Seorang Gadis tengah duduk di balkon kamarnya, tenggelam dalam imajinasi yang ia ciptakan sendiri.
Entah kenapa ia lebih suka di dunia khayalannya dari pada dunia nyatanya.
ketukan pintu terdengar dari luar kamarnya, ia beranjak dari tempat duduknya dan membuka pintu tersebut.
betapa terkejutnya ia saat melihat gadis cantik yang paling ia benci ada di hadapannya.
" Ngapain o didepan kamar gue," kata Pinus dengan ketus.
" lo kok ngomong kasar sih sama gue, gue cuma mau bilang tante Nimas manggil lo kebawah waktunya makan." katanya.
" Gak usah repot-repot, gue bisa turun sendiri kalo udah laper. jangan pencitraan ," Pinus menutup kencang pintu kamarnya didepan wajah wanita tersebut.
betapa benci nya ia pada sepupunya yang bermuka dua itu. sebenarnya ia juga tak enak hati berbicara sekasar itu padanya, dengan malas ia mengikat rambutnya asal-asalan dan berjalan turun menuju ruang makan.
saat turun ia sempat mendengar percakapan antara Ayahnya dengan sepupu kebanggaan Ayahnya itu.
" Oh , jadi kamu akan pindah sekolah?" tanya Andre ayahnya Pinus.
" Iya Om, rencananya si bakalan Pindah ke SMA Angkasa," katanya yang membuat Pinus terkejut dan menghampirinya.
" APA? lo gak punya sekolah lain ya? kenapa harus di sekolah gue. cari yang lain kek" kata Pinus tanpa memperdulikan ucapannya yang begitu kasar, biarkan saja ini belum seberapa dengan apa yang pernah di perbuat wanita itu padanya.
" Sayang ngomongnya kok kasar gitu, Karinkan baru dateng jangan di gituin dong," Tegur Nimas Ibunya Pinus.
" Tapi mah, Pinus gak suka kalo kita satu sekolah. gak cukup apa kita satu SMP."
" Pinus cukup, papa tidak mau lagi mendengar omong kosong kamu. Kenapa Jika Karin satu sekolah dengan kamu, itu bagus. Dia bisa mengontrol kamu di sekolah. Oh jangan-jangan kamu akan nakal lagi seperti di SMP dulu,iya?" tanya Andre.
" Mas kamu ini Apa-apan sih, kenapa kamu nuduh anak kamu sendiri kayak gitu. Dia gak senakal itu, dan dia--"
"CUKUP! kamu selalu saja membela dia, jangan terlalu memanjakannya lama-lama anak ni akan melunjak. Coba lihat Karin dia tidak pernah membuat masalah di sekolahnya, dia pintar, dan mandiri." Puji Andre pada keponakannya itu.
inilah yang Pinus benci jika perempuan itu datang kerumahnya. Ayahnya selalu saja menyanjung-nyanjungnya sampai rela menjelek-jelekan anaknya sendiri.
" Kalo dia gak pernah buat masalah di sekolahnya kenapa harus pindah sekolah? di usir lo," Ia melipat kedua tangannya di dada menatap sinis Karin yang tersenyum licik ia ingin menunjukan bahwa ia bukan Pinus yang dulu yang hanya bisa menangis dan pasrah.
" Pinus, Mama gak pernah ngajarin kamu ngomong kasar kayak gitu. Minta Maaf sekarang!!!" Perintah Nimas yang membuat Ia berdecak kesal.
" Tapi mah Dia cuma--"
" Kamu liat anak ini, gak ada yang bisa di banggain bahkan berbicara pada kakak sepupunya saja seperti itu, ini semua karna kamu gak becus gurusin dia" Potong Andre dan menyalahkan semuanya pada Nimas.
" terserah apa kata kamu, sebagai Ayah harusnya kamu tidak berbicara seperti itu sama anak sendiri, seolah-olah dia beban buat kamu." kata Nimas kembali menuju dapur dan tanpa ia sadari air matanya menetes dengan sendiri.
Andre membanting sendok dan garpunya, ia bangkit dari kursinya dengan wajah merah menahan amarah. lalu berjalan pergi meninggalkan Pinus Yang menatap tajam pada Karin.
" lo liat, itu karna kehadiran lo disini. gak sadar diri juga, hah?" tanyanya pada Karin yang kembali menatap Sinis Pinus. dasar muka dua, di depan orang tuanya saja berwajah sok polos.
" Bukan salah gue, emang mereka aja gak cocok. Kenapa lo ngeliatin gue kayak gitu? gak suka iya? itu derita lo. harusnya lo mikir lo tu cuma jadi beban mereka aja. lo gak liat tadi mereka berantem karna lo?" Karin tersenyum licik.
" itu semua karna lo, bukan gue! gak puas apa lo ngefitnah gue di depan semua orang waktu SMP, HAH? lo jelek-jelekin gue di depan papa. lo garang cerita kalo gue nakal di sekolah. sedangkan lo selalu cari muka,di depan Papa, mama, Om Andi, Tante May, kakek, nenek. gak puas lo? gak malu? ya ampun gue lupa lo kan gak punya urat malu." Kata Pinus tersenyum mengejek.
" Udah itu aja, terserah lo mau ngomong apa. gue gak Pe-du-li. nyatanya dan kenyataannya sang Ratu sempurna itu tetap melekat sama gue. lo gak akan di anggep, karna satu-satunya cucu dari keluarga Wijaya cuma gue dan lo cuma sampah yang nunggu waktu untuk di buang. ngerti?" Karin berjalan menghampiri Pinus dan menyenggol pundak Pinus membuatnya hampir terjatuh jika tidak berpegangan pada kursi.
Pinus menghela napasnya, ia menahan amarahnya yang sebenarnya ingin ia keluarkan dari tadi.
Orang yang selalu membully mu itu memang salah tapi jika kau hanya diam saat di bully itu jauh lebih salah