Pagi hari disambut dengan hawa sejuk diiringi dengan merdu kicauan burung dan kumpulan suara domba yang keluar dari kandang sambil digiring pengembalanya. Embun memenuhi jendela. Di ruang makan. Mey berdiri membelakangi meja makan. Jemari lentiknya menuliskan sesuatu di jendela. Kangen.
"Kangen sama siapa kamu dek?" Ujar Pingkan berjalan melewatinya.
Buru-buru ia hendak menghapus tetapi disergah. Pingkan menyarankan untuk menghapus menggunakan siku. Entah bagaimana rasional pasti, berdasarkan pengalamannya menggunakkan telapak tangan akan menambah kotornya jendela. Kemudian ia memberikan sebuah kain lap.
"Sekalian dibersihin ya."
Pingkan berjalan kedapur untuk mematikan kompor. Asap mengepul diudara saat ia membuka penutup panci berukuran sedang. Sup ayam yang dibuatnya telah matang. Beberapa masakkan lainnya sudah ia hidangkan di meja makan.
"Good morning." Samuel berjalan menghampiri sambil membawa sebuah koran dan menarik kursi lalu duduk. Pingkan dan Mey memberi respon kepadanya.
"Dimana Ney?" Ujarnya lagi dengan tatapan fokus ke koran yang dibacanya.
"Biasa. Dikamar, masih tidur." Sahut Mey lalu berjalan ke ruang cuci untuk meletakkan kain lap itu di tumpukkan kain bekas dan kembali ke ruang makan.
Tidak lama, Ney turun melewati tangga sambil mengusap sebelah kanan matanya. Rambutnya terlihat acak-acakkan. Mulutnya membuka lebar saat menguap. Ia berjalan ke ruang makan dan bergabung.
"Good morning, sleeping beauty." Sapa Sam setengah melirik.
"Eh.. siapa yang suruh langsung duduk. Mandi sana dulu." Tegur Pingkan lagi sambil membagikan empat mangkuk sup. Kemudian menuangkan susu untuk mereka masing-masing.
"Ngga perlu. Cuci muka dan berkumur aja." Ujar Sam sambil melipat korannya. Dengan lesu Ney bangkit dan berjalan ke wastafel. Mencuci muka dan berkumur kemudian kembali bergabung.
"Masih dengan pembicaraan kemarin. Kami berdua Pingkan sudah sepakat jika kamu mengikuti kursus Bahasa Prancis dengan salah satu guide dari Chateau de Cormatin." Kata Sam setelah menyeruput supnya.
"Oh iya.. dia juga bisa Bahasa Indonesia, jadi kamu tidak usah khawatir."
"Kapan mulainya?" Ucap Ney tanpa membantah.
Ia lelah untuk beradu pendapat. Mereka tidak mengetahui jika semalam setelah pulang acara pesta, Ney menangis. Ia menangis tanpa bersuara. Ia menahannya. Ia tidak ingin membangunkan seisi rumah. Rasa takut menyelimuti dirinya. Takut untuk menghadapi kenyataan. Takut untuk menerima sesuatu hal yang baru.
"Siang ini."
~~~
Ney membuka lemari pakaiannya. Ia mengeluarkan beberapa pakaian dan mencocokkan warna yang akan dipakainya keluar. Ia tidak memilih pakaian yang bagus, melainkan rajutan yang nyaman. Ia mengambil tas punggung berwarna biru tua dan memasukkan beberapa alat tulis kesana, lalu berjalan keluar kamar.
"Aku pergi dulu."
"Ya. Hati-hati di jalan." Sahut Mey dan Pingkan dari ruang tengah. Mereka asyik menonton acara reality show. Seorang aktris muda tengah diwawancarai oleh host.
Ney mengambil sepatu olahraga dari rak, lalu mengenakannya. Saat membuka pintu, cahaya matahari masuk ke dalam rumah. Musim panas, yang menurutnya tidak terlalu panas. Setelah mengenakan topi jersey, ia melangkahkan kaki keluar rumah. Kurang lebih 15 menit ia berjalan, akhirnya sampai di Chateau.
Ia mengeluarkan selembar kertas yang bertuliskan nomor telepon milik guide tersebut. Ia memasukkan nomor tersebut dikontaknya, lalu menelponnya.
"Hallo! Who is it?**"
"Em.. Ini aku Ney."
"Ney? Adiknya Sam?"
Belum sempat ia menyahut, sesosok badan tinggi tegap tengah berjalan menghapirinya. Pemuda berkulit putih, dengan mata dan rambut hitamnya yang berkilau sangat kontras saat terik matahari menerpanya. Terlihat sekali bahwa ia blasteran Eropa-Asia. Dia sempurna.
"Kamu Ney bukan?" Tanyanya lagi lalu mematikan ponselnya.
Sambil tersenyum, Ney menganggukkan kepala. Ia terpana mamandang pemuda itu. Ia membayangkan cahaya bersinar melalui matanya, seperti saat kakaknya meletakkan botol-botol kaca di kusen jendela. Rasanya sungguh menyenangkan.
"Aku Roland Wijaya."
"Pembelajaran kita santai saja. Disini kita belajar sambil bermain." Sambungnya.
Wajahnya terlihat bersemangat. Pemuda itu memperlakukan Ney dengan sangat hangat saat melihatnya, seakan dia dan Ney adalah dua orang yang telah lama mengenal satu sama lain. Menurut Ney, sekilas ia adalah sosok yang bebas.
"Oh iya, sebelumnya ada yang ingin kamu tanyakan?"
"Kakak sudah punya pacar?"
Roland terdiam mendengarnya, kemudian ia tertawa keras. Ney yang tersadar menutup mulutnya. Ia tidak menyangka apa yang dipikirkannya malah terucap.
"Aku akan berpura-pura tidak mendengarnya."
"Baiklah. Aku akan menunjukkan sesuatu kepadamu lebih dalam..." Sambung lelaki dengan mengalihkan pandangannya.
Note :
*Berapa umurmu?
**Halo! Siapa ini?
KAMU SEDANG MEMBACA
Cormatin Cintanya
General FictionNey memilih untuk menetap ditempat yang jauh dari kampung halamannya. Budaya, sosial, gaya hidup dan bahasa jauh berbeda dari kebiasaannya. Ia nekat untuk menetap disana karena satu alasan. Satu alasan yang membuat hidupnya berubah. Tanpa persiapan...