"Ga bakal percaya deh.."
"Sungguh?"
Lena memutar matanya, ia jengah mendengar ocehan dua teman barunya yang jelas-jelas unfaedah. Mereka bertiga, Lena, Karin, dan Kayla menaiki anak tangga menuju kelas mereka. Sekolah sudah ramai, baru kemarin mereka selesai MOS dan Lena secara sadar memungut dua orang itu sebagai teman dekat. Mereka bertiga satu kelompok selama satu minggu kemarin meski berbeda asal usulnya. Namun kenyataanya mereka berbeda kelas, kenyataan itu mereka dapati di papan besar di dekat gedung utama. Lena harus memisahkan diri dari duo cerewet yang baru saja ia kenal itu.
"Len.." Kayla menyebut nama Lena dengan sebal, bagaimana bisa saat obrolan panas yang ia bahas dengan Karin begitu tenang tak ditanggapi oleh Lena.
"Hmm.." Lena hanya berdehem sebagai jawaban sedang matanya menatap lurus ke depan.
"Gak tertarik sama sekali Lu?"
"Apa?" Lena masih fokus berjalan.
"Ketua OSIS kita! Kak Rehan.."
"Ohh.."
"Oh?" Kayla membelalak mendengar itu. Disaat banyak orang mengelu elukan ketua OSIS mereka bagaimana bisa seorang Lena begitu santai menjawabnya. Lena menggeleng sebagai jawaban. Gosh.. Kayla perdecak pelan.
IPA2 sudah ramai saat Lena memasuki ruangan itu. Bebarapa menatapnya dengan tatapan aneh. Lena tersenyum sekilas lalu berjalan ke arah pojokan dekat cendela. Lena memang cerdas tapi bukan berarti dia harus duduk di depan agar di kenal orang bukan? Dia benci itu. Setelah meletakkan tasnya di meja, Lena menarik kursi lalu duduk di sana, menyumpal dua telinganya dengan earphone yang sudah mengalunkan Fine di dalam sana. Matanya mengarah ke luar jendela, ada sesuatu di luar sana yang membuatnya mematung, terkesiap saking kagetnya.
'Prok Prok Prok'
Lamunan Lena segera hilang saat tepukan dari depan menyadarkannya. Seorang wanita berjilbab tengah mengedarkan pandangan ke seluruh kelas. Mungkin dia guru kelasnya, batin Lena. Ia pun segera membuang pandang ke depan kelas dan melorot earphonenya menjauh dari kedua telinganya. Lena menoleh ke samping saat seseorang meletakkan tas hitam di samping mejanya. Seorang lelaki tampan dan rambut yang bisa di bilang cukup gondrong duduk di sana. Ia menoleh ke arah Lena sekilas lalu nyengir tanpa dosa. Lena mengangguk ragu, di dadanya tertera Niko A.P.
Pembelajaran belum berlangsung, Bu Endang memutuskan untuk melakukan pemilihan ketua kelas untuk mengatur manusia yang jumlahnya ga sedikit. Akhir kata pilihan itu jatuh pada Ridwan yang duduk di depan meja guru, dengan dasi mepet di kerah baju serta tatapan malu-malu. Ck! Lena berdecak, bagaimana bisa orang seperti itu jadi ketua kelas. Lena geram sendiri
"Buk..interupsi.." semua mata tertuju pada suara yang entah bagaimana memecah riuh rendah di kelas, termasuk Lena yang sedang cemberut itu pun menoleh lelaki di sampingnya. Dan benar saja Niko yang sedang mengangkat tangannya itu melirik ke arah Lena dengan senyum penuh misteri.
"Iya..kamu yang disana.." Bu Endang menanggapi Niko yang masih mengangkat tangannya.
"Sepertinya ada yang keberatan buk dengan diangkatnya Ridwan sebagai ketua kelas.." Lena melotot tak mengerti, dahinya berkernyit sedikit sedang Niko masih meliriknya dengan senyum miring "Saya tadi baru dengar kalo samping saya ini berdecak sebal.." mendengar itu mata Lena makin melotot. Sial! Batinnya, mau cari gara-gara ni anak. Matanya menatap Niko dengan penuh kebencian yang memuncak.
"Benar begitu?" kini Bu Endah beralih pada Lena, memandangnya penuh selidik termasuk semua teman-temannya yang kini juga ikut memandangnya.
"Eee..enggak gtu buk..." Lena gelagapan. Awas kau! Batinnya sambil melirik teman sebangkunya dengan sinis.
"Baiklah...kalo begitu saya akhiri pertemuan hari ini, KBM di mulai besok pagi dengan jadwal menyusul siang ini jadi jangan ada yang pulang dulu, paham?"
"Paham Bu.." teriakan itu seperti paduan suara yang kompak. Lena melirik manusia di sampingnya jengah. Setelah guru itu keluar akan ku beri perhitungan kau!
"Baik kalo begitu ibu permisi dulu, Selamat siang.."
"Siang bu..." kelas kembali gaduh setalah Bu Endang keluar kelas. Termasuk Lena yang kini memutar badannya hingga menghadap laki-laki di sampingnya yang sudah membuat darah di otaknya mendidih. Sedang yang di tatap malah menelungkupkan kepalanya di atas tasnya. Mungkin bersiap menenggelamkan dirinya untuk tidur. Dasar malas! Batin Lena
"Eh..lu..! Bangun lu ga usah pura-pura tidur!" Lena bersiap memutahkan amarah yang sedari tadi ia pendam. "Maksut lu apa ngomong kaya gtu tadi? Mau nyari masalah!" Lena melanjutkan omongannya sedangkan yang diajak omong masih diam tak bergerak. Sebal Lena menepuk punggung anak itu agak keras
"Aww..apaan sih lu.." kini orang itu bangun, meringis sambil memegang bahunya. Ia menatap Lena dengan mata merah. Mungkin ia sudah terlelap tadi.
"Apa yang apa? Harusnya gue yang nanya maksut lu tadi apa? Pake bilang bilang gue ga setuju lagi.." Lena langsung nyembur tanpa ampun.
"Hla kan emang, apa yang salah coba? Gue kan cuma menyatakan kebenarannya.." shit! Emang bener yang dia bilang, batin Lena membenarkan. Tapi ia menepis semua itu. Gengsi lah ya..
"Besok lagi kalo lu ikut campur lagi, tamat lu!" Lena akhirnya berdiri dan meninggalkan Niko. Secepat mungkin Lena ingin pergi dari depan anak itu. Niko yang melihatnya keluar kelas cuma bisa tersenyum miring
"Lu tu cantik kalo ngambek Len.."
Aduhh..feellnya kurang dapet ya? Ini cerita pertama aku yang aku publish..biasanya cuma sahabat yang menikmati..
Maaf untuk typo di mana-mana, jangan lupa like dan coment ya, kalau di tambahin bintang aku cinta kalian :v kalau di masukin ke reading books, aku bahagia sekali :)
Regrads_
Terry
KAMU SEDANG MEMBACA
only me
Teen Fictioncerita ini saya dedikasikan untuk orang yang telah membuat saya menunggu hingga tujuh tahun, orang yang telah mengajari saya sabar dan arti logika selama ini cerita ini, untuk anda yang percaya pada first love tbc..like, coment dan jangan lupa vomet...