku pikir diantara air shower yang mengguyur kali ini, aku akan mati.

***

Perlahan tapi pasti mataku yang terasa berat mulai terbuka dari tidur. Aku pikir rasa sakit yang menyerang kepalaku mulai mereda. Syukurlah.

"Just?" Desisku memanggil namanya. Aku membutuhkannya untuk menolongku dan membantuku bangun. Tetapi sepertinya aku telah lupa jika kita tidak saling bicara. Sial.

Aku melihat ke sekeliling tempat aku berada. Aku tidak lagi berada dibawah guyuran air shower kamar mandi, malahan aku sudah berada diatas tempat tidur dengan pakaian yang lengkap dan hangat. Satu setel sweatshirt dengan sweatpants dari Nike telah membalut tubuhku. Saat aku meraba tubuhku, bra serta panties yang baru serta kering pun tidak lupa sudah melekat dengan sempurna.

Justin, ini pasti dia. Siapa lagi jika bukan suamiku itu yang telah menolongku. Ini berarti dia juga telah mengganti pakaianku lalu menidurkanku ditempat tidur dengan selimut hangat yang menutupiku.

Ternyata dia masih peduli padaku,

Dengan yakin aku turun dari tempat tidur dan berjalan menuju lantai bawah. Aku harus menemui Justin, entah untuk berterimakasih atas pertolongannya tadi atau untuk membahas kehamilanku.

Purpose [Extra]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang