"Yah, seriusan kagak mau tinggal dulu?" tanya Adit. Padahal ia sedang membawa kopernya Dina dari kamar menuju lobby. Papa dan mama Dina sudah menunggu di lobby. Anak gadisnya itu kelamaan dandan.
"Bokap gue gak ngasih izin, Dit. Lain kali aja deh. Kalau lo udah balik ke Jakarta."
Heeem. Adit nampak berpikir lantas melirik Dina. "Gue kayaknya bakal lama di sini."
"Yaaah. Kenapa?"
Dina tampak kecewa. Keduanya menghentikan langkah lantas saling menatap.
"Proyek ini lah. Paling sekali atau dua kali sebulan gue balik ke Jakarta, Din. Itu juga untuk melihat rumah gue. Lo aja lah yang sering main ke sini. Masa bokap lo gak ngasih izin sih?"
Dina mengerucutkan bibirnya. Adit belum kenal bokapnya sih. Susah minta izinnya kalau mau kemana-mana.
"Yaaah," Dina melanjutkan langkahnya. "Nanti gue usahain deh," tuturnya lantas terpikir untuk mengajak Rain atau Farras. Mumpung mereka juga masih libur kuliah.
"Gitu dong!" tutur Adit lantas terkekeh. Kok ia senang ya?
"Yeee elu! Tapi traktir gue tiap gue ke sini!" tuturnya yang membuat Adit mengangkat jempolnya. Kalau itu sih gampang. Tapi omong-omong kalau mentraktir Dina makan sih rugi banyak. Hahaha. Soalnya, ia banyak makannya.
"Udah makan, Dit?" tanya Wira ketika melihat Adit muncul dengan anaknya.
"Udah, om. Tadi bareng temen-temen," tuturnya lantas menyalami Wira. Ia baru saja akan bertanya keberadaan Aisha, mamanya Dina, tapi sudah muncul duluan bersama Fasha. Ia hanya berdeham lantas melirik Dina yang sudah sibuk dengan ponselnya.
"Keretanya jam berapa, om?"
Wira melirik jam tangannya lantas menjawab, "jam sembilan, Dit. Kamu kapan balik?"
"Belum tahu sih, om."
Wira mengangguk-angguk lantas menepuk bahu Adit. "Kalau begitu, kita balik duluan ya, Dit." Pamitnya yang diangguki Adit.
Adit segera menyalami Aisha lalu membantu Dina membawa koper gadis itu. Ia berjalan di samping Dina yang sibuk melihat papa dan mamanya masuk ke dalam taksi. Terakhir, ia yang masuk setelah Adit memasukan kopernya ke dalam bagasi taksi. Ia turun kan kaca jendela mobil lantas melambaikan tangan pada Adit dan juga Fasha yang berdiri tak jauh dari Adit.
"Gue balik ya, Dit, Sha!" pamitnya yang diangguki Adit.
Adit balas melambaikan tangannya tanpa mengalihkan sedikit pun tatapannya dari Dina. "Kasih kabar kalau udah sampe Jakarta," tuturnya yang membuat Fasha berdiri kaku di sampingnya. Sementara Dina hanya mengangguk tanpa merasa apa-apa. Tapi Fasha?
Saat taksi itu telah keluar dari halaman hotel, Adit segera balik badan. Mengabaikan kenyataan kalau ada Fasha di dekatnya. Ia sadar betul kalau Fasha terus memerhatikannya sejak meeting tadi pagi. Lalu saat makan siang bersama tadi. Bahkan hingga pulang ke hotel. Tapi selalu diabaikan Adit. Ditambah lagi, besok pagi, Adit sudah keluar dari hotel. Ia akan pindah ke mess dimana Husein juga tinggal di sana. Husein baru mengabari kalau ada kamar yang kosong di sana.
Sementara jauh dari belakangnya, Fasha ingin sekali memanggil namun tak berani. Akhirnya hanya diam sambil melangkah dan menatap punggung Adit yang bergerak menjauh. Kamar mereka bersebelahan. Letaknya begitu dekat namun hatinya tampak begitu jauh. Apalagi Fasha melihat sendiri bagaimana kedekatan Dina dengan Adit. Ditambah pesan Adit tadi. Kalau Adit sampai berpesan seperti itu pada perempuan, artinya perempuan itu tidak sama dengan perempuan lain. Hal yang membuat Fasha menyesal saat ini. Kenapa ia baru sadar saat ini? Ketika Adit sudah tak berniat untuk kembali mengejarnya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Tak Sejalan
SpiritualIni akhir cerita mereka: Tentang sebuah rasa yang tertanam sejak lama namun harus pupus sebelum berbunga. Karena cinta memang hanya untuk dirasakan bukan untuk dimiliki. Tentang sebuah rasa yang gamang tertanam dihati. Percaya masa lalu adalah dus...