"Aku akan kembali."
Wonwoo tersentak dari tidurnya. Ia membuka mata dengan nafas terengah-engah. Butuh beberapa menit untuk menetralkan nafasnya.
Tangan Wonwoo terangkat ke kepalanya yang terasa berdenyut. Matanya terpejam kuat seiring rasa pening yang menyerang.
"Siapa yang akan kembali? Memangnya siapa yang pergi?" geram Wonwoo tertahan dengan ringisannya.
Ia tidak tahu janji itu milik siapa. Janji untuk dirinya, atau bahkan ia yang mengucapkan janji untuk orang lain. Yang Wonwoo tahu, mimpi itu terus hadir beberapa waktu ini. Membuatnya terbangun dalam keadaan buruk. Dan rasa ngilu di hatinya turut serta setiap ia bermimpi.
Wonwoo menyibak selimut yang membungkus tubuh kurusnya. Badannya terasa lebih ringan meski kepalanya masih terasa berat. Keadaannya membaik setelah mendapat kualitas tidur yang baik.
Seperti biasa, ia akan membantu di dapur sebelum berangkat ke sekolah. Jam di dinding masih menunjukkan pukul lima pagi. Ia mendongak ke lantai atas. Remaja berkulit pucat itu terus memperhatikannya seolah pandanganya bisa menembus dinding.
Senyum tipis terukir di wajahnya. Kembali menarik pandangannya dan berlalu ke dapur.
"Eomma."
Wanita paruh baya itu menolehkan kepalanya. Tersenyum melihat kehadiran Wonwoo.
"Kau kembali ke kamarmu saja, Nak. Biar eomma yang menyelesaikan semuanya."
Wonwoo menggeleng tidak setuju. Ia justru menggulung lengan bajunya. Ikut membersihkan sayuran yang berada di meja.
"Aku sudah melakukan ini sejak dulu Eomma. Jadi aku akan baik-baik saja."
Wanita itu tidak lagi menyela. Hanya mampu tersenyum sedih melihat Wonwoo yang mulai sibuk dengan pekerjaannya.
"Tuhan, kalau Kau benar-benar ada, tolong bebaskan Wonwoo dari penderitaan ini." Doa seseorang di dalam hati.
Bukan wanita tua itu yang memanjatkan doa, tapi seorang wanita yang berusia lebih muda. Ia berdiri tidak jauh dari keduanya. Tangannya sibuk mengayunkan sapu di tangannya. Namun tidak dengan hati dan telinganya yang tertuju pada Wonwoo.
"Noona, aku bisa pinjam sapunya sebentar? Aku mengotori lantai ini lagi." Wonwoo menunjuk lantai yang ia pijak. Tanpa sengaja, remaja manis itu menjatuhkan beberapa sampah sayuran.
"Noona yang akan melakukannya Wonwoo-ya. Lebih baik kau ke halaman belakang saja," ucapnya yang diangguki Wonwoo.
Remaja berkulit pucat itu berlalu dari dapur. Lengan bajunya ia biarkan tetap tergulung. Karena ia harus berkutat dengan beberapa alat kebersihan di belakang sana.
"Ahjumma, bukankah ini sudah terlalu lama? Rasanya aku ingin berteriak agar mereka semua tahu."
"Jaga ucapanmu Euna-ya. Yang bisa kita lakukan hanya terus berdoa."
"Berdoa? Apa Tuhan memang benar-benar ada?" tanyanya sinis. Ia menggelengkan kepalanya tidak percaya.
"Ahjumma, aku akan menyapu lantai atas," ucapnya yang langsung pergi begitu saja. Sedangkan wanita tua itu menghela nafasnya pasrah.
"Jangankan kau yang memang tidak mempercayai Tuhan Euna-ya, aku yang selalu percaya pada Tuhan kini mulai meragukannya. Karena pertolongan-Nya tidak pernah ada untuk anakku," batinnya miris.
0o0o0o0o0o0o0o0o0o0o0
Bel istirahat membuat seluruh siswa berhamburan ke luar. Seperti biasa, Wonwoo paling akhir keluar kelas. Saat berada di halaman sekolah, Wonwoo mendongakkan kepalanya ke lantai tiga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tree of Promise
FanfictionCOMPLETE - Janjiku akan memanduku untuk memilikimu. Janjiku akan memanduku untuk membahagiakanmu. Bertahanlah di sisiku dengan mengingat janjiku.