DiM - 1

1.5K 87 8
                                    

"Hinata, lekas bersih-bersih. Kafe akan dibuka," teriak pegawai lain di kafe itu, Karin namanya.

Beginilah hidup Hinata. Bekerja di beberapa tempat dalam satu waktu. Ayahnya sudah tiada sekitar dua minggu lalu karena kecelakaan pesawat. Dia telah bekerja cukup lama. Sebenarnya, uang di tabungan masih cukup memenuhi kebutuhannya. Namun, bukan berarti dia berleha-leha, tidak melawan kerasnya dunia.

"Iya, aku akan membersihkannya." Hinata mulai menyapu; mengelap meja; dan hal lain.

Hinata merenungi kehidupan sebelumnya. Dia lulusan terbaik di universitasnya dulu, tapi itu tidak menjamin pekerjaan di masa depan. Yang nyata kini, dia bekerja serabutan. Karena kesulitan bersosialisasi, pekerjaan sukar mengampirinya.

Di depan pintu kaca kafe, tulisan open terpampang jelas. Bunyi lonceng pertanda pengunjung masuk terdengar. Ada sosok pengunjung yang menarik seisi kafe.

"Aku pesan menu untuk sarapan," pintanya pada pelayan terdekat. Mereka—para pelayan—tercengang karena pesona pria itu. Manik biru samudra, surai pirang, dan wajah khas orang Rusia, begitu tampan. Pula penampilan yang sederhana dan kasual memikat hati para perempuan lajang.

"Hinata, antarkan ini ke pria asing tampan itu. Aku rasa sudah jatuh cinta padanya," ujar Karin. Hinata sedikit tidak paham perintah Karin. Dia tetap mengantar pesanan itu ke pengunjung kafe.

"Asing? Asing bagaimana maksudnya?" gumam Hinata. Dia menyisir pandangannya pada kafe itu. Akhirnya, dia menemukan seorang pria yang begitu mencolok. Dia mengantar pesanan dengan segera karena pekerjaannya masihlah banyak. "Ini pesanannya, Tuan." Perlahan, Hinata meletakkan bermacam makanan pagi, sebutlah sarapan.

Naruto memandang intens pada Hinata. "Duduklah."

"Maaf, Tuan berbicara padaku?" tanya Hinata seraya melongo ke kanan dan kiri.

Naruto terkekeh. "Duduklah."

"Tapi, saya masih banyak pekerjaan, Tuan." Hinata membungkuk sopan.

Naruto bangkit berjalan ke pintu putih, ruang itu berisi pemilik kafe. Tak berselang lama, dia kembali. Dan berkata pada Hinata, "Aku sudah meminta ijin pada bosmu. Selagi aku sarapan, gantilah bajumu. Aku akan membawamu pergi."

Dengan bodohnya, Hinata menuruti pria asing itu. Dia menyangkal kalau dirinya bodoh. Kapan lagi mendapat tawaran pria tampan seperti itu. Kira-kira, seperti itulah yang dia pikirkan. Dia menghampiri lagi Naruto yang asyik makan.

"Sudah selesai? Ayo berangkat." Naruto meletakkan berlembar uang di meja. Kemudian, menarik Hinata menuju mobilnya yang terparkir.

Canggung, di dalam mobil hanya terdengar celoteh penyiar radio yang tidak menghibur. Hinata bingung akan menanyakan hal apa saja pada pria asing di sampingnya. Dia lebih memilih mengalihkan pandangannya pada pemandangan di balik kaca mobil.

Naruto melirik sekilas Hinata. "Bagaimana perasaanmu? Senang karena diculik olehku? Atau takut?"

Hinata tertawa kaku. "Aku bingung kenapa Anda menculik pelayan kafe."

"Apa aku harus menculik pemancing ikan? Lebih baik menculikmu."

"Maaf, tapi apa Anda mengenal saya?" Hinata menggali ingatannya. Sejak kapan dia memiliki kenalan berparas bak aktor Hollywood ini.

Naruto diam tidak bergeming. Hinata tidak sadar telah dibawa menuju sebuah mansion mewah. Naruto memberhentikan mobilnya di halaman mansion itu. "Turun, kita sudah sampai."

Hinata kikuk sekali. Dia turun dengan wajah tidak elegan. Mulutnya terbuka melihat kemewahan mansion megah itu. "Keren sekali," pujinya.

Naruto menggeleng maklum. Dia menggandeng Hinata memasuki mansion itu. Hinata patuh saja karena dia tidak bisa melakukan apa pun selain mengikuti Naruto. Sampailah mereka di ruang makan. Terdapat wanita pirang yang duduk manis. Dia pasti ibu orang ini. Juga, lelaki berambut hitam yang sudah memutih duduk di hadapannya.

"Nenek, Ayah, inilah perempuan yang akan menjadi pendamping hidupku."

"Apa?"

¡¡¡¡

[6] Disappear in MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang