Part 5 - Senja Patah

20 3 0
                                    

Mobil yang dikendarai Raquell dan Revan melaju mulus di jalanan yang nampak lengang , mengingat waktu masih di jam kerja dan jam sekolah. Tentu saja jalanan belum terasa macet seperti biasanya.

Sekitar dua jam lebih mereka membelah jalanan akhirnya mereka sampai ke tempat tujuan. Dan di sini lah mereka, ditempat yang terdapat beberapa pohon kelapa, tempat dimana mereka dapat melihat luasnya langit diangkasa dan banyaknya air di daratan.

Raquell yang awalnya terlihat suntuk pun sekarang sudah kembali ceria. Sambil menikmati deburan ombak yang menenangkan, gadis itu pun tak henti-hentinya tersenyum, tawanya lepas, kaki kecil nan mulusnya berlari lincah kesana kesini. Ibaratnya gadis itu seperti burung yang terlepas dari sangkarnya. Bahagia

Kejadian tersebut tak luput dari pandangan seseorang cowok yang mempunyai mata sehitam kopi. Tangannya bersedekap, mata tajamnya tak lepas dari gerakan lincah gadis yang jauh di depannya itu. Tanpa sadar bibirnya terangkat ke atas membentuk garis lengkung yang terlihat pas dengan wajah tampannya. Overawe

Gadis itu. Satu-satunya gadis yang dapat mengalihkan perhatiannya.  Gadis berambut coklat dan bermata hazel itu berhasil membuat si mata kopi mengingat kesalahan yang pernah ia buat kepada seseorang. dulu. Memunculkan kembali perasaan bersalahnya.

Sepasang mata hazel itu tiba-tiba menatapnya penuh senyuman. Melambaikan tangan kepadanya. Namun mata kopi itu tetap bergeming, ia masih setia di tempatnya, memandang gadis berambut coklat itu dari kejauhan.

Dirasa cukup, pemilik sepasang mata kopi itu mulai melangkah, menghampiri gadis berambut coklat, bermata hazel dan berseragam SMA seperti dirinya.

"Telat ah Van, gue udah capek main ombak lo nya baru kesini." gerutu gadis itu memanyunkan bibir.

Gemas. Revan pun mengangkat tangannya, mencubit pipi tembem gadis itu. "Kebiasaan ih." Maki gadis itu sembari memukul lengan Revan.

"Gemes ih abang liat dedek satu ini." Kekeh Revan.

"Dedek-dedek pala lo. Gue gak mau ya jadi dedek gemes lo."

Hening. Hanya terdengar suara deburan ombak dan beberapa orang yang memang sedang menikmati indahnya pantai ini. Sama halnya seperti mereka berdua.

"Kil." Panggil Revan lirih, namun masih terdengar di telinga gadis itu.

"Hm." Responnya tanpa mengalihkan pandangan yang memang tertuju ke laut di depannya tersebut.

"Lo tadi kenapa sih, mukanya ditekuk gitu? jelek tau." tanya Revan. Karena jujur, ia masih bingung dengan sikap Raquella semenjak kejadian di Cafe. Gadis itu tak membalas satu pun pesan yang ia kirimkan. Ia sangat bingung, sudah sering ia bercanda dengan gadis itu. Tapi kemaren gadis itu benar-benar aneh. menurut Revan.

"Oh...itu...lagi sebel aja sama Mona. Tau sendiri dia gimana." Bohong gadis itu.

Revan memandangnya. "Kirain bete sama gue, gara-gara kejadian dicafe." kata Revan. "Trus pas dicafe lo kenapa?"

"Lagi badmood aja." jelas gadis itu singkat.

Revan memegang kedua bahu Raquell, membuat tubuh gadis itu berhadapan dengan Revan. "Gue sayang lo Kil, jadi gue mohon lo jangan gi-"

"Hah? lo apa-apaan sih?" potong Raquell tertawa. "Kesambet jin pantai ya lo?" Raquell tak habis pikir, kenapa Revan sampai-sampai menjelaskan perasaannya padanya, bukankah memang seperti itu sahabat, saling mengasihi dan menyayangi.

"Jujur sama gue Kil." pinta Revan sendu. "Perasaan lo masih sama kan? Lo masih sayang sam-"

"Udah deh Van, udah masalalu juga, masih lo ungkit-ungkit aja." potong gadis itu malas. Raquell paling benci jika ada yang mencampuri kehidupan masalalunya.

Between UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang