3. How Troia Create Her Fictional Characters
Silakan baca Writing Tips Mbak Shirei poin 20. Design Character sebelum melanjutkan baca part ini.
Sudah baca? Oke. Basically gue cara gue bikin karakter sama aja kayak yang udah ditulis di Writing Tips Mbak Shirei. Tapi, gue lebih fokus di kepribadian karakternya. Jadi, gue jabarin dulu tentang 5 traits kepribadian manusia menurut ilmu psikologi. CMIIW, setau gue ada beberapa ahli yang menyebutkan penentuan kepribadian manusia bisa lebih dari 5 traits, tapi kelima traits yang gue pakai ini gue rasa paling sederhana dan mudah dipahami. Lima komponen dasar yang gue sebut di atas disebut dengan "The Basic Five" dalam mengetahui traits kepribadian manusia dalam ilmu psikologi. Traits ini beda ya sama types. Kalau traits itu komponen dasar untuk menentukan tipe kepribadian, kalau types itu ya... tipe kepribadiannya.
t h e
b a s i c
o f
h u m a n
personality
1. Lo mau bikin energi karakter lo berpusat di mana? (Extraversion)
Bahasa ilmiahnya, dia anaknya lebih ke introvert atau ekstrovert? (okay, fine, you can argue about ambivert but i don't believe that ambivert exist, karena selalu ada kecenderungan baik itu untuk jadi introv atau ekstrov). Sure, kalian bisa aja bilang, "Tokoh gue labil, Troi, kadang dia pendiam, kadang berisik. Jadi gue nggak tahu dia ekstrovert atau introvert." Nah, itu berarti lo salah paham sama exstraversion, kayak gue dulu wkwk.
Ini sebenernya pelajaran dari Kaods (@mongseptember) tentang kekeliruan orang dalam memahami ekstrovert dan introvert. The idea about extrovert dan introvert itu adalah tentang energi, semangat hidup. Lo bisa aja kenal sama orang yang kalau bareng temen-temennya kelihatan ceriwis, melebur dengan semua anak, dan sering ngajak bercanda, tetapi ternyata dia ternyata introvert. Why? Karena meski dia emang enjoying him/herself ketika bersama teman-temannya, dia butuh waktu sendirian untuk charge energi dia. See? The point is about energy. Karakter lo ini cenderung lebih mendapat energi ketika bersama orang lain, atau mendapat energi kalau lagi sendirian? Introvert dan ekstrovert itu tentang energi, bukan tentang siapa yang pendiam dan siapa yang bawel. Gue punya temen anaknya chatty abis, suka banget ngobrol sama semua orang, tapi dia nggak bisa mengerjakan sesuatu bareng orang-orang. Ya bisa sih kerja bareng yang lain. Tapi, dia bakal lebih fokus, nyaman, berenergi dan maksimal kalau kerja sendirian. Hence, she's an introvert. Gue juga punya temen yang kalem, anaknya baik dan kalau ngomong cuma seperlunya aja. Tapi, dia selalu bareng temen-temennya kalau mau ngerjain sesuatu. Like, mungkin karena dengan dikelilingi temen-temennya dia merasa mendapatkan energi. Ini tetap disebut ekstrovert walau dia kalau ngomong seperlunya aja (not quite a chatty person) karena dia dapat energi ketika dia bersama teman-temannya.
So, where is your character's source of energy? Choose it wisely (and quickly, jangan kelamaan bingung).
2. Seberapa terbuka sifat karakter lo? (Openness to experience)
"Terbuka" yang gue maksud adalah terbuka untuk pengalaman baru, ide baru, dan hal-hal baru. Karakter buatan lo bisa jadi seorang introvert tapi dia termasuk orang yang terbuka untuk hal-hal baru, mau mencari tau lebih dalam hal-hal yang bikin dia kepo dengan pengalaman baru, entah itu dengan berani mengobrol sama orang asing atau berpetualang sendirian ke tempat-tempat baru. Again, introvert dan ekstrovert itu tentang energi. Jadi introvert itu bukan berarti dia pendiam, tertutup, kaku, dsb. Ekstrovert juga bukan berarti dia selalu berisik, nggak peduli aturan, suka petualangan.
Karakter lo bisa jadi seorang ekstrovert yang nggak "terbuka" dengan tantangan dan pengalaman baru karena dia lebih nyaman di zona hidup yang stabil. Keuangan stabil, karier oke, teman-teman asik, rumah nyaman, keluarga tentram, dsb intinya hidup stabil itu membuatnya merasa aman (rasa aman itu kan salah satu kebutuhan dasar manusia) dan dia bahagia dengan kestabilan itu. Dia nggak mau beranjak dari zona nyaman ya karena itu kebahagiaan dia dan dia selalu berupaya untuk menjaga hal itu, salah satu cara dia menjaganya adalah dengan tidak terlalu 'terbuka' dengan pengalaman baru. Jadi, kalau ada orang yang nawarin dia pengalaman baru yang sekiranya bisa 'mengancam' perubahan dalam hidup dia, dia kemungkinan besar akan menolak mendapatkan pengalaman itu.
You can be an extrovert and avoid many challenges ahead because you need a stable environment.
So, pilihlah seberapa terbuka karakter lo terhadap hal-hal baru.
3. Karakter lo sesensitif apa sama emosi yang nggak enak? (Neurotisme)
Ini nggak berhubungan amat dengan 'logika VS perasaan'. Ini fokusnya ke emosi yang tidak enak, kayak amarah, depresi, kekecewaan, dsb. Secure VS Insecure gitulah. Neurotisme ini berlaku baik untuk si tokoh maupun hubungannya dengan orang lain. Kalau tokoh lo stabil secara emosional (feeling secure), dia nggak akan terlalu terpengaruh sama emosi nggak enak kayak yang gue sebutkan. Jadi kalau misal dia mendengar kata-kata menyakitkan yang ditujukan ke dia, dia merasa sakit hati, tapi nggak akan berkubang banget di rasa sakit hati itu hingga depresi. Nah, itu kalau tokohnya secure.
Tapi, kalau dia rasa secure-nya terlalu tinggi, tokoh ini tuh jatohnya kayak merasa dirinya selalu di atas angin dan nggak peduli orang lain. Jadi kalau ada yang mengkritik dia, dia akan menganggap kritik itu angin lalu dan menganggap dirinya selalu benar, trus kalau ada orang yang lagi nggak stabil emosinya, dia nggak akan empati dan dalam dirinya justru nyalah-nyalahin orang itu.
Sementara kalau dia insecure, kalian tahu sendiri, dia akan mudah terpengaruh oleh perasaan-perasaan yang tidak enak yang kusebutkan tadi. Dia juga gampang merasakan amarah, atau gampang depresi, atau gampang kecewa. Dan bisa jadi juga menyalah-nyalahkan orang, atau mungkin menyalah-nyalahkan dirinya sendiri.
4. Karakter lo lebih condong mudah setuju atau mudah menyangkal? (Agreeableness)
Ini gampang ya nalarnya. Bayangin aja, kalau misal tokoh lo kerja kelompok, dia cenderung lebih mudah setuju sama apa keputusan teman-temannya, atau justru lebih condong untuk nggak setuju? Ini bakal ngaruh ke tokoh lo ini bakal jadi tipe pengikut atau tipe yang diikuti orang. Agreeableness yang tinggi berarti dia makin kooperatif, sementara agreeableness yang rendah berarti dia susah kooperatif. Susah kooperatif ini belum tentu jadi hal yang buruk, ya. Kalau misal dia diajak buat ikut-ikutan narkoba trus dia iya-iya aja karena mau ikut-ikutan kan, bahaya juga. Sebenernya tergantung situasi dan kondisi sih.
5. Karakter lo berantakan atau rapi? (Conscientiousness)
Ini sebenarnya nggak terlalu berhubungan amat sama kerapian kamar tokoh lo.
Ini lebih ke, tokoh lo itu tipe yang lebih condong jadi well-organized dan disiplin, ATAU condong jadi tipe yang bebas dan spontan? Misal dia mengerjakan sebuah proyek dari atasan, dia tipe yang merencanakan pekerjaannya matang-matang lalu menjalankan sesuai rencana (well organized) dan disiplin dengan rencananya, atau dia tipe yang langsung gerak tanpa rencana yang benar-benar matang (spontan)? Kalau mau ambil contoh sih, kayak tokoh Ben dan Jody di film Filosofi Kopi. Jody itu tipe well-organized, merencanakan segalanya, mau bikin kafe itu cek prospek dulu kafe mana yang lagi ngetren, survei lokasi kafe-kafe hits yang sering jadi tempat tongkrongan anak muda, orientasi ke duit seperti niat awal, dan semua pergerakannya dilakukan sesuai rencana. Sementara tokoh Ben itu lebih ke spontan, mau bikin kafe yang kopinya orisinal, kualitas baik, dan dia mau jadi barristanya, tapi dia emang nggak mikirin masalah uang yang penting passion dia untuk bikin high-quality coffee itu tersalurkan, sehingga rencananya nggak dipikirkan matang-matang kayak si Jody, padahal mereka masih sewa tempat buat kafe Filosofi Kopi mereka.
Yak, kurang lebih begitulah kepribadian manusia. Kalau lo udah menentukan dari awal, biasanya lebih mudah buat inget lagi karakter lo ini kayak gimana, dan dia akan membuat keputusan seperti apa seiring cerita berjalan. Misal si karakter lo ini tipe yang insecure gitu anaknya, kalau tiba-tiba ada tawaran buat dia untuk jadi pembicara gitu, lo bisa langsung kebayang kira-kira bakal langsung diterima apa dipikir-pikir dulu sama tokoh lo. Jadi emang mempermudah biar konsisten sama karakter.
Sebenernya masalah konsistensi karakter emang susah-susah gampang, sih. Sampai sekarang juga kadang gue suka ada yang missed gitu pas nulis karakter fiksi. Trus pas baca ulang, baru ngeh apa yang missed. Tapi ya... balik lagi. Bagi gue, yang penting gue kelarin dulu ceritanya, nggak mau kelamaan bingung menentukan sesuatu. (bingung tokohnya harus ngapain dsb). kalau gue sih, bayangan pertama buat kelanjutannya gue tulis aja dulu, ntar kalau ada yang missed gitu kan, bisa diperbaiki nantinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Troia's Writing 101
RandomNot quite 101 techniques. But this is how I write a story.