Chapter 6

59 8 3
                                    

Sekarang Roo taklagi berada di tempat yang super super WOW itu. Roo sekarang sendirian, tanpa ada Levi maupun pengawal. Levi sekarang membiarkan Roo untuk memutuskan apa yang terbaik bagi Palsmarquarzad maupun diri Roo sendiri.
Roo tersadar sekarang kalau ia tersesat. Dimanakah ini? Apa aku tersesat? Batin Roo. Dia sekarang berada di tempat yang kumuh. Sepertinya ini bukan jalan menuju istana. Apa aku terlalu jauh berjalan? Kenapa aku jadi parno gini ya. Batin Roo lagi, dia sekarang berada di daerah yang banyak sekali rumah-rumah kecil, sepertinya pedesaan. Tapi rumah-rumah ini tidak seperti di dekat istana, rumah ini terlalu kecil dan kumuh. Banyak rumah yang sudah roboh dan sampah-sampah berserakan dimana-mana. Tiba-tiba ada yang menepuk bahu Roo, sontak dia kaget dan menoleh kebelakang.
“Ah.. kaget aku.” Roo melangkah ke belakang ketika dia berhadapan dengan nenek tua. Nenek ini sungguh mengenaskan, dia memakai pakaian lungsuh dan robekan dimana-mana serta tembelan dimana-mana, beda sekali dengan pakaian yang dipakai Roo sekarang.
“Maaf, nak. Apa yang membuat anak muda secantik ini datang ke Bortoq nak?”
“Maaf, Bortoq?” seakan Roo ingin tertawa ketika mendengar kata Bortoq tapi ini bukan saat yang tepat untuk tertawa.
“Astaga. Kau tak tau kau dimana? Apa kau dari daerah lain? Dengan siapa kau di sini, nak?”
“Bukan bukan.. maksudku aku tersesat. Perkenalkan namaku Aurora Marqu Jamrat, mereka biasanya memanggilku Roo.” Ini adalah pertama kalinya, di dunia ini, ia menyebut nama panjangnya. Sungguh bahagia sekali.
“Astaga, nak. Apa kau anak dari Lord Ilsya Lapin?” nenek ini seakan bertemu dengan malaikat penolongnya.
“I-iya. M-memangnya K-kenapa?” Roo gugup sehingga dia bicara terbata-bata, dia takut kalau nenek ini mau memangsanya.
“Tidak, nak. Maksudku ille. Sungguh saya tak lancang berbicara seperti ini kepada anda.” Sekarang justru nenek ini membuat Roo diam seperti patung. Mengapa perilaku nenek ini seperti pelayan-pelayanku, pikir Roo.
“Alangkah berbahagianya saya jika ille berkenan untuk mampir ke rumah saya. Apa ille tersesat?”
“Huh? Oh..ya.” Roo berhenti dari lamunannya. Sekarang dia mencerna perkataan nenek itu. “Apa jika aku ke rumahmu kau bisa mengantarku pulang?” “TENTU SAJA, dengan segala hormat.” Nenek itu membungkukan badan tanda hormat pada Roo, tapi Roo sama sekali tak suka dengan perilaku itu.
“Kumohon, apa yang nenek lakukan? Jangan membungkuk seperti itu di hadapan saya. Saya ini lebih muda daripada nenek, jadi sewajarnya sayalah yang harus hormat kepada nenek.”
“Sungguh baiknya dirimu, ille. Kau seperti Lord Lapin yang rendah hati. Tak heran jika sifatnya menurun pada diri ille. Mari saya antar ke rumah saya.”
Mereka berdua akhirnya berjalan bersama. Cukup lama untuk menempuh rumah nenek. Mereka berjalan dalam diam, Roo dari kecil sangat membenci hening, jadi dia mulai bicara, “Maaf saya lancang, siapa nama nenek, jika saya boleh tau?
“Rewen Patuqa. Panggil saja mbah. Kurasa di dunia sana aku disebut mbah kan?” Roo tersadar sekarang. Tadi dia pertama kali berbicara dengan nenek itu memakai bahasanya.
“Nenek juga tau bahasaku. Maaf, mbah juga tau bahasaku?”
“Siapa yang tidak tau bahasamu, nak. Kecuali makhluk ganas itu. Kakekmu Lord Jamrat memerintahkan kami untuk mempelajari bahasa ini. Dia bilang bahwa suatu saat nanti kami pasti akan memakainya. Dan benar saja sekarang, aku sangat gembira bisa mengucapkan kalimat demi kalimat.” Mendengar nenek mengucapkan makhluk ganas, terlintas dipikiran Roo apakah itu Guartmobalaq?
“Apa nenek tahu Guartmobalaq?”  Langkah nenek berhenti ketika Roo mengatakan Guartmobalaq.
“Kita sudah sampai di rumahku, ille. Ayo masuk, ayo. Maaf memang rumah kami sedikit jelek, bukan hanya jelek tapi sangat buruk.” Nenek itu sepertinya tidak mau bercerita tentang nama itu. Nenek seakan mengalihkan arah pembicaraan.
Roo mengikuti langkah nenek. Benar saja rumah ini sangat kecil dan sempit dan lagi, pengap. Tak ada aroma sedap, semuanya bau tak sedap. Rumah ini sudah ditumbuhi jamur dan atapnya ada yang bolong. Sungguh mengenaskan rumah ini. Kenapa ada rumah seperti ini, bahkan bukan satu tapi semuanya yang ada di sekelilingnya, sama seperti rumah nenek. Padahal sekitar istana rumahnya bersih dan sedap dipandang meskipun rumahnya terbilang kecil. Gagasan itu muncul dikepala Roo ketika dia memperhatikan sekitarnya. Sangat mengenaskan. Jika di perbolehkan menyinggung. Rumah ini dikelilingi selokan berlimbah. Sangat sangat bau.
“Inilah rumah mbah, kecil memang. Apa kau mau minum, ille?” Tawar mbah yang sekarang meletakkan topinya di ujung tembok.
“Tidak, mbah. Aku hanya ingin pulang. Aku khawatir pasti mereka yang ada di istana sedang mengkhawatirkanku.”
“Pasti, ille. Pasti. Aku akan membawamu pulang, tapi apa yang membuatmu tersesat sampai kesini?”
“Aku tadi sedang di perpustakan dan ketika pulang aku tersesat.”
“Seharusnya kau pulang dengan pelayanmu, ille.”
“Yah seharusnya memang begitu, tapi ada suatu kendala makannya aku tersesat. Tapi bagaimana aku bisa pulang?”
“Ya aku hanya punya sedikit, tapi cukup untuk kau pulang.” Dia mengeluarkan kantong dari dalam almari di belakangnya.
Apa yang ada di dalam?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 18, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Queen of ROOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang