Praew turun dari pintu belakang sambil menenteng dua kardus di tangan dan sebuah tas jinjing Adidas tersampir di bahu. Dahinya mengernyit saat menatap rumah baru yang sebenarnya adalah rumah lamanya dan Tor di depannya. Rumah bertingkat dua dengan warna yang tak lagi terlihat segar, tetapi masih berdiri kokoh.
"Hoi!" Tor menyenggol sikutnya.
Praew menoleh. Sedikit tersentak.
"Masuk gih. Gak berat tuh? Udah gue buka pintunya" ucap Tor sembari berjalan menuju pintu bagasi. Ia hendak menurunkan benda-benda di dalamnya satu persatu setelah sebelumnya memasukkan kandang Vanda ke dalam rumah.
Praew mendengus sebal, tetapi diturutinya juga perintah Tor. Ia meletakkan tas dan kardus yang dibawanya di ruang tengah. Begitu sadar ruangan tempatnya berada tidak kosong, Praew bergeming. Tor memang bilang kepindahan mereka ke Bangkok 5 tahun yang lalu mendadak, sehingga keluarga mereka tak sempat membawa banyak barang. Namun pemandangan yang dilihatnya tetap mengejutkan. Kabinet yang berdebu. Sofa-sofa yang bolong. Televisi yang Praew tidak tahu masih berfungsi atau tidak. Dua minggu yang lalu, Tor memang sempat kemari selepas bekerja untuk membersihkan rumah ini sekenanya sebelum mereka tinggali. Namun nampaknya ia memang belum sempat mengeluarkan barang-barang lama mereka. Praew menghampiri area lapang di samping kabinet, tempat tiga buah bingkai foto dipajang. Foto-foto lama. Foto pertama, yang paling besar dan terletak paling atas, adalah potret keluarga mereka. almarhum Ayahnya, almarhum Ibunya, Tor, dan Praew sendiri di depan rumah ini. Foto yang terletak agak kebawah di sebelah kanannya adalah potret Tor dan Praew. Tor yang masih berseragam SMP merangkul Praew yang masih mengenakan seragam SD. Foto itu sempat membuat Praew tersenyum simpul, sebelum ia beralih pada foto di sebelah kiri. Potretnya yang sedang duduk di bangku taman, memegang sebuah es krim cone bersama dua anak di kanan dan kirinya.
Praew bersingut maju hingga hidungnya nyaris menyentuh permukaan foto tersebut. Anak di sebelah kanannya perempuan, berponi depan dengan rambut sebahu. Giginya ompong. Sementara itu anak di sebelah kirinya laki-laki. Berbadan tambun dan nampak tak peduli dengan kehadiran kamera di depannya karena di foto tersebut ia asyik mengulum es krim batangan. Praew tidak mengenali keduanya meski ia sudah berusaha keras mengingatnya.
"Praew?"
Sebuah suara yang menyapa ragu terdengar dari balik punggungnya. Sontak Praew menoleh, dan mendapati seorang gadis blasteran berambut panjang berdiri di belakangnya. Gadis itu kemudian tersenyum lebar.
"Astaga kamu benar Praew!"
Gadis itu menghambur ke tubuhnya.
Ragu, Praew membalas pelukan gadis itu. "Sorry, gue kehilangan ingatan akibat kecelakaan lima tahun lalu. Jadi..."
"Iya. P'Tor udah kasih tau aku" gadis itu melepas pelukannya. Gantinya, ia mengelus kedua bahu Praew sambil menatapnya prihatin. Ia lalu beralih pada tangan kanan Praew, kemudian menjabatnya. "Aku Claudine. Aku tinggal di rumah sebelah. Kita dulu sering main bareng. Ingat?" tanya Claudine penuh harap.
Praew merasa bersalah. Ia tersenyum tipis dan menggeleng lemah.
"Hmm gimana ya...ah!" Claudine berjalan mendekati dinding di belakang Praew, lalu menunjuk sebuah foto. "Ini! Aku yang ini" ia menunjuk potret gadis bergigi ompong tadi.
"Oooh" Praew meletakkan tangannya yang terkepal di atas telapak tangan yang terbuka. Sekarang ia yakin mereka memang teman lama.
Claudine tersenyum senang. "Kamu mungkin lupa sama aku, tapi aku kan enggak. Tenang, aku bakal bantu kamu untuk mengingat semuanya. Walau kita udah lama gak ketemu, aku tetap teman kamu."
"Makasih" balas Praew.
***
Claudine bergabung bersama mereka berdua untuk menikmati makan siang. Tor membeli makanan di rumah makan dekat rumah baru mereka, tadi. Claudine dengan cepat berbaur dengan keduanya. Pribadinya yang periang membuatnya tak lantas kehabisan bahan obrolan. Cerita masa lalu menjadi topik yang dominan.
"Dulu Claudine tuh ngikutin lo kemana-mana. Main masak-masakan, main boneka, main rumah-rumahan, sama anak gendut itu juga....Siapa namanya tadi gue lupa?" tanya Tor sebelum memasukkan sendok penuh makanan ke dalam mulut.
"Sky, p'" Claudine mengulang nama itu untuk yang ketiga kalinya. "Habis dekat sama Praew itu enak. Mainannya banyak. Dan dia gak bakal mau kalah sama anak lain. Siapa aja pasti dihajar" tambah Claudine setengah meledek.
"Aduh emang gue dulu sepreman itu apa?"
"Sekarang juga masih preman. ADUH!"
Praew baru saja menginjak kaki Tor. Ia lalu mengacuhkan Kakaknya yang segera melayangkan protes. Lebih memilih untuk meletakkan bungkus nasinya yang kosong ke tempat sampah yang sialnya belum diletakkan di dapur. Terpaksa, Praew beranjak keluar rumah.
Tor dan Claudine memperhatikannya sampai Praew menghilang di balik pintu.
"p'Tor" panggil Claudine lirih.
"Hm?"
"Kalian waktu menuju ke sini tadi lewat..."
"Lewat" jawab Tor kalem sambil memainkan sisa makanan dengan sendok bebek.
"Terus?"
"Aman. Gue malah sengaja mancing dia, tapi dia gak ingat apa-apa."
"Kamu gila!" Claudine tidak jadi memasukkan sendok makan ke dalam mulut.
"Cuma ngetes" Tor menyisakan sekitar dua sendok nasi, lalu meremas kertas coklat pembungkus makanannya. "Sejauh ini semua terkendali. Tapi, gue gak yakin keadaan bakal tetap begini saat dia udah mulai sekolah nanti."
"Aku bakal jagain Praew" ucap Claudine dengan suara bergetar.
Tor menatap gadis di depannya. Mata coklat gadis itu berkaca-kaca. Menatap kosong pada jatah makan siangnya yang mungkin sudah tak ingin lagi ia santap.
"Gue percaya sama lo" katanya kemudian.
"p'Tor, aku gak mau kejadian dulu terulang lagi" Claudine menatapnya lurus-lurus.
"Apalagi gue. Dia keluarga gue satu-satunya" balas Tor jengkel.
"Terus kenapa kalian pindah dari Bangkok?"
"Gue udah lulus kuliah, Claudine. Gue sadar gue gak bisa selamanya tinggal sama kerabat di Bangkok. Dan apesnya gue malah dapat kerjaan di sini. Ditambah lagi gue punya rumah ini. Rumah yang diwariskan buat gue sama Praew yang udah lama gak keurus. Tante gue dukung banget biar gue bisa kembali ke sini. Kalau lo jadi gue, lo bisa apa?"
Claudine menghela napas panjang. "Maaf, aku cuma takut."
Gantian Tor yang menghela napas. "Asal kita bisa jaga dia, gue yakin semua bakal baik-baik saja."
Claudine tidak menanggapi.
![](https://img.wattpad.com/cover/113658345-288-k204671.jpg)
YOU ARE READING
Forgotten
FanficPraew dan Kakaknya kembali ke kota tua tempat mereka menghabiskan masa kecil setelah 5 tahun lamanya. Sesuatu yang datang dari masa lalu menyambut Praew di sana. Mencoba genre baru. Doakan ide mengalir terus (yolo) update whenever I want