Useless - 2

35 3 2
                                    

Part 2

"Nggak bisa lebih cepet lagi? Cuma segitu kemampuanmu? Dan yang kayak gitu, gabung sama Fifown?" Lelaki itu menggeleng-gelengkan kepalanya. Mereka sama-sama berhenti berenang dan beradu mulut. Habis sudah kesabaran lelaki itu. Dan tidak ada ampun lagi untuk lawan bicaranya. Amarahnya sudah meledak-ledak. Bahkan baru saja ia melontarkan kritikan pedas.

Semua mata benar-benar tertuju pada pertengkaran sepele mereka. Ya, memang kepala mereka saling berbenturan, ketika lelaki itu memutuskan untuk menjemput gadis yang tidak segera tiba di seberang. Bahkan mereka tidak menyadari jika keduanya telah menjadi bahan tontonan gratis. Orang-orang enggan melerai. Seolah telah menikmati sinetron di GOR Resenda siang ini. Gor yang sangat luas dan menawan. Berbagai macam ukuran kolam pun ada di sana. Mulai dari balita hingga lansia. Semuanya tinggal pilih, mau yang mana?

"Udah, selesai," kata lelaki itu lalu menghilangkan diri, berenang menepi. Lagi-lagi, gerakannya begitu memukau dan wow, dalam hitungan detik, lelaki itu sudah menjadi topik tren siang ini. Siapa lagi pelakunya kalau bukan gadis-gadis belia?

Merasa tidak terima dengan ucapan lelaki itu, gadis yang diam pun angkat bicara, "Yaz! Tunggu! Yazi!" Suaranya cukup lantang ketika melihat lawan bicaranya pergi. Tetapi teriakannya berhasil membuat lelaki itu berhenti. Satu, dua, ti ... ya, berhenti, kan? gumamnya dalam hati.

Kepalanya muncul terlebih dahulu lalu mematungkan diri. Dari punggungnya pun sungguh menawan, tegap, dan kokoh. Sangat bagus untuk dijadikan sandaran hidup. Asal gadis itu tahu, lawan bicaranya itu berhenti berenang karena sepasang matanya melihat pembatas kolam. Jika lelaki itu meneruskan, sudah pasti akan terbentur dan menyisakan sakit di kepalanya.

Gadis itu pun berjalan menuju lawan bicaranya. "Mau ngajarin lagi?" Gadis itu terlihat gelisah dan takut jika lelaki bernama Yazi itu tidak mengiakan pertanyaannya. Tetapi nyatanya lawan bicaranya itu tidak menjawab.

Gadis itu berhenti berjalan. Sepasang matanya menatap sinis lelaki yang memunggunginya. Ya ampun anak ini belagu banget sih. Aku belagu juga ah, sekalian, biar impas! gumam gadis itu kesal. Ia memejamkan mata kuat-kuat dan juga mengepalkan kedua tangannya yang ada di dalam air.

Yazi menumpukan kedua tangannya di atas dinding pembatas. Dalam sekali lompat, tubuhnya sudah berhasil mendarat dengan sempurna di permukaan plester itu. Sedangkan gadis yang masih tertinggal di tempat justru bergeming.

Sepasang mata gadis itu sudah kembali bisa melihat sosok Yazi. Lelaki itu berjalan menuju toilet. Untuk kesekian kalinya, remaja bertubuh tegap dan jenjang itu ingin pulang. Sesegera mungkin meninggalkan tempat ini dan tidak lagi melihat gadis itu.

"Oke. Kutunggu minggu depan!" sambung gadis itu menggoda Yazi lalu tersenyum licik.

Yazi tidak menyahuti apa pun. Ia berpura-pura tidak mendengar dan terus melangkah. Remaja kelas satu SMA yang sering menjadi juara renang itu mengembuskan napas panjang yang berlebihan. Seolah kekesalannya tidak henti-henti mengalir di tubuhnya.

Sial! Kenapa harus terikat kayak gini? Aku yang ngajarin, harusnya aku juga yang mutusin kelanjutannya. Nah ini? Argh! Lelaki itu memejamkan mata dan menggeleng-geleng. Ia merasa sangat tidak beres. Ia berpikir bahwa seharusnya hari ini tidak pernah terjadi.

"Sampai ketemu minggu depan!" teriak gadis itu tanpa rasa malu. Kenapa harus malu? Bukankah memang benar jika tidak bisa, harus berguru pada yang sudah bisa? Sementara itu, Yazi yang mendengar teriakan itu, menutup wajahnya dengan sebelah tangan dan berjalan lebih cepat.

Ah, tau gini mending ngerjain tugas. Ngebosenin banget di sini. Nungguin dia. apaan coba? gumam lelaki itu di dalam toilet. Ia menggosok-gosokkan handuk di rambutnya. Berharap agar tidak terlalu banyak air yang singgah di kepalanya. Untuk kesekian kalinya, Yazi merasa sangat tidak sabar untuk segera enyah dari tempat ini.

Yazi Fredinanta, siswa baru di SMA Adiguna itu mengambil jurusan MIA (Matematika dan Ilmu Alam). Ia ingin mewujudkan keinginan sekaligus cita-citanya menjadi dokter hebat. Prestasi-prestasinya tidak perlu diragukan lagi, terutama dalam cabang olahraga renang. Namanya sudah dikenal sejak menjadi juara berturut-turut hingga sekarang.

Tidak dapat dipungkiri memang, kelincahan, kecepatan, dan pernapasannya sangat memukau. Ini adalah tahun kelimanya bergabung dengan klub Fifown. Kependekan dari Fight For Win. Rencananya pada akhir Desember 2013 ini akan mengikuti Perlombaan Renang se-Provinsi.

Selain paras yang rupawan dan prestasi gemilang, remaja jenjang itu juga didukung dengan rumah yang berlantai dua. Dua buah mobil yang terparkir di garasi ketika malam dan kadang di hari libur, tiga sepeda motor yang salah satunya digunakannya untuk pergi kemari.

Mama dan Papanya bekerja sebagai manager di perusahaan yang berbeda. Mereka memilih tinggal di komplek perumahan Gharsari. Jangan ditanya seperti apakah rumahnya. Apa pun yang diperlukan, semuanya tinggal ambil dari tempat masing-masing. Tidak perlu repot-repot untuk pergi dan membeli di luar.

***

USELESSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang