"Ini. Jaga baik-baik bukti transfer ini. Jangan sampai berada ditangan yang salah."
"Memangnya ada apa dengan bukti transfer ini?"
"Sudahlah. Pokoknya kau simpan baik-baik."
"Baik, bu." Aku pun berjalan keluar dari kamar.
"Serahkan kertas itu!" Tiba-tiba saja adik sepupuku meminta kertas bukti transfer tadi.
"Kertas apa? Aku tak memegang kertas apapun?" alibiku.
"Jangan berbohong! Cepat berikan kertas yang kau pegang di belakang punggungmu!" Adik sepupuku masih saja terus meminta.
"Kau ini kenapa, Kiera? Apa yang harus ku berikan? Aku tak punya apa yang kau maksud?" Aku tak mungkin memberikan kertas ini padanya. Karena ibuku sudah menyuruhku menjaganya.
Adik sepupuku itu pun langsung mendorongku. Aku dan dia pun terjatuh dengan dia berada di atasku. Dia mencoba mengambil kertas yang kupegang.
"Kiera, hentikan!" ucap bibiku yang langsung menarik Kiera menjauhiku.
"Mozza, cepatlah lari. Lindungi kertas itu!"
Tanpa menjawab bibiku, aku pun berlari menuju pintu depan. Kulihat Kiera meronta-ronta meminta dilepaskan. Rafie, kakaknya Kiera juga membantu menahan Kiera.
Akhirnya,kue aku sampai di halaman rumah nenekku. Aku memang sedang berada di rumah nenekku. Ayah, ibu dan adikku sudah menunggu di dalam mobil.
"Mozza, cepatlah naik ke mobil! Kita harus segera pergi," ucap ayahku.
"Baik," jawabku.
Begitu aku memasuki mobil, kulihat Kiera sudah berada di pintu. Tapi, dia tak berhasil mengejar kami karena mobil kami sudah melaju menjauhi rumah.
***
"Turun, ayo semua turun. Mulai dari sini kita akan melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki," ucap ayahku setelah memarkirkan mobil. Ia nampak tergesa-gesa.
"Mengapa, ayah? Bukankah akan lebih cepat jika menggunakan mobil?" tanyaku.
"Kita akan memasuki hutan. Daripada kau terus bertanya, lebih baik kau diam dan cepatlah ikuti ibumu," ucap ayahku sambil menunjuk ke arah ibuku yang sudah berjalan duluan. Aku pun mengikutinya.
Perjalanan melewati hutan tidak mudah. Jalan menanjak dan menurun, semak belukar yang menghalangi jalan dan jalanan berbatu dan becek yang menjadi rintangannya. Untungnya sekarang masih tengah hari, sehingga tak bertambah kecemasan kami.
***
Setelah hampir tiga puluh menit menyusuri hutan, sekarang kami telah keluar dari hutan. Sekarang kami mendatangi sebuah restoran bertingkat dua. Tidak terlalu mewah. Restoran yang sederhana tetapi pengunjungnya ramai sekali. Kami pun masuk ke dalam restoran tersebut.Aku mengikuti ayahku ke lantai dua. Kami menuju ke balkon restoran.
"Ayah, apa yang kita lakukan di sini?" tanyaku karena merasa heran mengapa kami malah datang ke restoran padahal kami sedang diburu, atau lebih tepatnya kertas yang kami miliki sedang diburu.
"Lebih baik kita istirahat sebentar sekalian bersembunyi di sini," jawab ayahku.
"Ayah, apa sebaiknya aku memfoto bukti transfer ini? Sehingga jika mereka mengambilnya atau kita terpaksa membakarnya kita masih memiliki datanya," ucapku mengutarakan apa yang sedari tadi kupikirkan. Aku sudah mengeluarkan HP dan kertas bukti transfer itu bersiap jika aku memang harus memfotonya.
"Tidak. Tidak perlu," jawab ayahku singkat. Aku pun memasukkan kembali HP dan bukti transfer itu ke dalam tasku.
"Mari kita lanjutkan perjalanan," ucap ayahku.
Kami pun masuk kembali ke restoran. Saat kami masuk, sudah ada polisi bersenjata lengkap yang sedang menggeledah para pengunjung di dalam restoran.
Aku pun mencoba bersikap biasa saja. Tapi, aku tahu pasti polisi itu akan sempat menggeledahku juga. Aku pun memutuskan untuk pergi ke kamar mandi sebentar dan memfoto kertas itu.
"Ayah, aku ke kamar mandi dulu. Sebentar saja," ucapku.
Aku pun langsung berlari ke arah kamar mandi. Tapi, tiba-tiba saja aku dicegat oleh seorang polisi.
"Mau kemana?" tanyanya.
"Ke kamar mandi," jawabku.
"Baiklah," ucap sang polisi lalu melepaskanku.
Aku sangat bersyukur karena sepertinya polisi itu tak menaruh sedikitpun rasa curiga padaku.
Aku pun langsung berlari menuju kamar mandi lalu menuruni tangga belakang.
"Tunggu, mengapa aku turun?" Batinku. Sepertinya karena aku begitu panik aku sampai melupakan tujuan utamaku.
Aku pun kembali ke atas. Tapi, sebelum aku sampai ke atas polisi sudah ada di depanku. Tanpa pikir panjang aku pun langsung berlari kembali ke bawah.
"Tangkap dia!" seru sang polisi.
Aku berlari ke bawah. Lalu aku melihat sebuah mesjid yang ramai orang. Aku pun masuk. Di sana ada banyak keluargaku, juga nenekku. Aku pun menghampiri nenekku.
"Nenek, tolong bantu aku," ucapku.
Kini aku tidak akan memfotonya, tapi aku akan menyalinnya. Aku mengeluarkan buku memo kecilku.
"Berikan memomu!" ucap nenekku.
"Tidak, nek. Cepat tolong katakan apa yang tertulis di kertas ini!" ucapku.
"Tidak, berikan saja memonya. Nenek yang akan menyalinnya."
"Tidak, nek. Lihat, orang-orang sudah keluar mesjid! Pasti sebentar lagi polisi itu akan menemukanku. Sudahlah, aku salin sendiri saja." Aku pun menyalinnya sendiri.
"Oh, tidak!" pekikku.
"Padahal aku barusaja menulis beberapa kata. Mengapa mereka sudah menemukanku lagi. Lebih cepat dari perkiraanku," batinku.
Terlihat dikejauhan para polisi berjalan ke arahku. Aku bingung. Tapi, aku tak akan menyerah begitu saja. Aku akan mempertahankan kertas bukti ini.
Mereka sudah semakin dekat. Aku pun berlari. Tapi, tiba-tiba aku dicegat.
"Berhenti, serahkan kertas itu," ucap sang polisi.
"Kertas apa? Aku tak punya kertas apapun yang kau maksud," alibiku.
Tiba-tiba, aku merasakan aku memiliki kekuatan super. Aku pun langsung terbang menjauh. Tapi, aku terlambat. Mereka sudah mengepungku.
Aku terpojok di dinding kaca transparan. Aku ketakutan. Seorang polisi mendekat. Ia lalu mengambil kertas bukti itu dengan paksa.
Setelah kertas itu terambil, para polisi yang mengepungku menodongkan pistol padaku.
"Apa polisi-polisi itu sudah gila?" batinku.
Bagaimana tidak? Mereka menginginkan kertas itu, dan mereka sudah mendapatkannya. Lalu sekarang mereka juga ingin membunuhku?
Aku bingung kini harus melakukan apa. Tidak. Aku tahu. Aku pun mengeluarkan pisau dari tasku lalu menancapkannya pada dinding kaca transparan itu. Dinding kaca itu pun pecah.
Terlihat lautan luas yang tampak sangat mengerikan. Aku tak punya pilihan lain. Aku pun meloncat ke lautan tersebut. Peluru-peluru dari pistol para polisi berterbangan ke arahku. Tapi tak satu pun yang mengenaiku.
Tiba-tiba saja, aku sudah berada di kasurku.
"Mimpi!? Jadi semua petualangan menegangkan itu cuma mimpi? Syukurlah.."
***
Based on true dream
KAMU SEDANG MEMBACA
The Dreams
Random> - - - I'll tell you about my dream. It's about adventure, family, friends, things that are not unexpected, mystery, love, and many more.. Please enjoy a collection of my dream and become the main character :)