Senyum itu

40 8 25
                                    

***
Tak perlu mencari berbagai cara untuk bahagia, karena melihat senyummu sudah membuatku bahagia ~Again~
**

Dimas POV

Emangnya cuma toko hijau aja ya, yang jual perlengkapan alat tulis. Antrinya sampai Jogja-Solo. Gerutu gue melihat banyaknya pembeli yang menanyakan berbagai kertas pada penjaga toko.


"Permisi mas, kertas lipat yang ukuran sedang ada?" Tanya seorang gadis cantik dengan rambut ikal dan sedikit lesung pipi pada gue.

"Oh sebelah sini." Gue mengantarnya menuju rak kertas lipat dan memberikan kertas lipat padanya.

"Terimakasi mas" Ucapnya sambil tersenyum manis.

"Dim, gue cariin kemana-mana, malah disini sama cewek. Gue udah nemu velcro." Tio menepuk punggung gue yang sedang memandang senyum indah gadis ikal ini.

"Maaf bro, tadi gue cari kertas daur ulang. Buat nempelin di velcronya." Jawab gue pada Tio.

" Siapa itu bro?" Tio mengarahkan pandangannya pada gadis ikal tersebut.

"Pembeli sini." Jawab gue datar agar Tio gak banyak  omong.

"Kirain cewek baru" Tio memukul lengan kiri gue. " Oiya, velcronya adanya warna hijau ketupat, gue cari yang hijau telur asin gak ada."

"Kaya pernah denger tu kata-kata. Gue males pesen kertasnya, liat aja tuh banyak banget kaya semut cari gula eh cari kertas" Ucap gue sambil tertawa.

Gue melirik gadis ikal yang bertanya pada gue. Dia terlihat memerah karena malu pada gue yang dikira penjaga toko. Wajar sih, soalnya gue juga pake baju PDL yang hampir mirip kaya seragam karyawan di toko hijau. FIX.

Dia pergi tanpa permisi dan pelan-pelan meinggalkan gue dan Tio. Rasanya gue pengen lebih kenal dengannya. Entah gue lihat pertama kali aja udah tertarik dengan senyumnya. Bukan-bukan jatuh cinta. Baru awal-awal jatuh cinta? Kaya bocah ABG aja. Baru liat langsung cinta, baru liat langsung jadian.  Hanya tertarik saja. 

Gue memutuskan untuk antri lagi memesan kertas daur ulang. Tio sangat pandai untuk menyerobot antrian. Dia memang gak baik buat ditiru. Tapi gue suka caranya yang instant, bikin gue cepet nyelesain pekerjaan gue.

***

Habis antri memesan kertas, gue harus antri membayar. Shiitt. Ini toko alat tulis atau tempat bazar sembako.

Saat gue mengantri, gue bisa melihat gadis ikal tersebut kesempitan mengantri, tubuhnya yang tinggi gak membuatnya menang dalam hal antrian.

Gue melewati bejibun manusia mengantri dan menawarkan diri untuk membantu mengantrikan barang milik gadis tersebut.

"Permisi mbak? Boleh saya bantu?" Ucap gue manis pada gadis ikal tersebut.

"Tidak terimakasih mas, bisa kok. Oiya gak usah formal-formal mas, gue tau kok kalo sampean bukan penjaga toko sini." Ucap gadis ikal tersebut sambil sedikit menahan tawa malunya.

"Gak usah malu mbak, gue tau gue emang mirip-mirip bapak satpam itu" Gue menunjuk satpam di dekat pintu masuk.

Gadis itu hanya tertawa kecil diantara desakan antrian.

"Hey mbak, sini gakpapa, serius lhoh" Gue terus membujuk untuk membantunya.

"Okedeh kalo maksa. Jadi enak guenya" Gadis ikal tersebut memberikan barangnya dan menghindar dari antrian menuju pintu disamping bapak satpam yang mukanya mirip Sahrul Khan yang dilihat dari Monas terus pake teropong yang di sumpeli kertas.

***

"Ini barangnya" Gue memberikan barang milik gadis ikal tersebut.

"Ohh terimakasi sekaliii" Gadis ikal tersebut mengambil barangnya dengan senyum yang indah bagaikan mentari dipagi hari.

"Ini tadi habis berapa ya mas?"  Gadis tersebut mengeluarkan dompetnya.

"Udah dibawa aja, cuma beberapa aja" Jawab gue santai dan mengedipkan mata gue.

"Jangan gitu, gimana juga pake uang" Dia memberikan gue uang 10 ribuan.

"Gak nyampe segitu juga, udah bawa aja. Serius." Gue menolak halus pemberiannya. Biasa, moduslah dikit, biar dikira pahlawan.

" Gak gitu, udah gapapa, sisanya buat jasa mengantri." Gadis itu mengepalkan uang 10ribu ditanganku. "Kalo gak diterima gue teriak maling"

"Weh.. Kok lucu gitu, ada maling seganteng Shawn Mendes gini?" Ucap gue sambil bercanda.

" Ada!! Titik! Gak pake koma. Pokoknya terimakasi, gue gamau kalo lu nolak, gaenak gue udah keenakan gak ngantri" Ucap gadis tersebut dengan muka sedikit garang mirip kak ros yang sedang memarahi upin-ipin.

"Okelah, sama-sama" Ucap gue.

"Yaudah mas, gue pergi dulu ya, mau bikin kerajinan tangan dulu." Gadis tersebut meninggalkan gue sendiri, eh gak, berdua dengan Tio yang barusan dateng. Kayaknya gadis tersebut takut dengan Tio yang menyeramkan bak Profesor Snap  di Harry Potter.

"Okedeh hati-hati ya" Gue melambaikan tangan gue padanya, ya meskipun dia gak melakukan hal tersebut. Tapi bodo amatlah yang penting gue melambaikan tangan gue, biar kesannya kita kenal dekat. Kesannya sama bapak satpam yang dari tadi melihat gue, kayanya ngrasa kalau mukanya mirip gue. Eh keenakan bapaknya dong.

" Heh bro, itu cewek tadi kan? Keburu amat" Tanya Tio pada gue.

"Takut sama lu bro" Jawab gue singkat dan ikut melangkahkan kaki menuju parkiran toko.

"Sialan. Tunggu gak usah cepet-cepet gue laper, gak bisa jalan"

"Gak usah jalan, ngesot aja biar jadi  hits toko hijau" Canda gue pada Tio.

***

One Time For Me  (Again)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang