"Bonjour."
Ney terhenyak dari lamunan ketika suara tidak asing menyapa. Gadis manis berambut pirang memberi kode untuk duduk dibangku kosong sebelah.
Ia menggunakan kaos putih yang ditutupi kemeja kotak-kotak coklat dengan kancing terbuka sepenuhnya dan celana jeans usang serta sneakers hitam.
Pakaiannya sama seperti kemarin. Ney bergumam dalam hati, kemudian mengangguk. Dengan senang gadis itu duduk disampingnya. Ia mengenali gadis tersebut. Tetangganya. Cucu dari seorang pemintal benang. Ia sering memperhatikannya dari balik jendela. Disore hari, neneknya yang pikun sering berteriak kepada gadis itu untuk mencari alat pemintalnya. Padahal alat tersebut selalu diletakkan ditempat yang sama, di gudang dekat tumpukkan kayu bakar.
Supir bus mulai mengambil alih kemudinya dan menyalakan kembali mesin. Tidak lama, mereka telah meninggalkan halte. Rambut panjang Ney yang tergerai ditiup angin saat ia membuka jendela bus.
Sudah satu bulan ia meninggalkan Indonesia. Kali pertamanya melangkahkan kaki di Cormatin. Ia beranggapan ini adalah sebelas duabelas kampung halaman ayahnya. Banyaknya bangunan klasik, padang rumput yang luas, danau yang jernih dan tanpa polusi. Ya walaupun tidak sama persis, tetapi penduduk disini masih menjaga alamnya. Terutama pepohonan yang rindang menambah kesejukan di wilayah ini.
"Comment t'appelle-tu?"*
Ney mengernyit saat gadis itu berbicara kearahnya. Ia sama sekali tidak mengerti. Gadis itu sepertinya paham dengan situasinya. Ia kelabakan sambil meronggoh sesuatu di saku kanan jeansnya. Sebuah smartphone yang dikeluarkan. Sekilas ia menjelajah di browsernya. Tak lama gadis itu menunjukkan kalimat yang ia ucapkan tadi dalam bahasa Inggris.
Ney tersenyum mengangguk setelah membacanya. Gadis itu menatap lekat berharap bagaimana respon selanjutnya.
"My name is Ney..."
"Ney Natalia." Lanjutnya.
"Oh Ney." Sahut gadis itu diiringi dengan tawanya. Ney hanya terkekeh pelan.
"You?"
"Me? I'm Gloria Patrie" Masih dengan tawanya ia mengulurkan tangan seraya berjabat tangan.
Sesampainya dirumah. Sepasang mata mengawasi dari balik jendela saat Ney berjalan masuk ke halaman. Setelah menutup gerbang pagar ia berlari kecil lalu menyambar ganggang pintu dan masuk. Dengan heran ia menatap sekeliling rumah. Sepi.
"Mey!!"
Ia langkahkan kaki menuju dapur. Kemudian ia berjalan ke ruang tengah untuk mencari para penghuni rumah.
"Kak Ping!!"
Tidak sengaja ia menginjak sesuatu. Ia menunduk untuk memeriksa apa yang telah diinjaknya. Beberapa bungkusan permen yang berserakkan di lantai. Tersadar bahwa ruang tengah telah menjadi kapal pecah. Remahan biskuit dan bungkusan makanan ringan lainnya mengotori meja. Selimut dan bantal berhamburan di sofa serta televisi ditinggalkan dalam keadaan menyala.
"Ka Sam!" teriaknya kembali. Ia mencari-cari sesuatu dibalik tumpukkan bantal dan selimut.
"Nyari ini?" Ujar Mey dari lantai dua, si gadis bertubuh mungil dengan kepang duanya. Senyuman jahil tersirat dari wajahnya. Ney mendongak sambil menatap kesal. Remote TV itu telah ditangan adiknya. Ia mengarahkan remote tersebut ke televisi sambil menggonta-ganti channel.
"Turun kesini cepat. Sebelum aku benaran marah!"
Alhasil kesalnya bertambah ketika melihat Mey menjulurkan lidah kearahnya.
"Aku ngga mau tanggung jawab kalau Kak Ping datang sambil marah-marah karena melihat rumah berantakan!"
"Dia pulangnya ntar malam. Paling sampai rumah langsung tidur." Sahut Mey berbohong. Ia kemudian turun dan memungut bungkusan permen. Ney menutup telinga sambil berjalan ke dapur dan mengambil sebotol air mineral dari kulkas.
"Permisi! Ada yang bisa membantuku membukakan pintu!"
Belum sempat Ney minum, ia menoleh kearah suara itu berasal. Setelah meletakkan kembali botol mineral, ia meraih ganggang pintu dan membukanya. Pingkan datang sambil membawa sebuah kotak besar.
"Apa itu kak?" Ney mengernyit bingung.
"Ah ini..." Ia meletakkan kotak tersebut di meja makan dan membukanya. Ada tiga lembar gaun putih panjang.
"Kita bertiga akan tampil cantik malam ini." Ujar Pingkan semangat. Ia mengambil salah satu gaun berukuran lebih besar dan membentangnya.
"Memangnya ada acara apa malam ini?" Sahut Mey yang tiba-tiba saja berdiri antara mereka.
"Ada pesta kebun di tempat Walikota. Kalo ngga salah hari ini ulang tahun pernikahannya."
"Perasaanku jadi ngga enak." Ujar Ney memalingkan wajah.
Ia jadi teringat kejadian 10 tahun yang lalu di Bali, saat itu perayaan ulang tahunnya ke-9. Ya.. Pingkan berulah. Ia membawa dua ekor anak anjing ke dalam pesta. Saat anjing itu terlepas dari pelukkan Pingkan, salah satunya berlari kesana kemari dan yang satu menarik-narik celana badut. Keinginan untuk memberi sebagai hadiah dan membuat Ney senang, malah membuat beberapa anak-anak berlarian ketakutan dan adapula yang tertawa kemudian turut menambah kekacauan. Akhirnya, Pingkan menjadi bulanan omelan orangtuanya.
"Kalian dilarang membantah." Sambung Pingkan sambil menatap lekat. Ia sangat tahu kedua adiknya ini pasti menolak dengan idenya.
___
Note :
*What is your name?
KAMU SEDANG MEMBACA
Cormatin Cintanya
General FictionNey memilih untuk menetap ditempat yang jauh dari kampung halamannya. Budaya, sosial, gaya hidup dan bahasa jauh berbeda dari kebiasaannya. Ia nekat untuk menetap disana karena satu alasan. Satu alasan yang membuat hidupnya berubah. Tanpa persiapan...