PERTANDA INI

24 1 2
                                    

RAIN

Irisan sosis, kol, bawang , tomat dan bumbu tambahan yang lain sudah aku siapkan. Pagi ini menunya adalah nasi goreng komplit ala Rain, mas Indra tentu saja jadi orang yang selalu dengan senang hati menjadi kelinci percobaan. Masakanku tak selalu enak, kadang keasinan kadang juga terasa hambar tapi dia selalu berusaha menghabiskan meskipun ujung ujungnya memberitahu kekurangannya.

Aku baru akan menaruh nasi goreng dimeja makan ketika mas Indra dan si adek  memasuki area ruangan tamu, sesekali tawa geli terdengar dari mulut mungilnya. Aku ikut tersenyum melihat tingkah lucu Gonza, mungkin keadaan seperti ini  yang dulu dikatakan mama kalau seorang ibu akan melakukan apa saja untuk kebahagiaan anaknya sekalipun terluka dan bersedih seorang ibu tetap akan berusaha membuat anaknya bahagia. Teringat kembali saat kecil dulu mama dan papa selalu berusaha memenuhi kebutuhanku, meskipun terlihat sederhana tapi aku selalu tak pernah kekurangan.

Aku kemudian melangkah mendekati mas Indra dan mengambil si adek dari dekapan papanya. Si adek lantas tersenyum dan merengek seolah meminta jatah ASI nya.

" Pengen nenen ya nak ?" Aku mengecup puncak kepala Gonza dengan sayang, meletakannya dalam posisi senyaman mungkin dan mulai memberinya ASI.

Gonza sangat doyan dengan ASI, anak itu akan uring uringan jika diberi susu formula,  karena itu stok ASI selalu penuh dikulkas kecil yang dibeli mas Indra khusus untuk menyimpan ASI untuk Gonza.

Mas Indra memang tipe Family man  sejati, tiap bepergian entah ke Mall  atau tempat rekreasi manapun dia akan dengan gagah menggendong anaknya atau memegang tempat makan aneka warna khas anak anak. Kerap kali kami bahkan bertemu dengan rekan kerja atau staf lain yang tak sungkan menggodanya, mas Indra akan menanggapi dengan balik bercanda. "Dulu anak Bar  sekarang jadi papa  Barbie" Begitu ucapan yang sering  terlontar dari mulut mas Indra.

Lamunanku terhenti saat mas Indra berdiri tepat didepanku, dia terlihat semakin menawan diusianya yang semakin dewasa. Bolehkah aku mengganggap diri sebagai wanita terbahagia didunia?

"Gantian neng, biar mas yang tidurin si adek" Mas Indra kemudian menggendong tubuh gempal Gonza menuju kekamar utama. Setelah merapikan baju aku bergegas untuk sarapan, aku benar benar kelaparan setelah ASI ku digenjot habis oleh si adek.

Mas Indra kembali lagi untuk menemaniku makan. Ini memang ritual baru kami setelah kehadiran Gonza, bagaimanapun ribetnya mengurus anak kami tetap mengutamakan kebersamaan.

"Gimana nyetirnya? Udah makin lancar aja sekarang"  MasMas Indra tersenyum , dia paham sekali dengan sikapku yang kerap kali takut takut. Ini menjadi kekurangan yang paling aku benci. Takut, pendiam dan malu seakan mendarah daging didalam diriku. Aku mengangguk sembari terus mengunyah nasi goreng dengan lahap.

"Gak terasa si adek udah setahun aja ya neng, padahal kayaknya baru kemarin nenangin kamu diruang bersalin. Hectic banget waktu itu" Mata mas Indra menerawang seakan mencoba mengenang perjuanganku setahun lalu, aku tersenyum menanggapi. Sejak kehadiran Gonza mas Indra sudah banyak berubah, gak seegois dulu, gak asal bertindak. Dia semakin dewasa dengan kehadiran anaknya.

"Kok jadi ngomongin itu? Jangan bilang pengen nambah lagi lho mas. Aku masih trauma, masih kebayang bayang sakitnya"

"Enggaklah. Sayang kamu banget neng" Mas Indra bangun dari duduknya dan mencium keningku lama dan langsung beralalu dari hadapanku. Mas Indra memang nice jika hanya berdua denganku, tapi kali ini terasa berbeda. Tak biasanya dia pergi sebelum aku selesai makan. Setelat apapun itu dia pasti akan menunggu.

Entah kenapa aku seperti melihat  gurat sedih dimatanya, karena dia terbiasa ceria dan pandai menutupi suasana hatinya bahkan disaat mami di ICU pun dia tampak biasa saja. Tapi sekarang, jelas dia tidak sedang baik baik saja.

SELEMBUT HATI RAIN (Sequel)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang