Cinta Monyet

21 1 0
                                    

"Kamu nggak ngerti rasanya, karena kamu cuma mikirin diri sendiri!"

Anak itu bersingut mundur selangkah demi selangkah. Pisau di tangannya diarahkan ke area leher. 

"Tolong jangan. Kita bisa bicarakan ini baik-baik!"

Praew berjalan mendekat. Kedua tangannya yang gemetar terentang, ingin meraih tangan anak itu. Namun, sejurus kemudian, anak itu berteriak histeris. Pisau itu dengan cepat membuat sayatan lebar di permukaan kulitnya. Darah segar bermuncratan. Praew memejamkan mata. Ikut berteriak. Hal terakhir yang ia lihat adalah tubuh tidak bernyawa anak itu yang terjungkal ke belakang, lalu menghilang.  

***

Praew terbangun dengan napas tersengal seakan habis berlari jauh. Keningnya dipenuhi titik-titik peluh dingin. Satu tetes mengalir dari pelipisnya saat Praew perlahan mencoba untuk duduk. Ia menghela napas panjang sembari menyisir poninya ke arah belakang dengan jari. Untuk beberapa saat, ia termenung. 

"Meow" seekor kucing persia dengan warna rambut dominan putih melompat naik ke atas kasur.

Praew menarik sudut bibir ke atas saat Vanda kemudian memanjat tubuhnya. Lidah kasar kucing itu mulai menjilati dagu Praew.

"Aku nggak apa-apa, Vanda" Praew mengelus rambut tebal Vanda. Kucing itu mendengkur singkat, tidak menghentikan aksinya. Pandangan Praew dengan cepat beralih, menatap kosong dinding kamar. "Cuma mimpi itu lagi" tuturnya pelan. 

***  

Praew berlari kecil menuruni tangga 30 menit setelah itu. Sekolahnya baru akan dimulai lusa, jadi hari ini rencananya ia hanya akan berkeliling kota bersama Claudine. Kata Claudine kemarin, ia juga akan membawa serta seorang teman hari ini. Teman yang dulu juga ia kenal dekat. Si bocah tambun bernama Sky. Ia merasa bersemangat lantaran penasaran dengan penampilan Sky sekarang, padahal ia sendiri telah lupa segala kenangan masa kecilnya bersama anak itu.

Langkahnya terhenti di pintu masuk dapur ketika melihat Tor yang sudah berpenampilan rapi. Kakaknya itu mengenakan kemeja yang bagian  lengannya digulung sampai sikut serta celana bahan berwarna hitam. Pandangan mereka bertemu tepat saat Tor membuka mulut untuk melahap gigitan terakhir roti isinya.

"Lo serius bakal mulai kerja hari ini? Ini kan hari Sabtu" Praew menatap skeptis Kakaknya. 

Tor menelan roti kunyahannya sebelum menjawab."Serius. Mereka nggak mau rugi. Karyawan baru kayak gue nggak punya pilihan lain selain manut." 

"Lo kan bisa alasan baru pindahan, gitu. Atau apa kek. Masa nggak bisa?" Praew menghampirinya, lalu duduk di kursi makan dekat Tor.

Ia tergelak. "Gue nggak mau banyak alasan. Kerjaan ini penting buat gue. Penting juga buat lo. Biar lo bisa sekolah" Tor beranjak, sambil lalu ia mengelus kepala Praew. Satu tangannya menenteng cangkir berisi kopi yang sudah mulai dingin. Ia berjalan ke dekat jendela di atas bak cuci piring.

"Jadi, gue harus sarapan sendirian nih sekarang?" Praew mengambil potongan roti tawar, kemudian mengoleskannya dengan selai strawberry.

"Enggak" Tor menyesap sisa kopinya. Gelas berisi ampas hitam itu lalu diletakkannya di bak cuci. Selanjutnya, ia menunjuk jendela di depannya dengan dagu. "Karena adek lo udah dateng."

"Hmm?" Dengan mulut yang masih penuh, Praew menoleh ke arah jendela. Pintu depan rumah mereka terlihat dari sana. Mata Praew memicing, mencoba untuk melihat lebih jauh. Ada Claudine di depan pintu.

***

"Maaf ya, kamu pasti kecewa" Claudine berjalan dengan dua tangan yang tertaut di belakang punggung. Tadi, mereka sempat jalan berkeliling area perumahan sebelum menemui Sky yang katanya datang terlambat.

ForgottenWhere stories live. Discover now