Sekolah Lama

14 0 0
                                    

Pagi-pagi sekali, Claudine sudah menunggu di dalam kelas XII Sains. Kelas yang bukan kelasnya. Baru ia sendiri di ruangan itu, jadi ia memutuskan untuk duduk di kursi guru. Tadinya, ia ingin Sky juga datang pagi untuk menemaninya. Claudine ingin memberinya arahan serta beberapa peringatan. Namun, cowok itu lagi-lagi mengaku bakal datang kesiangan. Ia tengah menguap sambil menutup mulutnya dengan punggung tangan ketika orang yang ditunggunya datang. Menyadari itu, Claudine bangkit dari kursi yang tengah didudukinya. 

"Naerng" sapanya sambil tersenyum. 

Gadis bertubuh tinggi dengan wajah oriental itu tidak menjawab sapaan Claudine. Ia hanya menatapnya sekilas sebelum menutup pintu kelas. 

"Lo nggak perlu datang sepagi ini" Thanaerng meletakkan tas sekolahnya di kursi paling depan.

Claudine tersenyum tipis. Ia berjalan menghampiri meja Thanaerng. "Kamu kan tau ini penting buat aku. Jadi aku harus memastikan" ujarnya. 

"Lo lupa kalau ini penting buat gue juga?" Thanaerng berkata ketus. Ia lalu duduk di atas meja sambil melipat tangan di atas perut. "Prioritas kita mungkin beda, tapi tujuan kita sama" ia mengingatkan. 

"Aku tau" balas Claudine lembut. Ia menopang tubuh di salah satu meja. "Jadi, kamu udah ngomong kan? Respon yang lain gimana?" 

"Enggak usah khawatir. Mereka bisa gue kendalikan" balas Thanaerng. Nadanya masih sedingin yang tadi-tadi. "Cuma satu orang yang gue nggak yakin bisa" matanya menatap tajam Claudine.

"Sky?" Tebak Claudine langsung. Ia kemudian mendengus geli. "Dia urusanku. Aku udah bicara baik-baik sama dia dari jauh-jauh hari. Dan, dia udah janji bakal kerjasama sama kita."

"Terus lo yakin dia nggak bakal melanggar?" Thanaerng melompat turun. 

Bibir Claudine kini terkatup. Benaknya secara otomatis memutar kembali memori beberapa waktu lalu, tentang pembicaraan terakhirnya mengenai persoalan ini dengan Sky. Terbayang sudah ekspresi abu-abu Sky kala itu.  Sunyi mengisi ruangan setelah Thanaerng melontarkan pertanyaan tersebut.

"Claudine" Thanaerng mendekat. "Dia mungkin teman dekat lo. Tapi, Praew juga teman dekatnya. Kita nggak tau ada apa di antara mereka dulu."

Thanaerng berlalu meninggalkan ruangan. Kelas itu kembali menyisakan Claudine seorang, yang tenggelam dalam dilemanya. 

***

Praew diantar Tor ke sekolah di hari pertamanya ini. Di depan gerbang utama, mobil mereka berhenti. Anak-anak berseragam putih dengan bawahan hitam mulai terlihat ramai memasuki gedung bertingkat tiga di dalam sana. Praew menatap ke luar jendela sampai matanya memicing. Begitu juga dengan Tor. Butuh belasan detik bagi mereka untuk menilai kelayakan lingkungan sekolah tersebut. 

"Yah lumayanlah buat menghabiskan waktu setahun lagi" Tor kembali menghadap setir.

Praew menoleh. "Begini lo bilang lumayan?" Ia menunjuk gedung sekolahnya yang tampak usang. 

"Kalau lo bandingin sama sekolah lo di Bangkok sekolah ini jelas kalah" Tor mengedikkan bahu. "Tapi di kota kecil ini, sekolah ini yang terbaik" ia membuka kunci pintu mobil, secara simbolis mengusir Praew. "Good luck" Tor tersenyum licik. 

Praew mengacungkan jari tengah sebelum keluar dari mobil.

***

"Praew Narupornkamol. Dari Bangkok." 

Perkenalan tersebut berlangsung biasa. Reaksinyalah yang luar biasa. Pertama, sekitar dua puluhan orang teman-teman sekelasnya memandang Praew seperti mereka memandang tersangka kasus korupsi dari awal ia masuk ruangan hingga detik ini. Kedua, kasak-kusuk langsung terdengar begitu ia selesai memperkenalkan diri. Praew mungkin tidak dapat mendengar apa yang mereka katakan, tetapi ia ingat kata-kata Sky kemarin. Tentang anak-anak sekelas yang kebanyakan sudah tahu latar belakangnya. Tentang ia yang bakal merasa seperti Harry Potter. Dan bicara tentang Sky, di mana anak itu sekarang? Kelas ini dipenuhi wajah-wajah yang asing bagi Praew. Baik Sky maupun Claudine tidak terlihat batang hidungnya.   

ForgottenWhere stories live. Discover now