How Troia Create Her Stories
1. THE MESSAGE
Buat gue, menulis itu adalah perjalanan untuk mengenal diri sendiri lebih dalam. Jadi, yang utama bagi gue dalam membuat cerita adalah gue harus punya pesan dulu.
Pesan ini bukan berarti gue udah tahu nasihat apa yang mau gue sampaikan, bukan. Ini lebih ke, gue mau nulis karena gue punya sesuatu untuk disampaikan. Biasanya, gue menulis karena gue punya pertanyaan, dan gue merasa kayaknya gue bakal lebih bisa membentuk jawaban atas pertanyaan itu kalau gue bikin cerita. Jadi, sebenernya dalam membuat cerita itu ya... gue sedang bertanya dan mencari jawaban. Contoh, dalam novel Nona Teh dan Tuan Kopi itu salah satu pertanyaannya adalah, apakah jodoh itu udah pasti nikah? Apakah orang nikah udah pasti jodoh? Apakah jodoh udah pasti ketemu di dunia? Ya intnya gitu sih. Dan gue dapet jawabannya dalam proses menulis itu. Ya pertanyaan hidup gue nggak cuma tentang jodoh-jodohan itu aja sih. Ada lagi beberapa tapi gue nggak mau spoiler buat buku dua NTdTK.
Intinya, hal yang mau gue sampaikan itu nggak harus dalam bentuk nasihat. Kebanyakan justru berupa pertanyaan. Dan jawaban yang gue dapat mungkin akan disangka pembaca sebagai 'nasihat'nya, while in fact, not really. Tergantung perspektif kalian kayaknya. Kalau misal pemahaman hidup gue bertambah, tulisan gue akan terus berkembang. Mungkin tulisan-tulisan gue yang lalu itu memuat kesalahan-kesalahan pemahaman yang gue dapat. Yaudah gapapa. Buat gue, it's a reminiscence bahwa gue pernah melakukan kesalahan.
Kayak di NTdTK awal (yang versi Wattpad tahun 2013) itu gue ngelakuin kesalahan pemahaman yang menurut gue fatal banget sih. Ya mungkin karena gue masih mikir sesuai standar masyarakat kali, ya. Society menganggap bahwa perempuan yang belum menikah = belum sukses/belum bahagia. I think like that too when I'm in high school. Kesalahan fatal, I know. Jatohnya gue malah bikin Varsha kayak beberapa cerita tentang wanita karier yang punya segalanya tapi merasa seakan dia manusia paling terpojok di dunia karena belum juga menikah, trus dia merutuk-rutuki nasib karena masih juga lajang di usia sekian, dsb. Gue nggak mau Varsha (Nona Teh) kayak gitu. Gue nggak mau dia merutuki Tuhan ataupun menyalahi nasib ataupun menganggap semua cowok itu sama aja brengseknya. Ya udah, untung di versi cetak nggak kayak versi Wattpad HAHA.
Tere Liye menyebut 'pesan' ini sebagai "So What" dalam formula untuk membuat cerita versi Tere Liye. Intinya sama sih, pokoknya lo punya sesuatu yang mau disampaikan.
2. THE UNIVERSE
The universe for the characters. Maksudnya, dunia yang lo buat untuk si karakter itu mau lo bikin kayak gimana?
Gue bakal bagi 'universe' ini jadi dua, yakni:
a) universe di dunia ini
b) semesta yang bener-bener baru (biasanya buat kisah fantasi)
Oke, yang pertama. Kalau lo ngambil setting di dunia ini, itu berarti lo harus mengacu pada kondisi dunia ini secara nyata.
Misal, lo bikin tokoh lo anak SMA di Jakarta yang sekolah di tempat kumuh gitu. Dan orang-orang di sana ceritanya ekonominya kurang, tata kramanya kurang, dsb. Hidupnya susahlah ceritanya. Ya... lo jangan sembarangan bikin nama-nama tokoh lo Andrew Hilston, Johny Cravis, dan nama-nama kaukasian pada umumnya. Boleh kok, boleh kasih nama begitu. Tapi, harus ada alasan kenapa nama mereka nggak kayak nama anak-anak Indonesia pada umumnya. Jangan cuma asal kasih nama ala bule cuma karena lo mau karakter lo kelihatan keren.
Sementara buat semesta yang benar-benar baru, lo harus konsisten terhadap kondisi dunia yang lo ciptakan. Biasanya ini buat novel fantasi. Nulis fantasi itu susah sih kata gue. Karena lo bikin dunia yang bener-bener baru dengan sistem universe yang baru juga. Misal, mantra buat menciptakan cahaya di Harry Potter namanya 'lumos'. Dan penulis nggak bisa sembarangan tiba-tiba bikin Harry ngomong "Lumos" untuk membuat lampu di sekitarnya malah mati. Itu jadinya nggak konsisten. Kalaupun misal mantranya tiba-tiba berubah fungsi, harus ada alasan kuat yang menyertainya. Nggak bisa asal berubah aja. Dan hal ini juga berlaku buat universe karakter yang di dunia ini.
Misal, kalau ada karakter yang dari awal digambarkan ceria, trus tiba-tiba di chapter empat, dia disapa orang malah jawab dengan datar tanpa senyum. Kalau misal sepanjang cerita sampai tamat nggak ada penjelasan tentang perubahan karakter tersebut, itu namanya karakter yang dibuat nggak konsisten. Jadi, karakter ini sebenarnya mau dibikin ceria atau pemurung? Kalau misal tiba-tiba dia menjawab sapaan teman-temannya dengan datar tanpa senyum, tapi ada alasan yang menyertai, misal dia habis ditimpa masalah (hal ini bisa lo sisipkan baik di adegan tersebut ataupun baru ditunjukkin di chapter mendatang, terserah), yaudah nggak apa-apa.
Itu penggambaran singkat aja. Sebenernya, universe yang gue maksud mencakup banyak aspek sih. Misal, lo bikin tokoh lo anak kuliah. Ya... at least lo harus tahu dunia kuliah itu kayak gimana. Si tokoh jurusan apa, temen-temennya gimana, biasanya di kampus ada acara apa, tinggalnya di mana, gimana keseharian dia sebagai mahasiswa, tempat-tempat apa yang biasa jadi tongkrongan dia di kampus, dsb. Itu bisa ngasih layer buat cerita lo biar lebih hidup.
3. THE CHARACTERS
The characters, baik tokoh utama maupun tokoh sampingan.
Jadi, tokoh kayak gimana yang kita butuhkan dan ingin ciptakan? Tokoh utamanya cowok apa cewek? Atau mau tokoh utamanya ada dua, jadi ganti-ganti POV antara tokoh utama cowok dan tokoh utama cewek? Atau, mau lebih dominan di salah satunya, misal lebih dominan di karakter ceweknya? Atau mau lo gimana? Atau mau seimbang? Terserah aja. Balik lagi ke kebutuhan lo terhadap cerita lo.
Gue nggak terlalu banyak ngulas tentang karakter di sini sih. Nanti bakal ada pembahasannya sendiri. Tentang universe tokoh juga bakal gue bahas juga di part yang akan datang.
Overall:
Gue nggak tahu gimana penulis lain, tapi gue pribadi nggak bisa nulis/menyelesaikan naskah kalau belum ada tiga komponen di atas. Walaupun gue udah menciptakan tokoh yang unik (buat gue sih unik, terserah menurut yang lain) dan gue udah bikin universe buat si tokoh tersebut, kalau belum ada message yang mau gue sampaikan, gue nggak akan bisa menyelesaikan naskah itu. Harus ada sesuatu yang mau gue sampaikan. Karena message inilah yang bikin gue bisa komitmen untuk menamatkan cerita. Karena, ya memang itulah cerita. Ketika lo baca cerita, ada sesuatu yang disampaikan dalam cerita itu. Nggak harus moral message superbaik kayak jadilah anak yang rajin menabung dll. Lo bisa aja bikin tokoh nggak bermoral dan pembaca masih bisa narik amanat dan kesimpulan dari cerita lo (cuma ini emang harus lebih hati-hati dalam membuatnya).
Oya. Ada yang mau ditanya tentang pembuatan tokoh?
KAMU SEDANG MEMBACA
Troia's Writing 101
RandomNot quite 101 techniques. But this is how I write a story.