Claudine lama banget.
Baru satu menit berlalu setelah Praew dan Sky duduk bersebelahan dengan jarak yang terlalu kentara untuk sepasang kawan lama yang baru bertemu kembali. Tanpa sadar ia jadi menyalahkan Claudine yang membuatnya terjebak dalam situasi ini. Dengan Claudine kemarin, Praew bisa langsung berbincang tentang banyak hal. Anak itu luar biasa cerewet. Dengan Sky, aura yang tercipta sungguh berbeda. Cowok ini menyimpan sisi misterius yang membuatnya jengah. Dan, Praew bukan tipe orang yang pandai berbasa-basi.
"Kenapa... Lo pindah lagi ke sini?" Sky membuka percakapan kembali.
"Hmm Kakak gue yang suka telmi itu" Praew membuat jeda. "Dia dapat kerjaan di sini."
"Kerjaan? Di kota terpencil ini?"
Praew mengangguk, menoleh pada lawan bicaranya. "Dia ambil jurusan pertanian."
"Pantas" Sky tersenyum tipis. Ikut menoleh padanya.
Ketika pandangan mereka kembali bertubrukan, tidak ada yang berpaling duluan. Senyum itu dengan cepat menghilang dari bibir Sky. Kini, ia menatap Praew lekat-lekat dengan ekspresi yang sulit diartikan.
"Sky?" Panggil Praew bingung.
Sky tidak menjawab. Ia malah bergeser, duduk semakin dekat dengan Praew. Tangan besarnya perlahan bergerak naik, mendekati wajah Praew.
"Mau... Apa?" Ucapnya lirih.
Entah mengapa, Praew tidak kuasa menolak. Hatinya yakin Sky bukannya ingin berbuat macam-macam padanya. Matanya terpejam saat tangan cowok itu mencapai dahinya, lalu mengibas rambut di sana dan menahannya di belakang kepala. Mata Praew kembali terbuka. Wajah Sky yang sekarang hanya berjarak sejengkal dari wajahnya memancarkan kekhawatiran. Kedua matanya terkunci pada sesuatu yang dilihatnya di dekat pelipis Praew. Garis bekas luka jahitan yang memanjang ke belakang hingga tertutupi rambut. Praew tersenyum simpul.
"Lo bahkan tau tentang luka ini" ia mengelak pelan.
Sky kembali menurunkan tangannya. "Nggak bisa hilang ya?" Ia masih menatap Praew prihatin.
Praew menggeleng ringan. "Bisa makin samar dan tertutupi rambut aja udah bagus" ia mengesah panjang. "Kecelakaan itu udah merenggut orangtuaku, ingatanku, sampai kemulusan jidatku" guraunya.
"Kecelakaan..." Sky menggumam pelan. Ia menunduk. "Mungkin memang lebih baik begini."
"Hah? Maksud lo?" Sergah Praew langsung.
"Bukan apa-apa" Sky menggeleng panik. "Maksud gue, ya, setidaknya lo masih hidup" ralatnya.
Praew sejenak menatapnya dengan alis yang nyaris terpaut, tetapi ia membiarkan cowok itu lolos. "Ya. Kata orang, ajaib banget gue masih bisa siuman setelah koma beberapa hari dan dapat 5 jahitan di kepala ini" Praew memainkan kaki. "Ngomong-ngomong... Siapa lagi yang tau soal ini?"
"Soal lo kecelakaan dan hilang ingatan?"
Praew mengangguk tanpa melihat Sky.
"Banyak. Lihat sampai lo masuk sekolah nanti. Lo bakal merasa kayak Harry Potter yang baru kembali ke Hogwarts."
Jawaban itu membuat keduanya tertawa, sebelum di ujung tawanya Praew mengerang kesal.
"Sky, serius. Berapa orang yang tau?" Ulangnya kemudian.
"Gue juga serius" Sky masih menahan sisa tawa. "Banyak yang tau. Praew, kota ini kota kecil. Anak-anak kota ini kebanyakan sekolah di sekolah yang sama dari SD sampai SMA. Orang-orang yang bakal lo temui nanti adalah mereka yang satu sekolah sama lo dulu sebelum lo pindah ke Bangkok. Cerita mengenai kecelakaan lo udah diketahui semua orang."
"Astaga" Praew memijat keningnya sendiri. "Gue harus ngomong apa kalau mereka ungkit peristiwa yang dulu-dulu?"
"Mereka enggak bakal tanya yang aneh-aneh kok" Sky berusaha menenangkannya. "Memang lo benar enggak ingat apa-apa?"
Praew tersenyum tipis. Lagi-lagi ia hanya bisa menggeleng sambil mendengus kecewa.
"Termasuk soal janji itu?" Tanya Sky hati-hati.
"Janji?"
Angin sore berhembus tepat setelah itu. Mengisi kesenyapan yang mendadak tercipta di antara keduanya. Menerbangkan rambut panjang Praew yang dicat warna kecoklatan. Saat Praew hendak membuka mulut, perhatian Sky sudah beralih karena Claudine telah datang. Ia menyerukan 'Hei' yang keras saat berjalan menghampiri mereka. Claudine membawa sesuatu dalam sebuah kantung kresek transparan. Praew dapat melihat apa yang ada di dalam sana. Tiga bungkus es krim.
"Warung dekat sini tutup jadi aku harus cari di tempat lain" Claudine mengeluarkan satu bungkus dengan gambar es krim vanila lapis coklat dan menyerahkannya pada Sky.
Cowok itu menyambut kudapannya dengan senyum lebar. "Tumben baik. Makasih loh" tanggapnya yang langsung membuka bungkus es krim itu.
"Sebenarnya aku cuma mau traktir Praew. Tapi, ya udah, anggap aja bonus" balas Claudine dengan nada ketus yang dibuat-buat. Ia lalu mengambil satu bungkus lagi yang rasa strawberry dan menyerahkannya pada Praew. "Ini. Semoga suka."
Praew tidak bisa menahan cengiran gelinya. "Kenapa es krim?" Ia membuka bungkus itu.
"Buat nyamain foto di ruang tamu rumah kamu" Claudine duduk di antara mereka berdua, memaksa Sky dan Praew untuk memberi jarak. Ia mengeluarkan es krim jatahnya dan lantas membuka bungkusnya. "Sky, jangan diabisin dulu! Kita harus foto bareng" Ia menepuk kaki Sky.
Untungnya es krim itu masih tersisa setengahnya. Seperti di foto itu bertahun-tahun lalu, Sky menempatkan batang es krim di mulutnya. Saat Claudine mengeluarkan ponsel dari saku roknya, Sky melihat ke kamera tanpa tersenyum. Praew mendekat ke Claudine, memasang senyum tanpa memperlihatkan gigi dengan batang es krim yang masih utuh di tangan.
Sejujurnya, pikirannya masih terganggu dengan pertanyaan terakhir Sky tadi. Namun, firasatnya mengatakan kalau ia sebaiknya tidak menanyakan hal ini di depan Claudine. Nanti, kalau ada kesempatan, ia akan bertanya langsung pada Sky. Kamera depan telah siap, Claudine mulai berhitung.
"Satu, dua, tiga. Cheese!"
![](https://img.wattpad.com/cover/113658345-288-k204671.jpg)
YOU ARE READING
Forgotten
FanfictionPraew dan Kakaknya kembali ke kota tua tempat mereka menghabiskan masa kecil setelah 5 tahun lamanya. Sesuatu yang datang dari masa lalu menyambut Praew di sana. Mencoba genre baru. Doakan ide mengalir terus (yolo) update whenever I want