12; Pasar Malam {1}

1.4K 107 25
                                    

°°°

Sudah 2 jam Dikta mengubrak-abrik isi lemari pakaiannya, namun ia masih belum menemukan pakaian yang pas untuknya pakai ke pasar malam nanti. Dikta sebenarnya sedang menebak-nebak pakaian berwarna apa yang akan Tara pakai nanti, jadi seolah-olah mereka berjodoh jika warna pakaiannya sama. Padahal, jika dipikir-pikir, Dikta hanya menguntit Tara yang akan pergi bersama Fathra.

"Ta, lo ngapain sih?" tanya Ghazy melempar salah satu baju Dikta ke lantai. Ia terbangun dari tidurnya karena ada beberapa pakaian Dikta yang terlempar ke wajahnya.

Ketahuilah, ini memang masih pagi. Tapi karena Dikta begitu tidak sabar memantau Tara nanti malam, ia menyiapkan semuanya sekarang. Padahal, Tara saja belum tentu mau ada Dikta disana. Yah, walaupun Dikta hanya memantau dari jauh. Paling persentase Dikta ketahuan hanya sedikit.

"Lo ngapain bego, pagi-pagi begini? Nyari kecoa di lemari?!" tanya Ghazy sewot.

Dikta masih saja sibuk dengan pakaiannya. Masih mengubrak-abrik apapun yang ada di lemari. Tentu saja ia masih belum menemukan yang pas. Hal ini membuat Ghazy menyesal bertanya.

"Gue kayak ngomong sama tembok, anjir."

Kemudian Ghazy melihat sekitar, merasa seperti ada yang kurang. Disini hanya ada dirinya dan Dikta. Lalu, dimana Brian?!

"Eh goblok, Brian mana?" tanya Ghazy panik.

Sebenarnya ia tidak harus sepanik ini. Karena pada aslinya, Brian sedang membuang air besar di kamar mandi. Ghazy panik seperti ini karena ia peduli terhadap Dikta. Bila tidak ada Brian, bagaimana cara Dikta belajar basket yang sudah dijadwalkan hari ini? Tidak ada. Meski Ghazy 'bisa' basket, namun ia tidak sejago dan sehebat Brian. Ghazy juga termasuk pada tipe orang yang tidak sabaran kalau sedang mengajar, artinya Dikta sulit diajarkan dan membuat emosi Ghazy meluap.

Ghazy tidak mau itu terjadi.

Dikta masih saja sibuk pada pakaian. Mungkin karena sangking sibuknya, ia sampai tidak mendengar apa yang Ghazy ucapkan. Atau mungkin ia sengaja tidak mau menjawab? Itu sih laknat namanya.

"Ta, mau kemana gue tanya?" tanya Ghazy lagi. Kali ini dengan suara pelan.

"Gue mau nguntit Tara sama Fathra malmingan ke pasar malem," jawab Dikta pada akhirnya. Aneh deh, giliran ditanya pelan-pelan malah jawab.

Ghazy terkejut sambil mengambil beberapa baju Dikta dan melemparnya ke sembarang arah, "Lo mau nguntit cewek harus seribet ini?"

Dikta mengangguk dan berhenti mengubrak-abrik. Ia berjalan ke arah kasur dan duduk di tepi kasur. Kemudian ia menggaruk kepalanya yang tidak gatal, "Kalo nggak sengaja papasan sama Tara, kan gue juga harus ganteng."

Tiba-tiba pintu kamar Dikta terbuka. Tampak Brian yang menyengir seraya mengusap perutnya beberapa kali tanda ia sudah lega. Ya, menahan eek emang nggak enak. Wajah Brian terlihat bahagia, kini ia bisa melanjutkan aktifitas dengan santai tanpa ada gangguan apapun.

"Udah jam 9 nih, Ta. Ayo latihan basket!" ajak Brian. Ia mengambil bola basket biru Dikta yang baru saja dibeli di dalam keranjang. Lalu ia memantul-mantulkan bola tersebut di atas lantai kamar Dikta.

"Bri, abis darimana lu?" tanya Ghazy.

"Diem dulu anjir, gue lagi ngomong sama Dikta," omel Brian. Mungkin memang sudah takdir Ghazy bakal dikacangin terus.

Ghazy cemberut. Jadi gemash.

"Gue gak latihan dulu hari ini. Capek gue," tolak Dikta.

Ghazy menggeleng mantap dan mengadu, "Kaga! Dia mau jalan sama Tara nanti malem, Bri. Takut kecapekan main basket, terus ga jadi jalan sama Tara deh!"

DiktaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang