INDRA
Pagi ini gue duluan bangun daripada si neng, setalah ngikutin misa harian, si neng malah kembali molor.
Dia pasti lupa kalau mbak Titi setelah subuhan langsung ke Masjid deket rumah buat bantuin masak karena ada acara apalah gitu, gue juga gak terlalu ngerti.Gue dan Rain memang gak pernah ngelarang kegiatan apapun yang diikuti mbak Titi di Masjid, bagi gue selagi gak ganggu kerjaan dia dirumah, nope. Masalah iman itu menyangkut manusia dengan Tuhan nya, ngapain harus gue batasi? Malahan berkat gue jadi nambah.
Gue meletakan matras dilantai, mengambil bantal sofa dan membentuk menjadi persegi kemudian meletakan Gonza ditengah, lengkap dengan mainan-mainannya dengan gitu gue ngerasa aman masak didapur sambil ngeliatin dia.
"Anak mama lagi apa?" neng bertanya sambil menggendong si adek.
"Main apa sayang?" neng kembali bertanya sambil mencium pipi kiri dan kanan si adek.
"Lho kok nangis?"
"Gimana gak nangis? Orang si adek lagi asik main digangguin, coba taruh dimatras lagi, pasti langsung diem" Rain ikut omongan gue.
"Oh iya mas, diem nih si adek"
"Anak cowo itu hobinya laki neng bukan diciumin gitu"
"Isssshh"
"Mau ikut nge gym?
"Ogah"
"Nanti mas yang ajarin, jadi kamu gak usah khawatir di grapa grepe sama cowo lain"
"Ogah, mending aku main sama anakku kebanding main sama barbel"
"Lho ini penting buat tubuh kamu neng, kalau badan sehat pasti semua kerjaan terasa mudah"
"Ih nyerocos terus, tuh hape mas bunyi terus dari tadi" kening gue berkerut bingung, akhir akhir ini nomor yang sama sering banget nelponin gue, tapi herannya setiap gue bicara si penelpon malah diem.
"Mas kok bengong?" Rain menyikut lengan gue.
"Orang iseng kali neng"
"Diangkat dulu atuh mas, kali aja penting"
Dengan males gue berjalan kekamar tempat hape gue nangkring.
"Hallo"
"Hallo!!"
"Kalo lo cuma mau mainin gue, gue bakal blokir nomor lo dari kontak gue" gue mengancam.
Terdengar helaan nafas berat, pelan dan sepertinya si penelpon sangat terpaksa ngubungin gue.
"Oke gue tutup" baru aja ucapan gue selesai, suara diseberang sana terdengar. Suara yang samar gue ingat, kini kembali lagi dikuping gue, sesaat gue pengen budeg aja. Sumpah gue gak pengen ada komunikasi antara gue dan dia.
"Hallo"
"Ya" jawab gue sedatar mungkin.
"A....Aku"
"Aku tau" jawab gue cepet.
"Mmmmmmpp....Ada hal penting yang harus kita bicarakan, ini penting untuk kamu juga aku" suaranya mendesah perlahan.
"Aku udah nikah"
"Aku gak akan ganggu. Aku gak mau tau gimana kehidupan keluargamu sekarang, tetapi yang harus kamu tau ada sesuatu diantara kita yang belum kelar Ndra"
"Belum kelar?"
"Ya"
"Trus?"
"Kita ketemuan di in out resto jam lima sore nanti, please jangan telat" Gue dengar sambungan terputus. Dada gue bergemuruh, sekujur tubuh gue berkeringat dingin. Gue cemas.
![](https://img.wattpad.com/cover/100157376-288-k507302.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
SELEMBUT HATI RAIN (Sequel)
RomanceGue bingung, frustasi, kecewa, juga sedih saat dia bilang gue boleh pergi asal cukup tinggalin Gonza anak gue. Jangan salahin gue akhirnya berubah posesif, kasar, emosional dan gak punya hati !! Itu semua gue buat biar dia gak bisa pergi dari gue...