Pinus Anggika Yasa POV
Ku lirik Jam yang tergantung di dinding sebelah kanan kamarku. Pukul 16.45, sudah sore ternyata tak terasa sudah 2 jam setengah aku berkutat dengan PR Kimia yang harus ku selesaikan hari ini juga. Aku menatap tak selera pada buku-buku yang berhamburan di meja belajar di hadapanku.
Baru saja aku ingin melanjutkan pekerjaan ku terdengar suara bentakan dari bawah. Oh tidak apalagi ini. Dengan tergesa-gesa aku menuruni tangga pandanganku tertuju pada seorang wanita mirip denganku terduduk dilantai dengan wajah sembab.
" Papa stop.." teriakku dan menghampiri wanita tersebut. Ya, dia ibuku dan aku tidak suka melihat ia seperti ini, dia menangis. Entah apalagi yang di lakukan ayahku.
" Pinus Masuk Kamar kamu,cepat!!!" bentak Papa padaku.
" Enggak mau, Papa udah cukup! Mau sampe kapan berantem terus Pinus Capek dengernya. Gak bisa apa sehari aja Cuma sehari Pa, tolong stop sakitin Mama! Stop buat Mama Nangis!" aku memeluk ibuku yang hanya terdiam menatap kosong pada lantai. Aku ingin marah pada siapa? Siapa yang harus ku salahkan?aku ingin membenci laki-laki dihadapanku tapi dia Ayahku yang selalu memarahi ibu dan membentaknya hanya karna masalah sepele.
" Kamu bicara apa Pinus? Bicara sama siapa? Papa kamu gak akan pernah ngerti GAK AKAN PERNAH," aku tertegun untuk pertama kalinya ibuku berteriak di depan Papaku. Wanita penyayang yang begitu sabar sekarang terlihat putus asa.
" Mama..." tak ada lagi yang bisa kukatakan hanya diam.
" Kamu mau apa sekarang? aku udah capek. JAWAB AKU MAS, KAMU MAU APA SEKARANG? JANGAN DIEM AJA." Tanya ibuku pada ayahku yang terdiam bisu. Mungkin ia terkejut sama sepertiku melihat ibuku seperti ini. Jangankan berteriak seperti ini marah saja dia hanya diam, tapi tidak untuk sekarang semuanya berubah, habis sudah kesabarannya.
" tinggalin aku kalo kamu gak bahagia sama aku" aku terkejut dengan ucapan papa. Ku lirik Mama yang hanya tertawa miris.
" Tinggalin kamu, Gampang kamu ngomong. Selama ini apa pernah aku ngeluh sama kamu? apa pernah aku nuntut suatu sama kamu? Saat kamu marah aku diem dan saat kamu seneng aku juga diem tapi bukan berarti aku gak bahagia sama kamu, aku bahagia mas aku bahagia. Gak perlukan aku ketawa setiap hari. Gak perlu dunia tau aku bahagiakan. Cukup aku yang rasain."
" Maa... paa... udah cukup" air mataku menetes tak berhenti. Apa yang harus ku lakukan? Aku lelah tapi ibuku lebih dari kata lelah.
Aku hanya gadis berusia 16 tahun, tapi aku harus menjadi dewasa di umur ku sekarang. Inilah kenapa aku tidak ingin mengenal cinta, terlalu menyakitkan untuk ku sentuh, dan aku tak bisa menjadi wanita sekuat ibuku.
" Pinus masuk kamar kamu!" perintah mama dan mulai berdiri aku menggeleng, aku tidak ingin meninggalkan ibuku dalam keadaan seperti ini.
" Jika kamu sayang sama mama masuk ke kamar kamu sekarang juga"
Dengan langkah gontai aku berjalan menaiki tangga menuju kamar ku. Aku berlari lalu mengunci pintu, ku rebah kan tubuhku diatas kasur. Aku menatap langit-langit kamar ku berwarna putih dengan dihiasi lampu hias yang bergelantungan di atasnya. Setitik air mata mengalir jatuh membasahi sprai berwarna biru senada dengan dinding kamar ku. Aku lelah dengan semua ini Rasanya ingin lari sejauh mungkin dan berteriak sekencang-kencangnya. Aku tidak kuat jika setiap saat harus melihat ibuku dan ayahku selalu bertengkar.
" Kenapa? Kenapa harus kayak gini? Apa salahnya aku Cuma mau Mama baik-baik aja... apa salahnya? Aku Cuma mau melarikan diri, apa salahnya?..." ku remas sprai di samping ku menahan tangisan yang tak ingin aku dengarkan pada siapapun. Aku ingin berteriak tapi tertahan. Aku tidak ingin ibuku mendengarnya, setidaknya aku harus kuat demi Mama.
CINTA...sebenarnya kamu itu apa? Apa kamu emang datang untuk menyakiti? Kenapa? Jangan datang jika hanya membawa luka.
Perlahan... cepat atau lambat semua manusia akan merasakan cinta. mungkin ia akan datang di saat-saat yang tak terduga sebelumnya. Tapi percayalah ia akan indah pada waktunya, tugas mu hanya bertahan dan bersabar. Bertahan dengan apa yang kau benci dari cinta dan bersabar dengan apa yang kau sukai darinya.