Dengan asal-asalan jarinya memetik gitar yang ia pangku. Pikirannya jauh menerawang kembali kemasa lalunya. Saat pertama kali ia bertemu dengan wanita yang sesaat membuatnya mulai percaya akan cinta yang indah lalu ia menghancurkannya dengan satu kesalahan yang fatal. Andai bukan laki-laki itu yang ia pilih mungkin rasanya tak akan sesakit ini atau mungkin ia akan mudah memaafkannya.
Deringan ponsel mengejutkannya membawanya kembali kedalam alam nyata. Ia menggeryitkan dahinya karna nomor yang tidak di ketahui namanya tertera di layar ponselnya.
" Halo.." sapanya. Namun tidak ada jawaban dari sebrang sana, ia berniat untuk mematikan saja.
" Halo, Vendra" sapa suara perempuan yang begitu ia hafal. Perempuan yang dulu pernah ia cintai dengan sepenuh hati dan ia juga yang membuatnya meragukan tentang cinta serta mempertanyakannya.
" Halo... kamu masih di sanakan. Ini aku Karin, emm... bisa kita ketemu di cafe biasa? ada yang mau aku omongin sama kamu. aku akan nunggu sampai kamu datang. Please... dateng ya."
" Saya gak janji," Vendra mematikan telponnya sepihak.
Kenapa harus perempuan itu lagi yang selama satu tahun ini ia coba lupakan. Benar kata Papanya, masa lalu akan terus menghantui jika tidak di selesaikan dari sekarang.
Sebenarnya ia enggan untuk datang tapi mau bagaimana lagi, jauh dilubuk hatinya yang paling dalam ia masih merindukan perempuan itu. Bodoh, pikirnya. Kenapa juga lo masih ngarepin dia, dasar Vendra bodah,ia membatin.
Ia mengambil kunci motornya di nakas dan berjalan menuruni tangga.
" Abang mau kemana? Udah sore loh," tanya Ibunya. Dalam hati ia kesal, jangan sampai ibunya tau ia ingin pergi menemui perempuan itu bisa abis di ceramahi nanti.
" Keluar sebentar mau ketemu temen," katanya menghindari tatapan intimidasi dari sang Bunda.
" Cewek ya? "Tanya Dea ibunya Vendra dan Ia menggeleng.
" Kalo gitu cowok?" Vendra kembali menggeleng.
" terus?" tanya Dea penasaran. Ia bingung dengan teman anaknya ini, cowok bukan,cewek juga bukan. Jangan-jangan makhluk halus, tapikan ada cewek atau cowok juga.
" Perempuan."
" Abang, ngeselin... Jailnya kumat. Ya udah pergi sana Bunda marah!" kata Dea melipat tengannya didada.
" Oke, Abang pergi dulu ya Bun.lama-lamain aja cemberutnya Bun!" kata Vendra sambil menyalami tangan ibunya yang menatapnya heran.
" kanapa?" tanya Dea.
" nanti kalo Bunda senyum terus tetangga sebelah malah kepincut, ntar lain lagi Ceritanya" saat melihat ibunya akan mengomel lagi ia buru-buru keluar dan menyalakan motornya yang melesat dengan kecepatan tinggi. Tapi sebelum itu Dea sempat berteriak kepada putra sulungnya itu," Abang jangan ngebut-ngebut nanti jatoh."
Tak butuh waktu lama akhirnya ia sampai di Cafe tersebut. Ia melepas helmnya dan meletakannya di atas motor. Ia menghela nafas sejenak dan melangkah masuk, matanya menelusuri Cafe tersebut sampai ia menemukan Perempuan cantik yang menggunakan Kaos putih dilapisi sweter pink kesukaannya. Bahkan Vendra masih ingat apa yang perempuan itu sukai. Ia berjalan menghampirinya yang sepertinya tidak sadar akan kedatangan Vendra.
" Kenapa?" tanyanya to the point. Perempuan itu tersedak kopi yang ia minum setelah mendengar suara yang ia tunggu dari tadi ternyata sudah ada di hadapannya.
" Uhuk... Vendra?" sejenak perempuan itu terkejut dengan laki-laki yang ada di hadapnnya. Benarkah ini Vendra, pikirnya. Jelas ia pangling karna mantan pacarnya ini telah berubah derastis dan ia jauh lebih tampan dengan hidung mancung dan mata sipit serta bibir tipis yang menjadi penyempurna ketampanannya. Dan jangan lupakan tubuh atletisnya yang entah sejak kapan menjadi seperti itu.
" To the poin aja! Saya gak punya banyak waktu." Katanya mengagetkan Karin yang sedari tadi menilai setiap penampilannya yang bisa dibilang keren.
" Kamu... ini beneran kamu. beda banget setahun gak ketemu. Oh iya duduk dulu, kayaknya bakalan lebih enak kalo kita sambil duduk ngomongnya. Kamu mau pesen apa? aku pesenin minuman kesukaan kamu aja ya?"
" gak usah." Jawabnya ketus.
" Ya udah. Aku... kamu apa kabar? Em... maaf. Aku Cuma mau bilang maaf udah buat kamu terluka, maaf udah buat nunggu sesuatu yang gak pasti. AKu tau itu nyakitin kamu. tapi aku—" ucapannya terpotong oleh Vendra," kalo tau kenapa masih di lakuin."
" Aku gak bermaksud buat nyakitin kamu,aku emang salah udah manfaatin kamu biar bisa deket sama Akbar. Dan yang kamu liat gak seperti yang kamu pikirin. Aku cinta sama kamu. iya, emang dulu ku cuman manfaatin kamu tapi setelah itu aku nyesel. Aku bener-bener nyesel, ternyata aku salah bukan Akbar yang aku cinta tapi kamu. Ven... tolong kasih aku satu kesempatan lagi! Aku tau kamu orang yang baik"
" sejak kapan kamu belajar cara mendapatkan belas kasihan orang lain? apa yang membuat kamu berpikir kalo saya akan ngasih kamu kesempatan kedua? Kesan yang pertama lebih menarik dari pada kesempatan kedua. Kamu sendiri yang menghancurkan kepercayaan saya. Kata Maaf gak akan berguna banyak, jika saja maaf bisa menyelesaikan semuanya gak akan ada polisi, pengadilan atau penjara."
Vendra mengusap wajahnya kasar," saya tidak menyalahkan kamu, hati manusia bisa berubah-ubah,kan? Sekecil apapun yang kamu lakukan pasti akan ada balasannya. Mungkin caranya memang beda tapi rasanya akan sama. Itu yang saya percaya. Dan Mungkin saya akan menyesal menolak untuk kembali bersama kamu tapi saya akan lebih menyesal karna memaksakan hati saya yang masih terluka. Saya percaya bahwa kamu wanita baik dan kamu pantas mendapatkan yang terbaik. Saya mungkin laki-laki yang baik tapi saya bukan yang terbaik buat kamu.Jaga diri kamu! karna saya gak akan bisa lagi untuk mengelindungin kamu kayak dulu, kemungkinannya kecil. "
Ia mengelus Rambut Karin yang menitihkan air mata lalu pergi dengan berat hati. Ia harus bisa melupakan Perempuan itu. Jika saja cinta yang ia berikan itu nyata mungkin ia akan tau apa itu cinta yang sebenarnya. Tapi semuanya palsu, hanya kebohongan yang menunggu waktu untuk terkuak. Dan sekarang ia harus melepaskannya dan itu lebih baik dari pada Berpura-pura mempertahankan yang sebenarnya harus di lupakan.
Belajarlah dari daun yang tidak membenci angin karna membuatnya jatuh ketanah karna daun mengerti jika angin hanya menjalankan tugasnya saja. Meski ia menyejukkan tapi tetap saja pasti ada kekurangan.
jika ada kesamaan dalam cerita aku dengan cerita yang lain mungkin aku terinspirasi dari novel tersebut dan buat penulisnya kamu hebat bisa menulis cerita yang membuat orang lain terus mengingatnya
