Aku meraih kantung belanja setelah wanita tambun berumur pertengahan 35 tahun itu menyodorkan struk disertai senyum tipisnya. Aku menggumamkan terimakasih, menjejalkan struk ke dalam saku coat coklatku dan bergegas menuju pintu.
Aku cukup terkejut mendapati bagaimana jalan yang semulanya sepi kini benar-benar sesak dengan kerumunan pejalan kaki. Aku menyelinap, cukup susah karena kantung belanjaku suka tersangkut disana-sini.
Obrolan ringan mengalir dimana-mana. Aku mencoba mencuri dengar seorang anak laki-laki di sampingku dengan idenya yang ingin membuat manusia salju.
Well, semua orang terlihat bersemangat dengan salju yang turun malam ini.
Tujuh menit kemudian, aku berhasil berdiri di sisi jalan, di sebrang gedung apartemen. Mataku langsung terarah ke pos penjaga, tapi, tidak ada siapapun disana.
Apa yang kau harapkan, Clay?
Menghembuskan nafas, aku menyadari rasa kecewa yang kurasakan lebih besar dari yang kuperkirakan.
Ini salah.
Sedari awal seharusnya memang aku tidak banyak berharap.
Tiba-tiba, orang-orang bersorak. Pekikan riang terdengar dimana-mana dan tidak sulit bagiku untuk mengetahui penyebabnya.
Salju pertama yang turun.
Aku memandang sekelilingku yang dipenuhi dengan euforia. Salju-salju mulai menghiasi tiap sudut yang bisa mataku jangkau. Pada rimbunnya dedaunan, lampu-lampu kota, dan atap-atap gedung.
Gedung....
Ngomong-ngomong, sejak kapan jendela apartemen 152 yang selalu tertutup itu terbuka?
KAMU SEDANG MEMBACA
the girl next room ✔
Cerita Pendek❛❛Perempuan yang tinggal di apartemen 152 tidak pernah keluar. Orang-orang bilang dia begitu pemalu. Hingga akhirnya, pada hari kelima di bulan Desember untuk pertama kalinya ia menampakkan diri. Berdiri di balkon apartemennya menikmati salju yang...