Useless - 3

40 1 6
                                    

Part 3

Yazi memutuskan untuk segera berbenah dan enyah dari tempat ini. Ia terlihat tidak tahan dengan tempat ini. Ah, maksudnya dengan gadis tadi. Ia cepat-cepat menyisir rambutnya ke arah kanan. Kemudian menyelipkan sisir di kantong yang terdapat di sisi ransel.

Setelah beres, ia menengok ke kanan dan ke kiri. Yazi perlu memastikan bahwa tidak ada gadis itu di sekitar sini. Setidaknya, sosok asing itu tidak melihat keberadaannya. Sesudah merasa tepat, Yazi keluar dari persembunyian.

Langkah kaki jenjang itu mengalun cepat. Bahkan ia berlari sembari menggendong ransel dengan sebelah bahu. "Yazi!" Suara gadis itu terdengar menerobos telinga Yazi. Lelaki itu menghela napas panjang. Langkahnya juga sontak terhenti. Sial, gumamnya. Lalu membenarkan posisi tasnya.

Kemudian gadis yang memanggilnya tadi segera menyamakan langkah. Siap meninggalkan tempat latihan. Gadis berambut panjang yang diurai itu pun—terlihat berkilau karena basah dan juga mendapat pantulan sinar matahari—tersenyum.

Gadis berparas imut itu menarik napas seakan oksigen dalam otaknya menipis. Kemudian mengembuskannya dengan cepat. Seperti sedang menekan sesuatu untuk tidak membuat kegaduhan antara ia dan lelaki yang berada di sampingnya.

Ia tidak tahu harus menanyakan hal apa pada lelaki di sisi, agar pertanyaannya mampu memperlambat langkah Yazi yang semakin cepat. "Kamu mau ke mana?" tanya Sasha dengan nada riang. Wajah bulatnya terlihat sangat berseri seolah mendapat asupan nutrisi lebih.

"Pulang," sahut Yazi singkat dan tegas tanpa menoleh sedikit pun. Langkahnya semakin dipercepat. Ia tidak sabar ingin segera tiba di tempat parkir. Kemudian, enyah dari gadis ini.

Sasha manggut-manggut. "Oh," katanya seraya membulatkan bibirnya. "By the way, kamu juara berapa di lomba kemarin?" Gadis itu menoleh ke arah Yazi. Seolah tidak ingin melewatkan satu pun ekspresi lelaki—yang dinilainya tampan—yang berada di sampingnya. Meskipun ia tidak berani menatap mata Yazi.

"Satu," jawab Yazi dengan cukup singkat, padat, dan jelas—lagi.

Gadis itu mengangguk-angguk—tanda mengerti dan juga kagum dengan teman yang satu ini. Ia memejamkan matanya sembari tersenyum bahagia. Seolah merasa mantap dengan pilihannya. Nggak salah pilih, gumamnya. Ia merasa tidak salah membidik orang.

Sasha membuka mata. "Makasih, ya," ujarnya seraya tersenyum manis pada Yazi yang sama sekali tidak memedulikannya. Wajah tampan Yazi selalu berekspresi datar dan cuek. Setiap hari. Bahkan tidak pernah absen. Meski begitu, tetap ada saja gadis-gadis yang membicarakan Yazi ketika melihat kehadirannya.

Ganteng. Cool. Stylish. Begitu kata mereka.

"Hm," jawabnya seraya membuang muka. Sedangkan gadis itu justru tersenyum sendiri berkat suara Yazi. Suara yang sangat khas dan itulah yang selalu terngiang-ngiang di telinga Grinaria Sasha. Suara yang entah mengapa selalu membangkitkan sesuatu.

Sesuatu yang ada pada dirinya, seperti semangatnya untuk tidak berputus asa. Untuk tidak menyerah pada keadaan dan lebih parahnya lagi, untuk tidak pernah jauh dari lelaki itu. Suara yang sangat ingin didengarnya setiap hari.

Ih, apaan sih? Kenapa sok cuek?! Belagu! Lihat aja nanti! gumam Sasha seraya mengerucutkan bibirnya. Toh langkahnya juga tidak sejajar. Maka aman-aman saja jika ia meledek Yazi. Karena sudah pasti, Yazi tidak bisa melihat ekspresinya.

Sejenak, Sasha teringat jika ia merepotkan, maka gadis itu pun berujar, "Maaf, ya, udah ngerepotin." Ketika gadis itu meminta maaf, jangankan Yazi menoleh, mendengarkan suaranya saja enggan. Ia justru menghela napas atas kejadian hari ini.

Seandainya tidak ada janji dengan gadis—yang bagi Yazi begitu merepotkan—ini, mungkin Yazi bisa menyelesaikan semua tugasnya yang segunung. Tugas yang dimulai dari hari Senin sampai waktu yang seolah tidak mengenal kata berhenti dan cukup. Atau kalau tidak begitu, ia bisa bermain skateboard dengan teman-temannya.

Tidak ada balasan dari Yazi. Baginya, menanggapi ucapan gadis itu hanya akan mengulur-ulur waktunya untuk pulang. Ia butuh pulang. Yazi sangat ingin segera pergi dari tempat ini. Ia tidak mau berlama-lama di sini. Yazi tidak tahu mengapa harus se-anti ini pada gadis itu. Padahal sudah jelas-jelas jika seseorang yang sedang bersamanya kini adalah teman satu timnya.

Tak terasa obrolan singkat dan sepihak itu telah mengantarkan mereka tiba di tempat parkir. Cukup banyak sepeda motor dan mobil yang terparkir hari ini. Karena hari Minggu seperti ini biasanya dimanfaatkan orang-orang untuk melepas penat. Surganya para pelajar dan para pekerja. Hari yang biasa dihabiskan dengan car free day, traveling, wisata kuliner, dan sebagainya.

Yazi sibuk mempersiapkan perlengkapannya. Kemudian mengatur sepeda motornya agar bisa keluar dari deretan tempat parkir. Sedikit menyulitkan karena sepedanya tepat berada di tengah-tengah. "Tapi minggu depan lagi ya?" pinta gadis itu dengan suara manja.

Yazi tidak menjawab. Ia justru mengenakan helm berwarna merah. Sangat serasi dengan motor ninja merahnya. Terlihat lebih sempurna dan menjadi dambaan setiap gadis belia. Apalagi di era sekarang, gadis-gadis juga mempertimbangkan kendaraan gebetan sebelum berpacaran. Meskipun tidak semua gadis berprinsip seperti itu.

Katanya, kendaraan itu sesuatu yang wajib. Karena ke mana pun memerlukan transportasi sebagai akses. Selain itu, bisa menjadi ajang pamrih dan membuat iri teman-temannya. Mengunggah di berbagai media sosial dan ketika pacarnya selingkuh ataupun ditikung, geram sendiri. Lalu kalau sudah putus, berlomba-lomba menghapus unggahan foto dan berkata yang tidak-tidak tentang mantan kekasihnya.

"Sekali lagi makasih banget. Jangan kapok sama aku." Sasha dengan antusiasnya masih berharap jika Yazi akan menggubrisnya kembali. Bahkan kalau perlu, menahan lelaki itu agar tidak segera pulang. Namun Yazi justru menutup kaca helm dan melaju dengan motornya. Sementara gadis yang sedari tadi membuntutinya masih bersiap-siap untuk segera menyusul.

Ya ampun, bener-bener ya itu anak, belagunya setengah mati! Gadis itu bergumam lagi. Tapi nggak apa-apa sih, seenggaknya bisa ngahabisin waktu sama doi. Thanks God and my lovely Yazi.

Gadis itu tersenyum kegirangan seorang diri. Seolah kebahagiaannya terasa sangat lengkap hari ini. Sebab hari ini ia tidak hanya mendapatkan ilmu berenang yang baru, tetapi menghabiskan waktu bersama, dan mengerjai Yazi juga. Ya walaupun ia merasa kesal karena dicampakkan oleh lawan bicaranya.

Tunggu, kedua tebing pipi gadis itu seperti memerah. Apakah ia jatuh cinta pada Yazi? Tidak. Tidak mungkin. Vonis penyakit macam apa itu? Sejak kapan virus itu menyerangnya?

Ponselnya tiba-tiba saja bergetar. Ia segera meraba saku celananya. Lalu membuka pesan tersebut.

1 pesan teks baru

Iza

+6285743*****

Woy, di mana?

***

USELESSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang